Kamis, 29 Januari 2009

Terapi dari Lukas 15, 11-32

Sejak senin (26 jan), kami mendengar kabar dari kampung, bahwa Bapa sakit, bagian perut. Hasilnya kemarin diketahui bahwa salah satu pembuluh darah antara jantung menuju perut, ada sebuah zat yang merusak, sehingga pembuluh darah tersebut membengkak. Sewaktu-waktu, bisa pecah bila terlalu banyak pikiran atau emosi tidak dapat dikontrol, dan sangat berbahaya. Rapat keluarga melalui telepon (dengan biaya TM=murah meriah), kami putusan supaya bapa di bawa berobat ke Medan sesuai rujukan dokter untuk menjalankan terapi, karena untuk operasi tidak mungkin dalam usia 76 tahun (4 Feb ’09 : Doakan ya supaya bapa kami boleh panjang umur!). Tapi saya bilang ke mama, intinya bapa harus tenang, jangan menambah beban pikiran. Maka mulailah mama menyemburkan uneg-unegnya tentang Dian keponakan kami yang selama ini tinggal bersama mereka, tiba-tiba bertingkah dan pulang ke rumah papanya, sehingga ompung menjadi kepikiran. Wuah...kakak dan adik saya mulai naik tensi atas prilaku Dian, bla....bla...bla... Saya bilang ke mamanya Dian, ‘kak, sampaikan pada Dian bahwa ompung sakit bukan soal fisik, tapi menyangkut emosi. Dia harus tahu, pendampingannya punya pengaruh banyak untuk kesehatan ompung’. Dan kaka sulung saya langsung memotong,’ ya, dia jangan bertingkah,..dst...dst...’ Tapi saya terus melanjutkan, katakan dengan penuh kasih sayang, jangan dengan marah sebab marah tidak menyelesaikan masalah. Saya pikir, kasih sayang mengalahkan tingkah laku yang jelek dari seorang remaja. Saya terinspirasi dengan seseorang yang melakukan perjalanan jauh. Beliau mengatakan dalam pesawat dia bertemu seorang ayah yang menceritakan dua orang anak lelakinya yang kecanduan narkoba. Ayah itu mencintai anaknya dengan sungguh-sungguh. Setiap kali sang anak pulang dalam keadaan mabok dan tidak sadar karena narkoba, ayah itu menyambutnya dengan kasih dan menanyakan, apakah si anak sudah makan?. Lalu sang ayah menemani anaknya makan dan berdoa bersama. Lama kelamaan anak itu menjadi sadar, bahwa ayahnya sangat mencintainya, dan kasih ayahnya membuat dia berhenti mengkonsumsi narkoba. Cinta kasih ayah menghentikan segala keinginan daging karena cinta lebih dalam dari apa yang menjadi kebutuhan kita. Ketika suatu waktu kami bertemu, beliau bertanya, ‘apakah ada kenyataan seperti itu?’ saya jawab itu terjadi untuk seorang anak yang hilang yang disambut oleh seorang ayah penyayang dalam alkitab. Kesimpulannya saya tahu, bahwa dunia ini akan semakin damai, semakin kuat bertahan dalam kebaikan jika semua mau memakai metode Lukas 15, 11-32, sebagai terapi untuk penyembuhan bagi orang-orang yang tidak dapat mengontrol keinginan dagingnya. Cinta kasih mengalahkan ambisi, egoisme dan kerakusan kita akan berbagai hal, karena dengan cinta kita semakin kuat melakukan yang baik. Benar kata kidung agung, bahwa cinta kuat seperti maut! Selamat menikmati Cinta kasih Tuhan, yang lebih luas dari dunia, lebih dalam dari laut dan lebih tinggi dari langit. Semonga Cinta kasih Tuhan yang tidak terbatas, menguatkan kita maalkaukan kebaikan dengan keterbatasan kita, selamat menyambut hari kasih sayang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar