Kamis, 28 Januari 2010

Persahabatan

Pukul enam pagi. Dua wanita bermantel sedang berjalan-jalan di pagi hari. Mereka berjalan kaki sambil mengobrol tentang persahabatan dengan orang-orang penting dalam hidup mereka: suami, anak-anak, teman kerja. Sesekali mereka saling menepuk bahu, menghentikan langkah, saling memandang, lalu tertawa. Seorang lelaki tua, berusia sekitar tujuh puluhan, memakai topi ski oranye menyala, berjalan melewati kedua sahabat itu, tersenyum dan berkata, 'kalian seperti sedang menari ballet bersama.' Memang benar, sabagi sahabat, mereka menari dalam harmoni, saling mendengarkan, menguatkan dan memberi masukan. (Anonim. Dari In the Company of friends).

Hidup adalah perjalanan dalam membangun persahabatan.
Saya membangun pesahabatan dengan memulai perjalanan dari kota kecil yang cantik di tepi danau toba. Saya mengelilingi Pangururan dari sejak lahir hingga menamatkan SMP. Bermain air di danau toba, mendaki ke perbukitan, berlari-lari ke aek rangat, keliling samosir dengan naik kapal. Dari Pangururan yang teduh (tapi tidak lagi untuk sekarang), kuteruskan perjalananku ke Medan membangun asa di SMA K Cahaya. Masa remaja yang penuh perjuangan, tanpa ayah dan ibu. Tanpa prestasi yang luar biasa, aku berjalan menuju STT_HKBP Pematangsiantar. Membangun hidup dengan belajar berbagi. Asrama putri STT-HKBP, mengalahkan ego untuk boleh menetapakn langkah yang seirama dengan yang lain.
Ada banyak orang yang singgah, pergi, kembali dan tak pernah bertemu dalam kurun waktu itu. Tetapi ada juga yang tinggal dan melekat di hati untuk seterusnya. Ada yang menorehkan luka, tapi lebih banyak meninggalkan suka, dengan berbagi cerita, saling menepuk bahu, saling memandang lalu tertawa. Ada yang pergi selamanya, ada yang menemaniku sepanjang hari dalam tawa dan tangis. Pematangsiantar bukan tempat perhentian. Di Sibolga Nauli aku mulai tugas pengutusan, sesuai dengan SK penugasan. Di sana saya kadang tertawa, kadang senyum, tapi juga menaham banyak hal yang tidak kusukai, sampai akhirnya aku harus meneteskan air mata, karena harus meneruskan langkah ke Padalarang, Bandung. Menikmati aroma yang berbeda,tapi tetap dengan tawa dan canda, tetap dengan siklus perjalanan seorang anak manusia. Di Tanjung Medan, Tano Tombangan, Padangsidempuan, mengubahku untuk lebih dewasa memaknai hidup. berhadapan dengan dunia yang sangat berbeda dengan latar belakangku. Seorang perempuan muda, berusia 27 tahun harus memimpin orangtua yang telah banyak makan asam garam, memimpin laki-laki batak yang sarat dengan feodalisme. Perjalanan yang dengan susah payah kubangun. Kadang suka, kadang duka, kadang kecewa, kadang marah, tapi persahabatn harus dibangun dengan dasar iman yang teguh. Sesekali aku singgah ke Tarutung mengujungi suami dan anak-anakku, sesekali aku pulang Pangururan, menitipkan anakku ke ompungnya, karena ada tugas lain di luar daerah. Sungguh sebuah perjalanan yang menyenangkan, mengingatkanku untuk hidup yang penuh perjuangan. Dari Tanjung Medan kuteruskan asa, menuju Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Menikmati berkat Tuhan dengan pengutusan study lanjut program pasca-sarjana Sosiologi Agama, yang dibiayai Lutheran World Federation. Sungguh suatu waktu yang berat menjadi seorang mahasiswi dengan dua putri. Tidak itu saja, aku masih harus berjalan ke Semarang, Cilacap, Solo, Yogyakartai, Magelang, Klaten, Boyolali dan daerah Jawa Tengah lainnya meneruskan tugas panggilanku sebagai pendeta. Di Magelang, aku ikut menemani suami sebagai istri pendeta sambil menulis tugas akhir. Di Magelang, sejarah baru lahir, Chrisatya Hotasi Jeremia, putra kami lahir. Apakah cukup melelahkan? Ternyata tidak. Aku meneruskan langkahku dengan tugas sebagai istri, ibu, istri pendeta, pendeta non struktur (freelance), dan membangun ekonomi keluarga dengan membuka usaha dagang. Aku mengantar jemput anak-anak ke sekolah dengan membawa buku sofie marthin dan tupperware, menanyakan orang tua siswa, apa ada yang membutuhkan? aku pergi ke arisan Silahisabungan dan Simanjuntak, dengan membawa sarung tenun ulos dan songket palembang, serta kain kebaya, siapa tahu ada yang berminat. Semua perjalanan itu kuisi dengan membangun persahabatan, yang kadang memberi tawa, kadang menorehkan luka. Di magelang aku menguras tabungan membantu beberapa perempuan membangun ekonomi dengan memberi modal, tapi tak seorang pun yang berhasil, modal mereka justru dipakai untuk membayar utang-utang mereka.
Kini, 3 tahun kurang 2 minggu aku menelusuri kota Surabaya, dari gereja yang satu ke gereja lainnya, dari sektor satu sampai ke sektor empat, dari punguan ina ke punguan marga, dari arisan yang satu ke arisan yang lainnya, dari retreat sekolah minggu hingga retreat orang dewasa. Membangun persahabatan, membangun sebuah harmoni. Mungkin ada yang lewat dan mengkritik langkahku yang tidak seirama, ada juga yang tersenyum, tertawa, menghibur, memuji dan mengejek, tapi aku terus meneruskan tugas-tugasku, menambah usaha dagang dengan menjual pulsa elektrik, mendukung usaha Dosen-dosen Universitas Ciputra, Surabaya (tempat adikku mengajar) dengan urunan membantu petani kunyit di Jatim. Persahabatan itu masih terus berjalan. Aku membangun persahabatab dalam dunia nyata juga dalam dunia maya. Aku ikuti irama langkah orang-orang di sekitar, tapi terkadang aku membuat langkah baru, supaya putaran kakiku tidak merusak harmoni lagu dan gerak.
Persahabatan itu masih berjalan dan akan terus berjalan................ sampai waktu ajal tiba, sambil merenungkan Amanat Agung Tuhan Yesus: " Pergilah beritakalah injil....., aku menyertai engkau sampai akhir zaman!' (Matius 28, 19-20).


Beberapa orang memasuki hidup kita dan segera pergi. Beberapa orang tinggal sejenak dan meninggalkan jejak di hati. Dan kita tidak pernah menjadi orang yang sama lagi lagi. (anonim).

Kamis, 21 Januari 2010

Ulangan 6, 4-9

“ Syema, Yisre’el”
1. Kata syema berarti, dengarlah. Kata ini diucapkan Musa pada pidato pembukaan pengajaran, agar mendengar apa yang hendak diajarkan yang menjadi pedoman hidup bangsa Israel. Dengarlah... membutuhkan ketekunan dan keseriusan. Menjadi pendengar yang baik, harus mendengarkan lawan bicara tanpa memotong atau menggurui, sehingga dapat memahami apa yang didengar. Jika dalam ay. 4a dikatakan syema Yisre’el, berarti orang itu dituntun tekun/serius terhadap apa yang dikatakan. Dalam mendengar kita harus fokus pada apa yang sedang dibicarakan.
2. Pengajaran apakah yang harus mereka dengar? Dalam ay 4b disebutkan bahwa Tuhan Allah itu, Esa. (dalam bahasa asli ada tiga arti untuk kata esa, yaitu: Esa, unik dan melulu), artinya, supaya Tuhan sajah yang melulu dikasihi. Kata melulu lebih tepat karena bukan soal penentangan terhadap ilah, di mana dikatakan tidak ada ilah selain Allah, tapi bagaimana kita mengimani dan mengasihi secara total (melulu) hanya kepada Tuhan yang kita kenal dalam diri Yesus Kristus. satu hal yang jelas dinyatakan bahwa Tuhan itu Esa, inilah perkenalan Allah kepada kita. Tidak ada kekuatan lain, tidak ada siapapun yang akan menjadi Allah diluar diriNya, maka kita akan bergantung sepenuhnya kepadaNya.
3. Karena Allah itu adalah esa, maka bangsa itu, harus melulu, mengasihi Tuhan Allah. Artinya, dari seluruh eksisensi diri kita akan menagasihi, menghormati Dia. Musa menjelaskan kasih itu, dalam tiga bentuk, yaitu:
• Dengan segenap hati : lev: Seluruh perasaan, hati dan pikiran kita melulu hanya mengasihiNya. Dalam kondisi apapun perasaan kita agar hanya mengasihi Tuhan saja.
• Dengan segenap jiwa : nefesy : leher, nafas, hidup. Mengasihi Tuhan harus dari totalitas hidup kita, setiap helaan nafas kita harus mengasihi Dia.
• Dengan segenap kekuatan : Dengan kemauan dan kehendak yang sungguh-sungguh rela dan tunduk pada kehendak Tuhan. Bukan karena paksaan tapi karena kasih yang bulat mengikuti kehendakNya.
4. Ajaran ini merupakan perintah yang harus diperhatikan, harus diajarkan berulang, tidak jemu-jemu dan tidak berhenti. Berulang-ulang dalam rangka menajamkan spritual, sehingga tidak pernah melupakan Tuhan yang membawa mereka keluar dari mesir. Menurut ahli kemampuan seseorang mengingat maksimal dua tahun. Karena sikap pelupa manusia, maka harus diajarkan berulang-ulang dari generasi ke genarasi. Apapun pelajaran bila tidak diulang, maka akan hilang. Sama halnya dengan sesuatu yang kita kerjakan, bila tidak menjaga dan merawat maka tidak akan memanen hasilnya.
5. Perintah ini juga harus selalu dibicarakan, setiap waktu, dan dalam situai apapun. Ada banyak anak yang melawan orang tua, bahkan memukul, kenapa demikian? Karena mereka tidak mengingat firman Tuhan, maka perlu kita menghidupi perintah TUHAN dengan membicarakan dan mengajarkan berulang-ulang. Maka firman Tuhan yang dibicarakan hari ini akan menentukan seseornag bagaimanakah bersikap. Itu sebabnya dikatakan dalam Amsal 29, 17:. “Didiklah anak-anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu”. Dalam kesempatan yang lain Salomo juga berkata, “Didiklah anak-anakmu pada jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya-pun ia tidak akan menyimpang dari jalannya” (Amsal 22:6).
6. Mengasihi tidak ketika kita sedang berbahagia, tetapi dalam keadaan duka pun jangan kita menghilangkan rasa kasih kepada Tuhan dengan mengasihi diri sendiri. Maka kita kasih itu mengisi hidup kita, kita akan terus menerus diam dalam kebenaran firman. Seseorang pernah berkata bahwa dia mengasih saudaranya, tetapi ketika saudara itu berselingkuh dia tidak menegur, sebaliknya ,membela bahwa suami saudaranya itu kurang romantis, sehingga mengganggu suami orang lain. Kasih bukan mendukung apa yang dilakukan yang yang kita kasihi, tapi bagaimana dia boleh mengenal kesalahannya karena kita mengarahkan hatinya mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya dengan menjaga kekudusan perkawinan. Sama dengan pohon, bila sejak kecil diikat kepada tongkat yang lurus, maka besarnya akan lurus lurus, namun bila sudah sempat bengkok sulit diluruskan, atau bisa jadi patah. Jadi pelan-pelan, mulai membicarakan firman Tuhan sejak dini kepada anak-anak kita atau sekitar kita. Rumah bukan hanya sekedar untuk tempat istirahat, tempat berlindung dari panas terik matahari dan dari hujan, tetapi juga sebagai tempat bagi anggota keluarga untuk berkumpul, menyanyikan pujian, berdoa dan mempelajari firman Allah
7. Mengajar anak-anak pendidikan agama (Firman Tuhan) secara berulang merupakan tanggungjawab orang tua untuk kebaikan anak-anak. Tanggung jawab orang tua tidak hanya mengajarkan bagaimana pintar, bagaimana kaya, bagaimana meraih masa depan, tetapi penncapaian itu semua tentu akan didasari Firman Tuhan. Orang tua perlu mengajarkan seorang menjadi orang pintar yang takut akan Tuhan, bagaimana menjadi kaya, tapi tidak sombong dan peduli pada orang lain, kerja keras sebagaimana Firman Tuhan, tapi jangan lupa istirahat, jang lupa pada orang lain, bagaimana meraih masa depan ? tentu dalam kebersamaan dengan Tuhan yang adalah yang awal dan yang akhir (alpha dan Omega).
8. Apa pun bidang pelajaran (B. Indonesia, matematika, sains, geografi), semua akan berlandaskan Firman Tuhan, sebab ketika bidang per-bidang, yang kita pelajari, misalnya ketika belajar agama 100 % bermoral, lonceng masuk pelajaran olahraga sepertinya menghilangkan nilai-nilai spritualitas. Maka bukan citra membuat seseorang menjadi orang tua , tetapi orang tualah menciptakan citranya sendiri di tengah keluarga.
9. Hubungan dengan Allah, akan membangunhubungan dengan keluarga/anak-anak. Allah memberikan anak-anak kepada orang tua untuk diperhatikan, mulai dari kandungan. Pada usia kandungan 5-9 bulan, seorang ibu stress akan berpengaruh pada anaknya waktu lahir. Anak 1 tahun melihat ibunya menangis, anak ikut nangis. Sejak anak-anak diajar yang baik, pada dewasanya akan memegang nilai yang dia terima. Maka bila setiap anak sekolah minggu di gereja lipat tangan, tutup mata ketika berdoa, karena dasar-dasar berdoa sudah diajarkan orang tua di rumah, di mana berbicara dengan Allah harus hormat. Namun ketika ada anak berdoa, maka telinga temannya di sentil (pilos), dipukul, atau lari-lari, tentunya makna berdoa kemungkinan belum diajarkan di rumah, maka Orang tua akan mengajarkannya berulang-ulang, bukan hanya sekali waktu tanggal 1 Januari, tetapi konsisten terus menerus.
10. membicarakan waktu duduk dirumah, sedang nonton TV, main Internet. Atau sedang berjalan-jalan ke mall. Artinya, bukan mengganggu perjalanan kita, tetapi bagaimana kita mengisi waktu kita dengan hal yang baik. Termasuk juga waktu berbaring, inilah yang kita jadwalkan dengan membacakan cerita Alkitab, atau kita hafalkan beberapa nyanyian, doa dan kata-kata yang bermuatan nilai-nilai moral. Malam tidak berarti selesai, sesudah bangun pun akan terus diajarkan tentang firman Tuhan.
11. Terkadang tehnologi sudah mengambil alih pembicaraan keluarga, tidak ada kesempatan lagi memperbincangkan yang diimani kepada anak-anak, maka sebenarnya kehidupan tentang TUHAN akan melekat dalam kehidupan orang percaya. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4).
12. Musa mempunyai cara untuk menunjkkan kasih kita pada Tuhan, sehingga terus-menerus kasih itu menyala, yaitu dengan mengikatkan sebagai tanda di tangan dan lambang di dahi. Apa yang hendak disampaikan oleh Musa? Diikat di tangan agar kita terus mengingat perbuatan tangan Tuhan yang menolong kita di sepanjang hidup kita. Melekatkan di dahi, diantara kedua mata, agar firman Tuhan terus dalam pikirkan kita, sehingga kita berada dalam terang firmanNya di sepanjang perjalanan hidup kita. Saat ini memang kita tidak lagi mempunyai tanda seperti apa yang dikatakan oleh Musa dalam ay 8-9. tetapi kita punya tanda salib yang kadang kita gunakan sebagai anting, mainan kalung atau digantungkan di dinding rumah. Yang mau dikatakan bahwa lambang-lambang itu bukan hanya ornamental belaka, tapi itu suatu lambang, bagaimana kita mengingat Tuhan Yesus telah mati di salib dalam membawa kita keluar dari maut. Aneh toh, kita memakai salib dari emas, tetapi tanpa takut kita melakukan dosa. Berselingkuh dengan Salib di dada, salib yang dekat di hatinya!
13. Menjadi umat Allah perlu keseriusan. Ay.4 merupakan pengakuan Yudaisme yang wajib diucapkan setiap pagi dan malam. Kalimat ini perlu kita adaptasi menjadi bagian dari pengakuan (credo) kita, bahwa kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita. Mengasihi tidak melulu hanya perasaan, tapi kebulatan/ketotalan hidup mengikuti perintahNya. Ketika keluarga Yahudi mengaku setiap pagi dan malam, maka pengakuan itu akan menuntun mereka menjadi setia pada Tuhan. Tidak mungkin ada orang yang berkata ‘aku mengasihi Tuhan’, tetapi tindakannya memusuhi atau membuat hati Tuhan sedih. Maka syarat memahami perintah itu adalah mendengar, mengajarkan berulang-ulang dan membicarakan setiap saat dan dalam semua situasi.
14. Kita harus ingat bahwa keberhasilan manusia ditentukan, hubungan pribadi yang diikat kepada Tuhan dengan mengasihiNya. Dalam istilah Yahudi disebut ‘Bezrat Hasyem’ : dengan pertolongan Tuhan. Maka setiap yang dilakukan harus fokus, sebagaimana yang digambarkan oleh seorang penulis buku tentang pengalamannya dengan seorang Rabbi, di mana, waktu Rabbi itu berdoa ikat kepalanya jatuh, tetapi tidak mengganggu dia, dia terus berdoa. Focus dalam ibadah akan mempengaruhi sikap kita dalam menjalai hidup.Amin.

Rabu, 20 Januari 2010

Yohanes 17, 20-23 : "Kesatuan"

1. Yesus mendoakan umat manusia, yang percaya dan yang akan percaya. Doa Tuhan Yesus supaya ‘mereka menjadi satu’. Inilah harapan Tuhan Yesus dari kita. Dia tidak berdoa untuk kesucian kita supaya bertahan atau bertumbuh dalam iman, tapi Dia berdoa untuk kesatuan, yang menjadi harapan, sepanjang kehidupan gereja. Maka, perlu merancang bagunan Gereja yang menunjukkan kesatuan (koinonia).
2. Gereja itu gambaran kesatuan, maka umat yang berkoinonia di dalamnya, tidak baik untuk mereka-reka yang kurang baik yang menyebabkan perpecahan. Juga tidak tepat membiarkan gereja terpecah, karena Tuhan Yesus berkata: ‘yang menyatukan adalahtemanKu, yang mencraikan, musuhKu’.
3. Kenapa Gereja perlu berastu? Karena gereja prototipe surga. Gereja yang pecah merupakan indikasi neraka, sebab gereja tidak akan dapat memberitakan injil kebenaran dengan situasi yang berkelompok, tapi pengijilan (marturia) akan sukses jika gereja satu, karena daya magnit kekristenan sejak mula-mula adalah kesatuan dalam iman, kasih dan pengharapan.
4. Bagaimana kita merespon doa Tuhan Yesus ini? Respon kita dengan membangun dan menjaga kesatuan antar umat kristen, menanamkan kebersamaan dengan saling menerima, terbuka dengan satu gereja dengan gereja lainnya, dan saling memahami berbagai perbedaan teologia, dogma dan liturgi. Satu, dalam berbagai perbedaan karena Krisus yang menikat dalam penyelamatan yang di bawaNya ke semua umat, sehingga kebersamaan dan kerja sama yang baik antar kristen akan mengubah dunia!
5. Tujuan Tuhan Yesus berdoa adalah untuk melengkapi kesatuan, supaya dunia tahu, bahwa ‘Allah yang mengutus AKU’. Artinya, Tuhan Yesus hendak menyatakan, bahwa kesatuan gereja menyampaikan pesan penting kepada dunia tentang misi, di mana Allah mengutus Yesus mengasihi kita dengan mati di kau salib.
6. Pertikaian, perkelahian, dan perpecahan antar umat dapat mengurangi efektivitas kita sebagai jemaat untuk bersaksi. Sebaliknya, kerja sama sebagai suatu jemaat untuk Kristus, membantu meyakinkan orang-orang non-kristen mengenal dan memahami kebenaran kekristenan! Dengan demikian, kita sebagai orang kristen perl waspada dalam bertindak, apakah tindakan pikiran dan perbuatan kita membangun kebersamaan atau justru menanamkan permusuhan, kebencian dan perpecahan? Karena itu, jangan tanamkan bibit perpecahan dalam dirimu, karena akan berdampak pada orang yang ada di sekitarmu!
7. Banyak yang membuat gereja dapat mengalami perpecahan, tetapi perlu kita ingat bahwa sejak berdiri gereja (kristen) di dunia ini, hidup kekristenan tidak langsung aman dan tenang, sebaliknya, penuh dengan pembantaian, pembakaran dan pengejaran. Kekaisran Romawi pernah membakar hidup orang-orang kristen, tetapi hal itu tidak memadamkan atau memecah orang kristen, malah membuat mereka makin teguh dalam iman memberitakan kekristenan, karena mereka diikat oleh kasih Yesus yang telah menyelamatkan mereka dengan darahNya.
8. Penderitaan gereja saat itu, penyegelan, tidak mendapat izin membangun gereja atau apapun ketidakadilan yang diterima gereja, jika kita tetap satu dalam iman diikat oleh kasihNya, tentu itu tidak akan menyurutkan semangat kebersamaan dan tidak menghancurkan pengharapan kita, atau memadamkan api Roh dalam diri kita, tetapi akan semakin menyala-nyala dalam memberitakan kebenaran injil. Menjadi kristen tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh sang Guru yang menderita di kayu salib, tetapi ketuguhan menanggung derita menunjukkan kesatuaanNya dengan Bapa yang mengutus Dia. Itu sebabnya muncul istilah darah martyr menjadi benih/tunas gereja. Di atas darah para martyr, bukan di atas luka, gereja berdiri. Nyawa menjadi taruhan dalam membangun gereja yang berkoinonia berbasis penginjilan.
9. Dengan banyaknya tantangan gereja, maka perlu hidup yang saling membantu, saling menerima dalam memperjuangkan perjalan gereja. Kesatuan merupakan kekuatan untuk saling mendoakan dalam menghadapi berbagai pergumulan gereja, khusus jemaat kita HKBP dengan penutupan rumah ibadah di HKBP Tambun, Bekasi.
10. Penderitaan jangan membuat kita jatuh dalam dosa, sebaliknya semakin memperkokoh kita dalam iman untuk memberitakan injil, supaya dunia ini percaya bahwa Dia yang datang adalah yang diutus Bapa, Dia ada di dalam Bapa, dan Bapa ada di dalam Dia. Melalui pemberitaan injil, dunia akan mengenal Dia yang datang dari Bapa.
11. Dari doa Tuhan Yesus, kita tahu, bahwa kesatuan itu sangat sulit, terbukti dari sejarah gereja mula-mula sampai kini, gereja peka dengan konflik internal. Banyak gereja yang berdiri karena perpecahan internal, termasuk Katolik-Protestan. Apalagi di zaman sekarang, dengan begitu mudahnya membuat gereja dengan nama baru, hanya dengan mengumpulkan 10 orang jemaat, atau karena ambisi pribadi. Tuhan Yesus tahu dengan keanekaragama itu, tetapi itu tidak alasan menjadi tidak satu dalam membangun iman di tengah dunia ini. Perbedaan suku, nama gereja, dogma atau apapun itu bukan alasan menganggap diri lebih baik dari yang lain. Janganlah perbedaan menjadi memisahkan orang percaya dalam meneruskan misi Yesus di dunia ini.
12. Kesatuan umat percaya, pertanda bahwa Tuhan benar-benar telah mati, bangkit dan naik ke surga, dan turun ke bumi dalam Roh untuk tinggal di dalam kita, sebagamana Dia di dalam Bapa, Bapa di dalam Dia dan “KITA” di dalam’mereka’! kesatuan itulah yang akan meyakinkan dunia ini, yang akan percaya kepada Yesus. Dia yang diam di dalam kita, menjadi kemuliaan kita dalam mengikut Dia, menruskan misiNya, maka sambut lah doa Yesus dan katakan amin untuk kesatuan umat percaya di dunia ini. Amin

