Kamis, 15 Januari 2009

Malam Kudus dan thun baru

24 des 08 saya mengirim sms hampir 100 untuk kerabat, rekan, jemaat dan “musuh”. Saya punya seorang “musuh” walaupun kami tidak MOU untuk saling “bermusuhan”. Dia hanya musuh dalam hati, karena tiba-tiba dia tidak mau ngomongin saya tanpa alasan yang jelas, tapi setiap ketemu, saya tetap memberi dia salam dan say helo, walaupun kadang-kadang dia tidak menjawab dan tidak menyalamku, itulah asal muasal ‘permusuhan’ kami; (hehehe... kata orang medan musuh ecek-ecek kog; anakku bilang, emang pendeta bisa musuhan ma?), SMS pertama saya kirim ke musuh saya tersebut, dan isi seluruh sms saya sama, demikian: Selamat Hari Natal 2008, “hiduplah dalam pendamaian dengan semua orang” Roma 12, 18 (tema Natal PGI 2008). Semua SMS saya mendapat jawaban kecuali dari ‘musuh’ saya tersebut, luar biasa, ketika khotbah-khotbah di gereja, punguan dan kantor-kantor marak dengan kata damai, damai saya tidak berbalas. Tapi saya ingat perkataan Rasul Paulus agar tidak jemu-jemu berbuat baik. Saya tidak berharap SMS saya dibalas, tapi saya berharap esok ada perdamaian antar umat yang sedang bertikai. Beberapa hari kemudian kami bertemu, saya memberi dia salam dan menerima salam saya. tetapi ketika mau pulang saya mau menyalamnya, dia membalikkan tubuhnya dan saya berpikir, gencatan senjata telah berakhir, perang mulai. Apakah ini pencobaan, padahal dalam khotbah saya pada malam kudus di HKBP Gunung Sinai, resort Diaspora, saya mengutip perkataan Malak surga kepada para gembala, bahwa natal adalah kerelaan untuk tetap berdiri tegak melakukan kebaikan dan menyatakan damai sejahtera, karena damai adalah gencatan senjata, maka jangan takut meski banyak penghalang kita untuk maju ke jalan salib, karena Kristus memberi kesukaan yang besar bagi semua bangsa, untuk kemuliaan bagi Bapa. Maka dengan malam kudus ini, kita maju dan jangan jemu menciptakan damai di tengah banyaknya pertikaian. Tapi saya tidak memusingkan itu. Hanya persoalan terjadi, ketika pada tahun Baru kami bertemu, (dan bagi orang Batak, tahun baru lebih luar biasa dari natal, tahun baru adalah saat bermaaf-maafan), saya mau menyalam, tapi senyumnya yang seolah-olah mengejek (jangan curiga bu!), membuatku teringat bahwa dia tidak menyalamku, dan itu membuatku putar haluan dan tidak menyalamnya. Sesaat saya puas, tapi berikutnya saya menjadi 4L (letih, lelah, lemah, dan lesu; istilah peng-amsal tulang kering karena iri hatiku: hati-hati osteoprosis!). Saya menyesal. Maka tahun baru saya menjadi tahu penyesalan, karena tahun 2009, saya awali dengan balas dendam, ketika orang-orang sedang bermaaf-maafan (aneh!). Itulah hidup, selalu kontradiktif. Kita masuk tahun baru, tapi prilaku tetap buruk. Saya jadi ingat dengan seorang anggota jemaat yang tidak menghadiri ibadah tahun baru. Saya tanya kenapa tidak gereja? Istrinya menjawab; “tadi malam, saudara-saudara kami datang, lalu minum-minum, tidurnya larut malam, ketiduran dan tidak ke gereja”. Aneh, bukankah dengan masuk ke tahun baru mestinya semua baru, termasuk cara pandang tentang hari esok? Tapi memang hidup kita selalu penuh perbedaan, sehingga hidup itu sering menjadi hidup yang ornamental, semua ingin serba baru, tapi prilaku tidak barubah, buruk seperti tahun yang lalu, selamat natal dan tahun baru, selamat berubah ke arah yang semakin baik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar