Sabtu, 28 November 2009

Bilangan 24, 15-17

1. Di era tekhnologi informatika ini, ketika logika lebih diutamakan, sulit menerima nubuatan jika tanpa pembuktian. Pembuktian menjadi sangat penting dalam mempengaruhi orang lain mempercayai yang kita anut. Menjadi kristen harus dapat membuktikan Allah secara logika, membuktikan bahwa Allah telah menjadi manusia. Pemikiran demikian sangat membentuk orang memahami Allah sebagai Allah yang berkuasa. Pemikiran ini pula, membuat manusia lebih tertarik kepada agama yang dapat membuktikan kuasa Allah, melalui penyembuhan, melalui kesuksesan, dll. Tanpa pembuktian menjadi sangat sulit menerima suatu ajaran tertentu.
2. Bileam menubuatkan tentang kedatangan Mesias dengan simbol bintang yang muncul dari Yakub dan tongkat yang timbul dari keturunan Israel. Nubuatan ini pun menjadi pertentangan, bahkan bagi para penafsir. Ada yang mengatakan bahwa bintang itu adalah Mesias yang dijanjikan, tetap ada juga berpikir bahwa itu adalah Daud yang pernah menjadi Raja Israel dari keturunan Israel. Bagi orang beriman, nubutan ini adalah penantian akan datangnya Raja yang akan membebaskan mereka dari kekuatan musuh.
3. Pengharapan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan orang beriman. Saat di mana, seseorang menanti impian dan keinginannya terwujud. Pengharapan itulah yang muncul dalam diri bangsa Israel, ketika mereka lemah dan dilecehkan bangsa lain. Pengharapan itu timbul, saat terjadi pengwahyuan Allah melalui Bileam bin Beor, tentang terbitnya ‘bintang’ dari Yakub dan timbulnya ‘tongkat’ keturunan Israel.
4. Tongkat dan bintang adalah lambang kekuasaan yang akan memberi kekuatan bagi bangsa-bangsa. Saat bangsa Israel menjadi tidak begitu penting dalam pandangan bangsa lain, dalam hubungannya dengan dunia luar (hubungan internasional), di mana kekuasaan bangsa lain sedang bertumbuh, dan kekuatan mereka melemah. Janji itu akan datang kekuasaan baru yang akan memenangkan mereka, di mana Allah bertindak membangun kerajaan baru untuk menjadikan mereka menjadi bangsa besar, bagian penting bagi bangsa lain.
5. Bileam menjadi alat Tuhan mengucapkan sanjak tentang bintang yang terbit dari Yakub dan tongkat kerajaan yang akan timbul dari Israel. Sanjak ini menunjuk pada masa depan bangsa Allah, di mana kekuasaan besar akan menaungi mereka. Cahaya bintang yang terbit akan membebaskan mereka dari kegelapan, tongkat yang teguh akan membimbing jalan mereka. Sanjak ini terjadi bukan prakarsa Bileam sebagai pribadi, tetapi prakarsa Allah dalam menyatakan kuasaNya di dunia. Nubuatan tidak bersumber dari manusia, tetapi dari dorongan Roh kudus yang berdiam dalam diri manusia, sehingga lidah dan bibir Bileam dapat mengungkapkan kebenaran Allah, walau sesungguhnya dia merancang kata-kata kecelakaan untuk bangsa Israel, sesuai dengan keinginan Raja Moab. Tapi yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran, pekerjaan Allah dalam memelihara kehidupan bangsaNya.
6. Bileam menyuarakan maksud Allah, bukan maksud manusia, dia tidak tergoda dengan suap dari penguasa Moab ketika itu, sebab hatinya lebih terpaut pada kekuatan Roh Allah, sehingga suaranya adalah suara kebenaran. Harta, emas dan uang tidak membuat dia menjadi tunduk pada manusia, sebab emas perak dan uang, bukan jaminan untuk hidup di dunia yang membenci bangsa Allah, tetapi jaminan hidup adalah janji Tuhan bahwa akan datang Raja yang membebaskan dan menghidupakannya umat dalam perjalan menuju masa depannya.
7. Ay. 16, menjelaskan bahwa nubuatan Bileam terjadi setelah terbuka matanya dan telah mendengar firman Allah. Bileam dapat merasakan dan mengenal yang Mahatinggi, ketika roh bekerja dalam dirinya, membuka mata dan telinganya. Pekerjaan Roh ini memampukannya melihat dan mendengar maksud Allah atas kehidupan bangsaNya. Tersingkapnya rahasia Allah dalam diri seseorang, terjadi karena kuasa Roh Kudus bekerja, memberi hikmat kepada manusia dalam mengerti akan masa depannya.
8. Bileam belum melihat peristiwa itu terjadi, tetapi ada keyakinan bahwa bintang itu akan terbit dari Yakub dan tongkat itu akan timbul dari Israel. Perbuatan Allah harus diimani bukan dilogikakan. Meski belum terbukti, tapi pengenalan akan keMahakuasaan Allah membuat hati kita percaya dan mengimani. Allah kita adala ya dan amin.
9. Abraham pun, tidak melihat perbuatan Allah dalam hidupnya. Abraham tidak melihat keturunan yang dijanjikan Allah seperti bintang di langit banyaknya. Tapi Abraham menyakini janji itu, dan memegang imannya teguh. Iman itu dia pegang sampai mati, dia percaya bahwa perbuatan Allah akan terjadi, walau dia tidak melihat. Imanlah yang membawa dia keluar dari kampung halamannya menuju tempat yang akan diberitahukan Allah. Dia percaya pada firman Allah walau tidak mengerti. Keyakinan seperti inilah yang dinubuatkan Bileam. Dia belum melihat tentang bintang dan tongkat yang diwahyukan Allah, namun dia sudah bervisi (memandang) kejadian itu, meski bukan dari dekat. Dia bervisi pada ribuan tahun kemudian tentang Mesias yang datang ke bumi. Iman seperti ini berbeda dengan Thomas yang tidak dapat percaya sebelum melihat bukti dari kebangkitan Yesus, sebelum melihat bekas paku di telapak tangan dan kaki Yesus.
10. Pada minggu advent pertama ini, Tuhan menjanjikan bahwa bintang itu akan terus bersinar menuntun kita menuju masa depan, seperti bintang timur yang menuntun orang Majus menuju kadang domba, melihat bayi Yesus yang lahir. Tongkat kekuasaanNya akan terus tegak memenangkan kita dalam pertarungan melawan kuasa-kuasa si jahat. Bintang itu tidak akan redup, tongkat itu tidak akan patah, karena Dialah yang Mahatinggi, yang melampaui segala kuasa di bumi dan di langit.
11. Pergumulan kita sebagai umat percaya di dunia ini boleh saja membebani dan membuat kita bergumul. Kita menderita dengan ketidak-pastian hukum, ketidak-adilan sosial, penindasan secara politis dan ekonomi, ketidak-nyamana tinggal di tempat di mana kita tercatat sebagai warga negara, ketidak-bebasan beribadah di negara beragama. Kita dilecehkan seperti warga negara kelas dua, dengan tidak memberi izin membangun gereja. Kita dilarang beribadah di gereja yang sudah kita dirikan atas berkat Tuhan. Kita meraung ketika rumah ibadah kita ditutup dengan paksa. Akankah kita menjadi undur mengimani Tuhan sebagai yang Mahatinggi? Akankah kita meragukan terbitnya bintang timur yang menuntun kita di jalan yang berliku? Akankah kita berhenti menyuarakan kebenaran?
12. Bileam adalah gambaran orang percaya, teguh dalam kebenaran, mengimani janji Tuhan, percaya bahwa Tuhan pasti datang. Advent adalah penantian akan kedatangan Tuhan dalam tindakan dan karyaNya memenangkan orang-orang percaya. Tuhan akan datang membawa kita memasuki lingkaran takhtaNya, di mana kita akan berhadapan dengan takhta itu, dan malaikatNya menyanyikan gita surga dari orang-orang yang menang. Penantian akan kedatangan Mesias yang dijanji, menguatkan kita untuk terus bertahan di dunia yang penuh penderitaan. Penantian itu membuat kita kuat melintasi jalan yang berliku, dan kita akan menang, sebab ketika Allah bertindak, siapa yang dapat menghalangiNya (Wahyu 22,16-20). Itulah iman, percaya akan kedatangan Mesias, bahwa Dia memenangkan orang percaya, membawa keluar dari dunia yang penuh dengan kekacauan. Amin. Selamat advent, Tuhan

Jumat, 20 November 2009

Yohanes 11,25-26

“Apakah kamu percaya?”
1. Hari ini saya mendengarkan kesaksian keluarga, tentang muzijat yang Tuhan nyatakan dalam hidup keluarga mereka. Pada usia delapan bulan kehamilan si ibu, dia terserang demam berdarah. Resiko adalah kematian ibu dan bayi bila trombosit di bawah 30rb. Namun Tuhan berkehendak lain, operasi boleh berjalan yang mustahil dilakukan pada orang yang memliki trombosit rendah, bayi yang divonis mati, beberapa saat kemudian, ketika keluarga sedang membicarakan acara penguburan, dokter menyatakan bahwa bayi itu hidup dan minta maaf karena sebelumnya telah dikatakan meninggal. Dokter itu tercengan, sambil menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mayat berkata:’kog bisa ya?’.
2. Tuhanlah kebangkitan dan hidup, maka tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, semua boleh terjadi, kalau Tuhan telah menyatakan kuasa kehidupanNya.Bila kita berpikir bahwa kematian adalah akhir dari semua kehidupan. Mati stop atas hidup. Maka Yesus yang adalah kebangkita dan hidup berkata lain, bahwa di balik kematian itu, ada kehidupan.
3. Pada minggu ini, sesuai dengan kalender tahun gerejawi, sebagai kalender akhir tahun Gereja. Sebahagian Gereja Prostestan, khususnya yang berlatar belakang suku Batak, akhir tahun gereja ini dipakai juga sebagai saat mengenang orang-orang yang mendahului kita pergi ke rumah Bapak (“Parningotan ni angka na monding”). Dengan membacakan nama-nama yang meninggal sepanjang tahun gereja ((Nop-2008-Nop 2009) ini, hendak mengingatkan orang percaya bahwa kita juga akan meninggal seperti mereka. Im Memoriam: ingatlah akan hari kematianmu, benahi diri menyambut kedatanganNya.
4. Di akhir tahun Gereja ini banyak orang yang bersedih mengenang mereka yang dikasihinya, yang telah mendahului mereka, seperti Marta dan Maria, saudara Lazarus, di mana saudara lelaki mereka ini telah meninggal empat hari lalu saat Yesus mengunjungi mereka. Marta dan Maria meyakini bahwa Yesus sanggup memberi khidupan bagi Lazarus, seandainya Yesus lebih cepat datang. Kedua bersaudara itu juga percaya sebagaimana keyakinan Yahudi ortodoks bahwa ada kehidupan di balik kematian masa kini kita. Mereka berharap bukan kehidupan kelak, tapi kehidupan kini, seandainya Yesus bersama mereka.
5. Pernyataan mereka dijawab Yesus: dengan ‘"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" Yesus tidak bermaksud bahwa semua orang akan hidup selamanya atau akan bangkit secara jasmaniah seperti Lazarus pada hari keempat, tapi suatu pemikiran tentang kehidupan ke dua, hidup dalam pemeliharaan Allah di rumah kekekalan. Orang kristen akan mengalami kematian jasmani seperti orang lain, tapi kita mengimani makna hidup di dalam Yesus melebihi arti yang jasmaniah.
6. Bila kematian adalah stop dari kehidupan dalam pemahaman duniawi kita, tapi bagi orang percaya kematian menjadi awal baru, awal kehidupan di rumah kekal. Maka tidak heran kalau Daud dalam mazmurnya (Mzm 23,6; 27,4) berkata: aku rindu berdiam di rumah Bapak, karena tujuan hidupnya bukanlah di dunia ini tapi ke rumah yang kekal.
7. Pemikiran Yesus tentang kematian, dalam dosa: “Jika seseorang mati di dalam dosa, dia akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam kehidupan, Aku dapat menghidupkan ia kembali’. Firman ini meneguhkan kepercayaan kita bahwa kehidupan masa depan kita ditentukan oleh kemurahan Tuhan belaka. Kehidupan kita masa depan bukan hasil perjuangan kita, tetapi bagaimana kita merespon kebaikan Tuhan di masa kini dengan mengisi hidup kita dengan yang baik, sehingga kita boleh bersama orang yang percaya dan memenangkan pertarungkan di dunia bersekutu di depan takhta Bapak (bnd. Epistel: Wahyu 7,9-17).
8. Yesus berkata pada Marta dan Maria: “Akulah kebangkitan dan hidup”. Pernyataan ini menjamin hidup kita, tapi sekaligus mengingatkan kita supaya tidak menangisi kematian itu, sebab melalui Yesus masih ada pertemuan raya di rumah Bapak, sebagaimana nyanyia dalam BE ‘sai masipaidaan do na porsea i, dung sahat be langkana tu hasonangan i, tu hasonangan i...’. Kematian bukanlah akhir, walau kita stop melakoni hidup, tapi di balik kematian ada hidup, dan kita sampai ke tempat pertemuan itu melalui Yesus yang membawa keselamatan dengan kebangkitanNya sebagai awal kebangkita semua orang.
9. Im Memoriam: Ingatlah kematianmu, benahilah dirimu, sambutlah Dia, JuruSlamatmu!

Jumat, 13 November 2009

2 Timoteus 1, 6-13

Menjadi Saksi
1. Seorang teolog pernah berkata di akhir hidupnya: ‘Saya menyesal selama ini saya terlalu banyak membahas tentang iblis. Seandainya hidup ini saya isi dengan membahas, memikirkan dan menulis tentang Yesus Kristus, betapa banyak orang yang terselamatkan’. Pengakuan ini mengingatkan orang-orang kristen agar mengisi hidupnya dengan baik, benar dan sesuai dengan karunia Allah yang diterima.
2. Kadang-kadang kita juga mengalami kehidupan yang terlalu banyak memikirkan yang negatif tentang hidup, tentang orang lain, sehingga waktu untuk yang positf menjadi sedikit. Seorang motivator etos kerja pernah berkata: bangunlah pikiranmu dengan yang positif, maka tindakanmu otomatis akan berlaku positif. Artinya, pertumbuhan spiritual orang yang berpikir positif akan semakin cerdas dan tajam dalam memaknai hidup. Tapi saya sering melihat orang yang selalu melihat sisi negatif dari sesamanya. Ketika ada orang menulis nats Firman Tuhan di status facebooknya, tiba-tiba ada orang yang menanggapi, ‘apakah firman yang kau tulis itu sudah sesuai dengan tindakanmu, atau itu hanya kemunafikan?’ Aneh, ketika seseorang pun membiasakan diri dengan membaca Firman, kita melihat itu sebagai yang negatif, sehingga muncullah orang-orang kristen yang hanya memperdebatkan Firman Tuhan , bukan menghidupinya. Padahal, saya merasa masih ada yang berpikir negatif dalam memahami Firman Tuhan, sehingga cenderung sisi negatif pemberita Injil yang dibicarakan, bukan injil itu.
3. Paulus yang mengisi hidupnya dengan yang baik dan benar, yang berpikir secara postif tentang keselamatan dan anugerah Tuhan, setelah dia mengenal Kristus, di akhir hidupnya pun, di mana dia sedang berada di penjara Roma, tetap mengucapkan, membicarakan kebaikan. Dia tidak mempersoalkan derita yang dialami dalam memberitakan injil, atau kelemahan fisiknya karena berada di penjara pada masa tuanya, sebaliknya dia menasihati Timoteus, anak rohaninya supaya tetap mengobarkan karunia Allah dalam dirinya. Supaya terus semangat atas penyertaan Roh yang menguatkan menyala-nyala dalam hidupnya. Walaupun hidup Paulus hampir berakhir, dia tetap mengingatkan Timoteus dalam surat kirimannya, agar jangan malu, takut dan gentar dalam memberitakan Injil. Paulus memang sangat mengenal Timoteus sebagai seorang yang muda, dengan pembawaan pendiam, pemalu dan agak penakut. Paulus menguatkan dalam kasihnya pada Timoteus agar tidak pernah undur mengobarkan karunia Allah yang dicurahkan padaNya, walaupun dia akan meninggalkan Timoteus bekerja sendiri dalam memberitakan injil.
4. Ada tiga catatan penting yang dituliskan Paulus untuk Timoteus:
• Mengobarkan Karunia Allah : Kerasulan (tumpang tangan menjadi hamba) merupakan tanggung jawab. Bila Timoteus telah menerima tugas dan tanggung jawab itu, maka dia akan terus semangat dalam tuntunan ROH yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban dalam dirinya. Dia akan mengobarkan karunia itu dalam menjalankan tugasnya, dalam memberitakan injil, karena Allah tidak mengaruniakan roh ketakutan padanya, Roh keberanian. Paulus menyemangati Timoteus agar tetap semangat, walau mungkin di hadapannya penuh tantangan.
• Jangan malu: Tidak sedikit orang yang malu menyaksikan Tuhan. Tapi tidak sedikit juga yang bangga menjadi orang kristen. Mungkin kita pernah melihat dan mendengar, ketika ada artis atau atlit yang memenangkan pertandingan, dan berkata dengan berani tanpa rasa malu, ‘Terima kasih Tuhan Yesus’. Kalimat itu sederhana, tapi memuat suatu penginjilan besar, bahwa apapun yang dia miliki, apaun yang dimenangkan, itu bukan karena kekuatannya, tapi karena Kristus memberi talenta, memberi keberanian, memberi hikmat dalam memperjuangkan anugerah yang terus mengalir dalam hidup manusia. Kalimat itu merupakan pernyataan yang tegas dalam moment yang tepat tanpa ragu-ragu memperkenalkan Tuhan yang mereka imani. Tidak harus dengan cara yang sama kita menyaksikan Tuhan yang kita imani, tapi kita terpanggil dan bertanggung jawab dalam tugas dan kesempatakan kita masing-masing memberitkan dan menyaksikan Tuhan yang memelihara dan menganugerahi kita karunia.
• Panggilan Kudus: Tiap-tiap orang terpanggil untuk menyatakan bahwa Dia menyelamatkan dan memanggil kita menjadi saksi-saksi. Panggilan itu, bukan karena berdasarkan perbuatan kita, tapi berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya dalam Yesus Kristus sebelum permulaan zaman, dengan mematahkan kuasa maut, untuk mendatangkan hidup yang tak binasa. Untuk memberitakan itu, kita terpanggilan dalam panggilan kudus menjadi saksi, pemberita injil, rasul dan guru.
5. Dari tiga catatan di atas, perlu kita ingat, bahwa Tuhan memperlengkapi kita dengan roh keberanian, roh yang membangkitkan kekuatan kasih dan roh mentertibkan diri (Sofronismos: Pengendalian diri dalam menghadapi kefanikan atau hawa nafsu). Inilah ciri khas kekristenan; keberanian terus menerus karena keyakinan bahwa Tuhan bersama-sama dengan orang yang melakukan tugas panggilannya. Kekuatan dan keberanian oleh Roh membuat kita tidak malu, setia dalam iman melewati berbagai persoalan, sehingga sanggup melewati titik yang menghancurkan, bukan menjadi hancur. Kekuatan itu juga mempertahankan kasih berjalan dalam diri kita, sehingga tidak mudah putus asa dan undur tetapi tetap semangat dengan berlaku tertib. Apapun yang kita hadapi, tidak mengendurkan semangat, sebab roh pengendalian diri menguatkan kita dalam memahami tindak ketidak benaran yang kita hadapi.
6. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesetiaan pada injil akan menghadapi banyak kesulitan, dan Timoteus harus menghadapi ini, tetapi sebagaimana Paulus telah alami dia mengatakan bahwa injil adalah injil keselamatan, injil pengudusan. Injil tidak hanya menyelamatkan manusia dari dosa masa lalu, tapi sekaligus memanggil untuk hidup dalam kekudusan. Barclay dalam buku tafsirannya mengangkat dua contoh tentang injil yang menyelamatkan dan menguduskan:
• Seorang penjahat New York, terakhir dipenjara karena perampokan dan kekerasan, hendak merampok lagi, tapi sebelum bertemu dengan sekutunya, dia mencopet dompet seseorang. Ketika diperiksa isi dompet itu, dia menjadi muak karena berisi alkitab Perjanjian baru. Sambil menunggu teman-temannya, dengan malas-malasan dia membuka-buka alkitab itu dan membacanya. Ada banyak kalimat yang membuat dia terpukau, sehingga ia membaca dengan sungguh-sungguh. Beberapa jam kemudian, dia menemui teman-temannya, dan memutuskan hubungan dengan mereka.
• Seorang pemuda Arab di Aleppo, bertengkat sengit dengan mantan temannya. Ia menceritakan kejadian ini kepada seorang pemberita injil dan mengakatan sangat benci pada temannya itu dan akan membalasnya, bahkan kalau perlu akan membunuhnya. Suatu hari pemuda itu bertemu lagi dengan penginjil itu dan menyuruhnya membeli kitab Matius. Untuk menyenangkan hati penginji itu dia membeli tapi tidak membacanya. Ketika dia akan tidur malam, kitab itu jatuh saku celananya, dia memungut dan mulai membaca; ketika sampai pada kalimat: kamu telah mendengar yang difirmankan pada nenek moyang kita dulu, ‘jangan membunuh...’: tetapi aku berkata, setiap orang yang marah pada saudaranya akan dihukum. Firman itu membuatku teringat pada teman yang kubenci, aku gelisah luar biasa, sampai aku bertemu kembali pada ayat yang mengatakan, ‘datanglah kepadaKu, hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat, karena Aku akan memberi kelegaan kepadamu’. Sukacita dan kedamaian memenuhi hatiku dan kebencian pun lenyap.
7. Dua contoh di atas hendak mengingatkan kita bahwa Injil tidak hanya menyelamatkan, tapi memasuki hidup kita untuk keluar dari hawa nafsu masuk ke dalam panggilan kudus dalam kehidupan yang benar sebagai penampakan kesaksian kita pada dunia sekitar. Artinya injil didengar, dipahami, diubah dan siap untuk meninggalkan dosa masuk pada pengampunan Kristus untuk boleh menjadi pengampun. Injillah yang mengubah mantan narapidana New York dan seorang pemuda di Aleppo. Injillah yang menguduskan hati pemuda di Apello sehingga mau mengampuni.
8. Injil adalah anugerah, ketika injil disaksikan itu berarti kita menyampaikan maksud Allah kekal akan kehidupan manusia dan dunia ini. Kita menerima injil untuk kita saksikan bagaiaman injil telah menyelamatkan dan menguduskan hidup kita, sehingga dalam panggilan kudus itu, kita menjdai berani menyatakan pengalaman kita pada orang bebal, orang bermata tapi tidak melihat, orang yang bertelinga, tapi tidak mendengar. Ke tengah-tengah kumpulan orang bebal dan jahat sekalipun (Yes 43,8-13) kita tidak akan takut menyaksikan kuasa anugerah yang kita alami, karean Dia lah Tuhan, yang sebelum dan sesudahnya tidak ada seperti Dia. Dialah Tuhan yang menguatkan dan memberi tumpangan tangan pada kita, sehingga tidak takut untuk menyaksikan pengalaman iman kita bersamaNya.
9. Tuhan memilih kita menjadi hamba dan saksiNya (Yes 43,10), itu berarti Tuhan mengamugerahi kita dengan kedasyatan yang luar biasa kepada bangsa-bangsa bebal, kepada bangsa yang mengukir batu dan kayu untuk disembah, dan Tuhan akan menguatkan dan menyertai kita. Tak seorang pun yang bisa menghalangi kesaksian kita atau keluar dari tanganNya ketika Allah telah bertindak. Oleh karena itu beritakanlah injil baik atau tidak baik waktunya. Katakanlah kesaksian yang benar dan jujur atas sebuah kejadian yang kau alami, sehingga tidak ada korban saat kita menyimpan kebenaran itu.