Kamis, 14 Januari 2010

Matius 12, 46-50

"KeTuhanan Kristus"
1. Semua orang yang belajar Hukum Taurat bagian kelima yang menyatakan "Hormatilah ayah dan ibumu...." akan mengusahakan berbuat baik dan yang menyenangkan bagi orang tuanya. Maka ada istilah orang Batak yang mengatakan, orang yang melawan atau menyangkal orang tua disebut 'si Mardan'. Maka ketika Yesus berkata dalam perikope kita bahwa Ibu dan saudaraNya adalah yang melakukan kehendakNya, bisa saja bertentangan bagi Hukum Taurat kelima ini, tapi Yesus sedang bertindak dari sisi ke-Tuhan-anNya. Yesus bukan menolak Maria dan saudara-saudara sedagingNya, tapi sedang mewujudkan Firman Tuhan. Hal terbukti ketika Yesus di kayu salib, Dia memikirkan ibuNya, dengan memberi tugas pada Yohanes murid kesayanganNya untuk menjaga dan memelihara hidup Maria.
2. Di sisi lain firman ini pernah menjadi trend di beberapa aliran kristen, yang meninggalkan keluarga untuk mengikut Tuhan, seolah-olah keluarga menjadi penghalang hubungannya dengan Tuhan, sehingga menjadi memisahkan diri dari orang tua dan menentang adat dan aturan keluarga. Ke-Tuhan-an Yesus (The lordship of Christ) menegaskan bahwa beriman bukan alasan mengabaikan atau membenci orang tua. Ke-Tuhan-an Kristus sering berbenturan pada konsep budaya. Tapi Yesus tidak pernah menolak, Dia terbuka dan baik pada semua orang (Mzm 145,9a).
3. Tuhan dalam seluruh kehidupanNya tidak pernah menolak kehidupan manusia, tetapi Dia membangun persekutuan, membangun keluarga Allah (Family og God) dengan menegaskan pada murid yang mengatakan padaNya bahwa Ibu dan saudaraNya mencariNya, bahwa hubungan darah dan daging bukan fungsi sebenarNya kedatanganNya ke dunia, tetapi melampaui itu, Dia datang untuk hubungan spritual, hubungan antara Tuhan dan pengikut, maka yang menjadi bagian dari keluarga Allah adalah mereka yang mau tunduk padaNya, dia yang mau melakukan kehendakNya.
4. Cerita pendek dari pengarang terkenal Rusia, Leo Tolstoy diadaptasi menyimpulkan pekerjaan Yesus di dunia ini : "Martin seorang pri pembuat sepatu, tinggal di sebuah kota kecil. Di suatu malam, dia bermimpi dan mendengar suar yesus yang berkata akan datang berkunjung ke rumahnya besok malam. Sejak pagi harinya, Martin mempersiapkan diri menyambut Yesus yang akan mengunjunginya dengan berbenah dan menyiapkan segala sesuatu untuk diberi pada 'sang tamu'. ketika Martin sedang membersihkan rumahnya, tiba-tiba ada yang mengetok pintu rumahnya, dia bergegas dengan jantung berdebar-debar membuka pintu rumahnya dan melihat seorang pengelana berdiri kehausan dan meminta secangkir air darinya. Martin memberi dan setelah tamu itu pergi, dia meneruskan pekerjaannya. Saat dia berberes-beres sambil bertanya dalam hati, kapan Yesus datang, dia mendengar tangisan seorang anak di luar rumahnya. Dia keluar dan melihat seorang anak yang tersesat ditinggal oleh ibunya. Martin mengantar anak itu ke alamat yang diberi anak itu dan mempertemukan dengan keluarganya. setelah dia kembali ke rumah dia melihat satu bayangan di teras rumahnya. Dia tergopoh-gopoh, jangan-jangan Yesus yang sudah datang.Ketika dia tiba, dia melihat seorang ibu sedang duduk mennatinya. ibu itu menangis dan menceritakan bahwa anak sakit panas, Martin membantu merawat anak itu, mengompres dan meramu obat dan meminumkan bagi anak itu. Setelah anak itu tertidur, Martin pulang. Tiba di rumah malam sudah larut. Dia sudah kelelahan. Sambil beranjak ke tempat tidur, dia kecewa karena Yesus tak kunjung datang. Dalam tidurnya malam itu, martin bermimpi, dan mendengar Yesus dengan penuh kasih.: 'AnakKu, terimakasih untuk teh hangat tadi siang. Terimakasih untuk mengantarKu pulang. Dan terimakasih atas pertolonganmu. Aku berterimakasih sudah menerima kebaikanmu, ketika Aku menjadi tamu di rumahmu!'.
5. Cerita Tolstoy adalah pikiran Yesus tentang keluarga Allah. Bukankah Martin telah menjadi bagiab Allah dalam tindakannya dalam kepengikutan dengan melakukan kehendakNya?
6. Marilah kita menjadi keluarga Allah dengan tunduk dan mau melakukan kehendakNya, bukan sekedar kristen, tetapi kristen yang mewujudkan firman Tuhan di dunia.