Minggu, 25 Januari 2009

Doa Pengampunan dan Dosa yang Berulang

Hari ini (Minggu, 25 Jan 2009), saya punya pengalaman yang sedikit lucu. Saya khotbah di salah satu Gereja HKBP di Resort Surabaya. Dalam acara ibadah liturgis mengalami beberapa kesalahan, dan suara jemaat kedengaran menyambut kesalahan itu dengan sedikit bisik-bisik yang sinis (mungkin sang liturgis sudah biasa berbuat salah, kale...). nah... persoalannya bukan pada kesalahan tersebut, tetapi setelah ibadah selesai, sang liturgis menutup dengan doa di ruang konsistori. Dengan hati sendu, beliau berdoa untuk dirinya sendiri mohon diampuni, dan dituntun oleh Roh Tuhan jika sedang menjadi liturgis pada ibadah minggu bahasa Indonesia, sehingga tidak melakukan kesalahan. Beliau juga mengaku bahwa mungkin itu karena masa lalunya yang kurang baik sehingga berdampak pada pelayanannya saat ini. Saya juga, sebagai Pendeta terenyuh mendengar doa pengakuan tersebut, dan saya dukung doa itu dalam hati, agar kiranya Roh hikmat memimpinnya setiap kali menjadi pemimpin ibadah. Tapi ironinya, setelah doa selesai, dan belum membuka jubah (baju tohonannya), dia sudah marah ke teman-temannya parhalado, beliau berkata:’jika saya tidak datang sermon hari jumat saya jangan ditugaskan sebagai liturgis, saya tidak ada persiapan’. Salah seorang dari majelis menjawab, ‘loh kan sudah ada jadwal, bisa dilihat kapan kita punya tugas’, yang lain juga berkata, ‘Pak Pendeta kan sudah memberitahukan bahwa bapak yang bertugas hari ini, kenapa tidak dipersiapkan?’ Dengan marah beliau berkata:’kalau saya tidak datang sermon, itu berarti saya punya banyak pekerjaan di kantor. Bisa saja saya pulang sore atau malam, seperti tadi malam saya pulang jam 11, maka tidak ada persiapan!’ masih banyak perdebatan lain mengenai hal itu. Saya hanya berpikir, bagaimana mungkin doa yang begitu khusuk kepada Tuhan, tapi hati penuh kemarahan pada sesama? Saya sering melihat orang yang begitu intim dan baik hubungannya kepada Tuhan, tetapi dia tidak punya intimitas yang baik pada sesamanya. Kita ingin diampuni oleh Tuhan atas kesalahan kita, tetapi kita tidak mau mengampuni atau minta ampun pada sesama. Saya jadi ingat pada teman saya di STT HKBP, Entelina Butarbutar, dia selalu bilang ke salah seorang teman kami yang cepat minta maaf tapi mengulang kesalahan lagi, dia bilang ‘kerjamu minta maaf saja, tapi terus melakukan kesalahan!’ kadang-kadang kita memahami sebagai seremonial belaka, sehingga kita sulit berubah dan melakukan kebaikan walau kita telah minta maaf. Kita berani berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan, tapi hati kita penuh amarah, seolah-olah Tuhan tidak melihat hati. Itulah hidup. Dan setelah saya hubungakan pengalaman itu dengan khotbah hari ini (Bilangan 22, 21-35), saya menjadi terkesan pada Bileam, begitu dia sadar atas kesalahannya, dia bersujud dan berubah, sehingga dia diizinkan pergi oleh Tuhan dengan syarat mau berubah ke arah yang semakin baik dan hanya melakuakan apa yang Tuhan perintahkan. Dan ini kesimpulan bagi saya, jika kita mohon pengampunan, dibutuhkan komitmen untuk konsisten pada keputusan tersebut. Diampuni supaya menjadi alat pengampunan Tuhan ditengah dunia. Selamat menerima pengampunan dari Tuhan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar