Sabtu, 12 September 2009

Kisah Para rasul 28,1-10

Memberi Diri untuk Melayani Tuhan dan sesama
1. Hidup yang diombang-ambingkan rupa-rupa penderitaan dan bahaya, tidak menyurutkan orang percaya berharap dan berserah kepada kehendak/ketentuan Tuhan. Seperti Paulus dan mereka yang ada di dalam kapal, dengan bahaya yang mengancam hidup mereka, hingga mereka terdampar di Pulau Malta. Tempat asing dengan penduduk yang belum mengenal Tuhan.
2. Pulau Malta berisi berpenduduk yang ramah dan peduli. Mereka Belum mengenal Allah, tapi cara berpikir mereka yang sederhana memberi kesan bahwa mereka peduli dengan sesama manusia, mereka mau menolong sesamanya. Ketika kapal itu terdampar dan mereka yang ada di papal merasa kedinginan, mereka menyalakan api untuk memberi kehangatan, mereka ditolong bukan di rampok. Padahal bila kita lihat masyarakat kita yang telah mengklaim diri sebagai umat beragama sering sekali membuat orang lain tidak nyaman tinggal dan lewat dari tempat di mana penduduknya telah mengenal Tuhan sebagai penolong dan Tuhan yang peduli.
3. Beberapa tahun lalu, salah seorang dosen saya waktu di S1 mengalami kecelakaan, mobilnya jatuh. Dosen saya itu selamat, tetapi semua barang-barangnya, termasuk kacamatanya raib. Ketika ada diantara kami menyatakan rasa kesalnya terhadap penduduk setempat, sang dosen berkata: ‘justru kalau barang-barang saya tidak hilang, baru saya heran’. Artinya, beragama pun tidak jaminan memberi kita kenyamanan tinggal bersama dengan yang lain. Korban kerusuhan ’98 juga semakin tenderita karena harta mereka juga ikut dijarah. kesempatan sebagian orang mencelakakan orang yang sudah menderita.
4. Kehidupan dan prilaku penduduk Malta ini menjadi catatan positif bagi kita pada masa ini, ketika ada orang yang tidak peduli dengan penderitaan orang lain yang mengalami bencana, ketika ada orang yang mengais rejeki dengan kecelakaan orang lain, tapi mereka tidak mengambil keuntungan di atas penderitaan paulus dan teman-temannya, tapi memberi pertolongan dan kehangatan.
5. Melihat keramahan dan kebaikan penduduk Malta, secara spontan Paulus ikut mengambil ranking untuk di masukkan ke dalam api itu, tapi tiba-tiba ada ular beludak yang kepanasan memagut tangannya. Melihat kejadian itu, penduduk Malta memahami bahwa Paulus adalah seorang pembunuh. Pemikiran sederhana mereka melhat bahwa peristiwa alam yang menimpa Amat manusia merupakan cara Allah menghukum umatNya yang tidak melakukan kehendakNya. Maka ketika ada sesuatu yang membuat Paulus merasa sakit, dipagut ular, itu dipahami sebagai cara Allah memberi hukuman atas keselahan Paulus. Mesk Paulus lolos dari maut di laut, namun tidak dibiarkan dia hidup. Ketika orang Malta memahami Paulus sebagai pembunuh dan lewat alam dia dihukum, tapi Paulus tidak panik, dia tidak menjadi menderita dengan persoalan itu, tapi dengan tenang di mengibaskannya di atas api, dan Paulus tidak tenderita walau ular itu terpaut di tangannya. Ketika penduduk itu memahami bahwa Paulus tenderita dan mati, mereka salah, Paulus tidak mengalami penderitaan, Paulus ada dalam keadaan baik. Seketika itu berubah lah hati mereka, cara pandang mereka terhadap Paulus, mereka memberi nama baru baginya, dia disebut sebagai dewa, karena ular dan ap tidak mencelakakannya.
6. Hubungan baik dengan Allah sering memberi manusia jaminan dan kemenangan. Allah tidak membiarkan hambaNya di permalukan atau bahkan menjadi bahan pergunjingan orang lain. Itu pemahaman orang terhadap Paulus yang selamat darikecelakaan. (dengan tetap tenang, kamu akan menang; Yesaya 30, 15; pengkhotbah 4,6). Itu benar, tapi tidak jaminan bahwa hamba Tuhan tidak mengalami kecelakaan atau terkena dampak dari peristiwa alam. Ketika ada hambaNya atau orang percata tenderita atau mati oleh peristiwa alam, bukan berarti bahwa Tuhan tidak peduli atau mempermalukan hambaNya, tapia da kadang terjadi ‘pembiaran’ Allah atas hidup orang yang percata. Jadi kalau dalam perikope ini Paulus selamat, itu berarti bahwa Tuhan masih punya rencana atas hidupnya untuk memberi diri dan melayani orang lain.
7. Dari peristiwa yang terjadi, ada proses untuk mengenal, serta mengubah persepsi tentang diri seseorang. Dari pemikiran pembunuh menjadi dewa, karena selamat dari maut diyakini adalah pekerjaan dari sesuatu yang transendental. Peristiwa yang mengubah cara pandang.
8. Publius gubernur, pulau itu menyambut mereka memberi penginapan, makan minum selama tiga hari. Paulus tidak hanya bersukacita karena dia diselamatkan dari maut dan kecelakaan, tapi juga atas orang-orang yang baik, yang menjamu dan memberinya penginapan. Kebaikan yang diterima dari penduduk bahkan dari Gubernur mereka adalah sikap Allah yang terwujud di tengah dunia yang belum mengenalNya. Lalu bagaimanakah sikap orang yang sudah percaya padaNya?
9. Paulus sebagai hamba Allah tergerak mengatasi penderitaan dan pergumulan gubernur Publius dan penduduk Malta. Paulus menyembuhkan penyakit ayah gubernu Publius dengan berdoa, penumpangan tangan dan tindakan medis. Paulus tergerak untuk melayani penduduk Malta dengan mengajarkan iman kristen kepada mereka. Dia memberitakan Tuhan sang Tabib, dia berdoa, dia juga berbuat untuk kehidupan penduduk itu.
10. Hidup yang diselamatkan adalah hidup yang melayani dan memberi diri untuk orang lain. Paulus yang mengalami kebaikan Tuhan dalam hidupnya selalu mendorong dia untuk terus berlaku baik di tengah kehidupannya. Maka panggilan bagi kita sebagai Amat percata, sebagai orang menerima keselamatan dan dikeluarkan dari alam maut adalah untuk terus melayani dan berlaku baik bagi semua orang, tidak dibatasi oleh tembok-tembok gereja, tapi melampaui tembok-tembok sehingga keluar jauh dari diri kita. Paulus tidak hanya menerima berkat pemeliharaan, tapi dia mengubah diri menjadi berkat dalam memelihara kehidupan umat Tuhan di bumi.
11. Kesadaran aka kebikan Tuhan akan mengarahkan kita hidup baik dan benar, akan membuat hati berespon baik dan mensyukuri kerja Tuhan yang memelihara hidup kita. Yesus yang memberi diri, berkorban untuk hidup manusia, adalah gambaran bagi kita supaya kita memberi respon yang sama di mana kita mau melayaniNya dengan berbuat baik untuk kehidupan umat manusia.
12. Perempuan sarfat (epistel), yang secara logika tidak mampu memberi makan hambaNya, tapi mendorong kita untuk menyatakan kerajaan Allah di bumi bahwa dalam kelemahan kita sekali pun, jika kita mau dipakai Tuhan dan menyerahkan pekerjaan kita pada ketentuan Tuhan, maka semua dapat kita lakukan. Dari hidup yang biasa, di dalam tangan Tuhan, kita bisa menjadi luar biasa.
13. Artinya memberitakan injil selalu membawa slalom secara holistik dalam kehidupan manusia. Dalam tahun diakonia ini, kita terpanggil untuk membuahkan buah yang lebat, perbuatan yang menghasilkan buah yang dapat dinikmati banyak orang. Paulus yang selamat dari bahaya maut, tidak berpuas diri dengan menjaga hidupnya, tetapi dia berespon atas keselamatan itu untuk menyelamatkan orang lain. Itulah injil dinyatakan di dunia, karena tidak smua orang dapat membaca alkitab kita, tapi sikap hidup kita yang mau memberi diri dan melayani orang lain, adalah injil yang terbuka yang dapat dibaca semua orang. Selamat melayani, Tuhan memberkati.