10. Bila injil telah menjadikan Paulus menjadi guru dan Rasul, maka kita juga akan menjadi utusan Tuhan di dunia ini, khusus di negara kita yang penuh dengan rekayasan ini untuk mengatakan kebenaran Kristus. Kita terpanggil dengan injil yang menguduskan menjadi saksi kristus di mana pun kita berada. Selamat menyaksikan anugerah Tuhan Yesus Kristus, Tuhan me

Jumat, 06 November 2009

Yesaya 58,4-12

“Puasa, Suatu Pembelajaran tentang kebenaran Hidup”
1. Suatu waktu, saya pernah melihat lelaki tua yang rajin berpuasa berebut makanan dengan beberapa orang yang lebih muda darinya di acara pesta adat. Saya melihat dari jauh, sungguh memalukan di usia senja harus berebut makanan, bersaing dengan yang muda karena tidak dapat menahan rasa lapar. Dia mempertaruhkan dirinya untuk sepiring nasi, padahal dia sering lapar karena berpuasa. Itu mungkin latar belakang mengapa Paulus pernah berkata, kalau mau ke pesta, ikatlah pinggangmu dengan kencang supaya kalau lapar tidak berebut seperti orang rakus.
2. Puasa merupakan bagian dari peribadahan hampir semua agama. Kekristenan juga mengenal puasa (Yunani: nesteia: ne=tidak; istea=makan. Lukas 18,12), bahkan Yesus sebagai Guru besar orang Kristen itu pun berpuasa selama 40 hari, 40 malam. Dengan berpuasa Yesus hendak menyampaikan pada pengikutNya supaya * bersikap merendahkan hati; * menyatakan rasa kasih pada Tuhan; * mendisiplinkan tubuh dari keinginan daging (menyangkal diri), menaruh simpati pada sesame yang miskin; *Meminta jawaban dari Tuhan untuk masalah yang kita hadapi. *Mengusir setan. Jadi, puasa bukan sekedar tidak makan dan tidak minum, tetapi dengan puasa, kita mengerti penderitaan orang yang lapar karena tidak ada makan atau karena kemiskinan; dengan berpuasa kita kuat melawan godaan, kita tidak akan memperebutkan makanan, tetapi mau menunggu, antri sesuai dengan barisan, karena saat kita lemah akan banyak menggoda iman kita, tetapi apakah kita dapat mengendalikan diri? Saat berpuasa kita boleh menyisihkan makanan yang harusnya kita makan untuk dibagikan bagi orang yang berkekurangan.
3. Umat Jahudi juga melakukan puasa. Ada persoalan yang muncul saat berpuasa, yaitu terjadi perbantahan, perkelahian dan memukul dengan tinju. Ada tindak kekerasan saat melakukan ibadah puasa. Allah hendak menyatakan puasa tidak sekedar tidak makan dan tidak minum, tetapi melampaui dari itu, di mana dengan berpuasa kita menjadi kuat menahan nafsu amarah, meskipun kita lapar dan haus, bahkan saat di gurun pasir. Memang seseorang yang lapar akan mudah jatuh ke pencobaan, makanya sering kita dengar, karena lapar orang mau menyikut, mencuri, bahkan membunuh. Tetapi dengan berpuasa (dari kata puasa dalam bahasa Ibrani: Tsum, inna natsyo: merendahkan diri di hadapan Allah. Imamat 16,29+31; 23, 27-32), lapar tidak membuat kita menjadi marah, sebaliknya akan semakin rendah hati, lemah lembut dan memikirkan orang yang belum makan.
4. Ketika terjadi kemorosotan iman dan moral orang Israel yang telah masuk ke Yerusalem, setelah kembali dari pembuangan Babel, Yesaya menyampaikan pada bangsa itu, supaya kembali pada peribadahan yang benar, membenahi iman dan tidak hanya mementingkan diri sendiri. Memang mereka rajin melakukan ritual ibadah, termasuk berpuasa, tetapi ibadah itu tidak membawa dampak dalam pembangunan iman mereka. Mereka beribadah, tetapi rumah Tuhan yang hancur tidak dibenahi sebaliknya, rumah mereka yang lebih dahulu di bangun. Ibadah demikian tidak dikehendak oleh Tuhan yang membawa mereka keluar dari pembuangan, bahkan dalam ay.8 dikatakan, suara mereka tidak di dengar jika ibadah itu hanya rutinitas yang tidak membawa baik dalam hidup mereka dan lingkungan mereka. Koor yang telah dilatih bertahun-tahun dan sangat indah tidak di dengar Tuhan kalau itu hanya sekedar numpang manggung di gereja. Itulah yang dikatakan Nabi Amos dalam pasal 5; ‘Aku benci ibadahmu, Aku benci persembahanmu, jika tanpa keadilan’.
5. Tuhan sungguh menghendaki ibadah puasa, di mana pada hari puasa menjadi hari merendahkan diri, membuka belenggu kelaliman, melepaskan tali untuk memerdekakan orang yang teraniaya, memecah rotimu untuk orang lapar serta memberi pertolongan bagi orang miskin (ay. 5-7). Saat berpuasa akan nampak dalam dirinya terang seperti fajar, lukanya pun akan pulih karena telah dimenangkan dengan perbuatan baik dan kepedulian terhadap lingkungan.
6. Banyak orang Kristen tidak terlalu terikat dengan ibadah puasa oleh karena berbagai alas an, tetapi ada yang tekun dan saleh dalam peribadahannya. Apapun pilihan seseorang itu boleh diterima sejauh kekristenan itu terus menggemakan kebenaran di tengah kelaliman yang terjadi.
7. Di Negara kita muncul berbagai istilah saat ini tentang bobroknya moral dan hokum Negara. Ada yang menjadi saksi dusta dengan berbagai rekayasa untuk suatu scenario yang mendukung kebebasan dari hukuman, ada yang disebut sebagai mafia peradilan, dsb. Yang menjadi pertanyaan, sebagai umat beragama apakah sumbangsih kita untuk emmbongkar kelaliman ini? Apakah makna kita dalam membebaskan orang yang teraniaya? Mungkin sebagian sudah mengatakan bahwa sudah ada yang berwewenang untuk itu, sebagaian ambil bagian dengan mendukung kelompok tertentu dalam sebuah gerakan agar keadilan ditegakkan, dsb. Tetapi, saat ini kita terpanggil agar ibadah, doa dan puasa kita boleh membawa dampak untuk kepedulian social, untuk suatu kehidupan yang mau berbagi. Istilah yang digunakan Rasul paulus dalam 2 Korintus 9,6 agar mengingat hokum tabor tuai, menabur sedikit, sedikit yang dituai, menabur banyak, melimpah tuaiannya. Menabur dalam kasih akan mendapat damai sejahterah, menabur dalam daging akan dihancur oleh keinginan dagingnya.
8. Puasa bukan untuk didemonstrasikan, tetapi sebuah keheningan, meditasi, dan berdiam diri merendahkan hati, tunduk secara hormat pada Tuhan. Ketika puasa didemonstrasikan, maka dia akan menunjukkan muka murung seperti orang lapar, sebaliknya, ketika puasa menjadi keheningan, dia akan tetap segar dan lincah melakukan kebaikan (ay 10), sehingga hidupnya bagi sesama seperti terang yang terbit pada kegelapan. Di keheningan yang berbuat itulah Tuhan mendengar suaranya, mendengar keheningannya, karena Tuhan yang menuntunnya melewati jurang maut, dan membebaskannya dari godaan yang mengitari hidupnya.
9. Inilah ibadah sejati, ibadah puasa yang berkenan di hadapa Tuhan: terbuka memberi pertolongan dalam doa dan perbuatan, dalam kata dan pikiran, dalam ibdah dan pekerjaan.
10. Selamat beribadah!