Sabtu, 05 September 2009

Yohanes 17, 14-23

Satu di dalam Tuhan
1. Antonio De Mello, mencatat sebuah metafora yang dikisahkan oleh Alexander Plutarkus, sbb: Alexander Agung bertemu dengan Filsuf Diognes yang sedang memperhatikan setumpuk tulang manusia. Alexander Agung bertanya ‘apa yang sedang kau amati?’ ‘Sesuatu yang tidak bisa saya temukan’ jawab sang filsuf. ‘Apa itu?’ ‘perbedaan antara tulang-tulang ayahmu dengan tulang-tulang budak ayahmu’. Metáfora ini adalah gambaran tentang kesamaan manusia secara penciptaan fisik bahwa tidak dapat dibedakan, meskipun dia raja terhadap budaknya.
2. Bagaimana memahami kesatuan? Dimulai dari konsepsi diri. ‘Menurut saya, siapakah seseorang itu bagi saya?’ Jika seseorang kita sebut sebagai teman, maka kita akan memperlakukannya sebagai teman, atau saudara atau budak. Sikap kita terhadap seseorang, tergantung pada sikap itulah kita memperlakukannya. Didalamnya juga boleh terjadi pertukaran kepentingan. Kepentingan apa yang kita punya untuk ditukar dengan orang lain, sehingga kita menyebut dia sebagai ‘seseorang’. Maka untuk menciptakan kesatuan/kerukunan hidup tergantung pada konsep kita mengenai orang lain.
3. Kesatuan atau kerukunan (rukun=tiang dasar: Bahasa Arab) merupakan dasar persekutuan umat manusia di tengah kehidupan. Bagi masyarakat Jawa kerukunan berarti sekata, mufakat, damai. Kata ini melambangkan sikap hidup yang mau membuang keinginan untuk menentang atau berkonflik di tengan persekutuan. Keinginan untuk bersekutu secara damai, dan bermufakat untuk mengambil sebuah keputusan. Bila mufakat telah ada, maka jarang ditemukan konflik dalam sebuah persekutuan, itulah yang dianut oleh orang jawa hidup harmoni, inge…inge…, tapi keputusan ada dalam hati. Dihadapan Raja, seorang budak akan berkata inge, tapi pelaksanaan tergantung apa yang telah dianutnya. Penghindaran pada konflik.
4. Tapi menurut Pdt. DR. Eka Darmaputra, bahwa bersatu (rukun) tanpa konflik dapt menghilangkan nilai-nilai kebenaran, itu sebabnya Yesus pun siap berkonflik jika untuk menegakkan kebenaran. Jika nama Allah dipermuliakan, konflik boleh terjadi. Maka bila suatu waktu Gereja mengalami konflik, bukan berarti Roh Tuhan tidak ada di Gereja itu, tetapi gereja sedang menegakkan kebenaran, maka yang membenci kebenaran, yang cinta pada dunia ini akan menolak kebenaran itu, dan menganggap bahwa yang menegakkan kebenaran sebagai sumber kerusuhan. Kadang-kadang dalam tubuh gereja ada konflik mari kita melihat itu sebagai bagi dari pemurnian dan penegakan kebenaran. Artinya boleh berbeda pendapat dalam memahami aturan-atura tertentu, tetapi pikran yang cerah dan hati yang berdamai tetap berdiam dalam diri orang percaya.
5. Dimanakah letak kepengikutan kita sebagai umat percaya pada Tuhan Yesus? Menurut perikope ini bukan pada kekayaan, kemuliaan, tetapi pada kesatuan, atau hidup rukun antar sesame. Dan itulah doa Tuhan Yesus dalam Yoh 17 ini, supaya orang percaya diam dalam FirmanNya bersatu; satu hati, satu suara dalam memuji Tuhan (Rom 15,6).
6. Kesatuan adalah hal yang sangat baik dalam kehidupan manusia, tetapi sangat sulit untuk bisa bersatu hati seorang terhadap, sebab panggilan jiwa manusia ingin berpisah. Hanya untuk memperbincangkan pakaian seragam pun dalam suatu kumpulan boleh menjadi sumber perpecahan. Ingin seragam, supaya kelihatan bersatu, tapi karena warna atau bahan kain bisa membuat si A dan si B bermusuhan. Itulah sulitnya untuk bersatu, apalagi mempertemukan pikiran dari beberapa orang yang berlatar belakang yang berbeda, tentu akan semakin sulit. Oleh karena itulah Yesus sangat menekankan agar para murid, pengikut Kristus mau bersatu, seperti Bapak dengan Anak, demikianlah hendaknya para murid bersatu di dalam nama Allah, Putra dan Roh Kudus, (ay 21). Penekanan doa Yesus inilah hendaknya kita ingat dalam perjalanan Gereja, supaya mengejar kerukunan dalam hidup bergereja.
7. Ketika Yesus menyampaikan Firman Tuhan pada muridNya, dunia menjadi membenciNya, dunia menolak kebenaran firman itu. Hal ini terjadi karena Yesus bukan dari dunia ini. Dunia tidak dapat menerima firman Tuhan yang bertentangan dengan keinginan dunia ini. Firman Tuhan membawa kedamaian, sukacita dan kebenaran, tapi menghendaki perpecahan, kesukaran dan ketidak-benaran, maka ketika Yesus datang ke dunia, ketika Dia mengabarkan kabar gembira dan perdamaian, maka dunia menjadi benci dan membuat perlawanan, pertentangan yang memecah kesatuan umat manusia. Itu berarti, jika kita memberitakan firman Tuhan, jangan berharap bahwa semua akan menerima dan mau berubah, jangan berharap bahwa kita akan dihargai dengan firman yang kita sampaikan. Jangan-jangan firman yang kita bawa menjadi sumber petaka bagi kita, karena akan ada orang yang memusuhi kita, menfitnah kita, walau untuk yang mau selamat firman itu akan membahagiakan dan membuatnya semakin dicerahkan. Bagi orang percaya Firman itu akan menyenangkan, tapi bagi orang yang tidak percaya akan membencinya.
8. Firman Tuhan seperti cermin, membersihkan; seperti pelita yang menuntun dan seperti pedang. Orang relajar, membaca dan mendengar Firman Tuhan akan nampak dari sikap hidupnya seharí-hari (Yakobus 1,22).
9. Yang menjadi pertanyaan, mengapa dunia ini membenci FirmanNya? Karena firman itu yang adalah Tuhan Yesus tidak berasal dari dunia ini (bnd. Nikomdemus yang lahir kedua kali). Dia bersembunyi untuk bertemu Yesus, karena dunia membenci pertemuan mereka. Dunia ingin semua seperti dunia ini, mencintai ketidakbenaran dan berlaku jahat terhadap semua.
10. Bila dunia ini tidak lagi membenci pemberita Injil, mungkin karena pemberita injil itu pun sudah seperti dunia ini (materialistis, humanistis, hidup seturut dunia atau bermoral dunia). Contoh: kalau statu kelompok mau retreat, biasanya akan dipersiapkan dengan kesatuan iman, dengan puasa dan doa. Berdoa semalam suntuk, mengadakan doa berantai untuk kesuksesan acara ini; kesatuan hati, tempat yang aman dan tidak diganggu, jauh dari kuasa iblis dan pengaruh orang-orang dari kumpulan itu yang suka membuat keonaran. Tapi ada yang tidak begitu matang persiapan, dan tidak begitu serius dan siap secara doa, tapi acara mereka boleh berjalan dengan tenang, di mana retreat mereka jadikan sebagai saat memuaskan hasrat dunia mereka. Seperti pernah terjadi kumpulan kaum Bapak (punguan ama) hendak retreat, mereka berkata ‘parade hian tarum’ (mempersiapkan modal untuk main judi di tempat retreat). Artinya, retreat hanya alasan untuk kumpul-kumpul dan menyenangkan hati di tempat terpencil, dan memakai program gereja untuk brlaku dunia. Tentu kekuatan dunia ini tidak mengganggu mereka, karena mereka sama dengan dunia ini.
11. Tuhan bukan mau menjauhkan muridNya dari dunia ini, atau mengasingkan diri sebagai tanda orang-orang suci, tetapi hendaklah para murid menunjukkan penyertaan Allah sesuai dengan janjiNya yang mengatakan akan menyertai orang yang percata padaNya, bahwa hidup mereka berbeda dari dunia ini. Jangan kita berpikir bahwa orang percata akan mulus hidupnya dalam penyertaan Allah, bukan justru orang percata di tengah dunia akan mengalami kesulitan, kesusahan. Karena itu, sebagai orang percata haru terus esquís dalam hidup tidak kehilangan pengharapan meski banyak yang membenci karena kebenaran yang dipegangnya teguh.
12. Tuhan akan selalu menguduskan dan menguatkan muridNya dalam tugas pelayanan di tengah dunia ini, sehingga tetap teguh dala miman, walau banyak kebencian mengitari hidup para hambaNya. Dengan demikian firman Tuhan tidak akan berhenti diberitakan, dari satu generasi ke generasi berikut, terus berlanjut, sebab tuhan sendiri yang mengutus. Seperti Engkau mengutus Aku, demikianlah Aku mengutus mereka. Utusan Tuhan akan selalu dituntun dan diarahkan dalam pemeberitaan, akan selalu dikuatkan melampaui persoalan (Matius 10, 16; Efesus 5,25-26; Yoh 15,3; Mzm 119, 9; 1 Tes 5,23).
13. Dia menguduskan diriNya dengan menyerahkan hidupNya sendiri di kayu salib, supaya melalui hidup Yesus, menjadi tiruan bagi umatNya yang bekerja dan melayani di dunia ini. Kematian Yesus adalah simbol kekuatan bagi orang percata, bahwa Dia mampu mengalahkan maut dengan kebangkitanNya (Yer 12,3; 1 Korint 1,30).
14. Yesus mendoakan orang percaya dan orang yang akan percaya. Doa ini berarti supaya para murid serius dalam pemberitaan injil sehingga firman Tuhan bergulir terus sampai ke ujung bumi. Disamping itu, jangan kita melihat sisi buruk dari orang lain (the other), bahwa mereka tidak akan percaya kepada Yesus, karena kita masih berharap dari mereka sebagai persekutuan orang yang akan percaya (1 Korint 15,10).
15. Yesus juga berdoa supaya kerukunan/kesatuan orang percaya adalah kesatuan yang diikat kasih Kristus yang diutus Bapak ke dunia ini. Jika manusia bersatu, maka dunia akan tentram, aman sejahtera, tetapi jika manusia tidak bersatu, maka dunia ini pun akan pecah (istilah orang Indonesia dalam merebut kemerdekaan; bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh). Kesatuan dalam kasih melampaui perbedaan, maka bersatu dalam kasih membuat keutuhan selama hidup, tetapi jira dipersatukan kepentingan akan mudah retak. Janganlah kesatuan denominasi menjadi sumber perpecahan umat percaya. Kita akan menemukan jawaban doa Yesus dalam kehidupan orang percaya di dunia ini, di mana umatNya menjalin kesatuan dan persatuan dala miman, kasih dan pengharapan kepada Yesus Kristus, Tuhan kita (Kisah 4,32; Rom 12, 10). Artinya, meskipun ada perbedaan bahkan pertentangan, jangan sampai kebencian berakar dalam diri kita.
16. Kesatuan bukan soal uniform, tetapi bersatu dalam pemikiran demi kemajuan gereja Tuhan, merencanakan kebaikan untuk kehidupan bersama, saling menerima dan mendahului dalam kasih, saling menghirmati dan merendahkan hati. Nilai kesatuan akan hilang bila satu sama lain saling menonjolkan diri dan sok tahu akan semua hal, atau berkeinginan mencoai orang lain dan menghakimi, memberi kesimpulan tentang hidup orang lain. Bersatu satu hati satu suara, tetapi tidak menghilangkan kebenaran (bukan bersatu unuk korupsi atau memusuhi orang lain).
17. Dampak dari kesatuan yang dibangun di dasar iman kepada Yesus adalah keindahan dan hidup rukun dengan sesama. Semoga kasih Tuhan membangun persekutuan yang benar di gerejaNya, dan kita sebagai tubuh Krisyus boleh mengembangkan kasihNya dalam membangun hidup bersama dengan orang lain.