Jumat, 30 Januari 2009

Lukas 15,11-32

  1. Sonship = Hubungan ayah dan anak.
  2. Karakter sang Ayah :
    • Tidak diktator (ay 12b): ketika sang anak (bungsu) meminta yang patut jadi miliknya sebgai salah satu ahli waris, sang ayah memberikan sesuai dengan peraturan Jahudi bahwa warisan dapat dibagi seblum meninggal.
    • Sabar (ay 20): Dia Menerima anak yang kembali setelah jatuh miskin tanpa marah. Dia membiarkan semua berlalu tanpa sungut-sungut.
    • Penyanyang (ay 24): Dia merendahkan diri, mengejar sang anak untuk kembali dikasihi.
    • Ayah yang baik (ay.20b+22) : Dia mengusahakan/mengejar banyak harta untuk anaknya, dia mengusahakan/mengejar sang anak ketika kembali. (mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya).
  3. Karakter Anak :
    • Tidak perduli (ay. 12a) L: meminta warisan padahal ayah belum meninggal,
    • Sombong (ay13): menjauh dari ayah, agar dia jauh dari pengawasan ayahnya
    • Lemah management (ay. 14-15): Seluruh harta warisan habis, karena ketidak mampuan mengelola uang yang diberikan sang ayah.
    • Mengenal diri (ay.17-21): Dia kembali kepada ayah tanpa berharap diberlakukan sebagai anak.
  4. Nats ini mengilhami seorang ayah yang mempunyi dua orang anak lelaki yang kecanduan narkoba. Setiap kali anak-anak nya kembali pada larut malam dengan keadaan yang tak sadar diri oleh karena mengkonsumsi narkona yang banyak, ayahnya menunggu di depan pintu. Dia menyambut mereka, menanyakan keadaan mereka bahkan menyuguhkan makanan dan berdoa bersama anak-anaknya. Aahnya mengasihi mereka lebih dari dirinya sendiri. Dia rela tidur jauh malam dan menunggu sambil dikerumuni nyamuk karena dia mengasihi anak-anaknya.
  5. Cinta, perhatian, kesabaran dan kebaikan sang ayah, mempengaruhi anak-anak tersebut, sehingga bermodalkan cinta sang ayah, mereka dapat berubah. Mereka meninggalkan segala jenis narkoba, dan kembali ke jalan benar dituntun cinta kasih sang ayah.
  6. Kasih selalu digerakkan belas kasihan (tergeraklah hatinya... ay. 20), terjadi bukan karena ada arus timbal balik. Dia mengalir begitu saja kepada tujuannya. Tidak dibuat-buat, dia muncul begitu objek cinta menyatakan diri. Oleh belas kasihan maka terjadilah pendamaian; Allah dalam diri Yesus mendamaikan diri dengan manusia, Allah merendahkan diri menjadi manusia, Allah menyambut pengakuan dosa kita dengan tangan terbuka, siap untuk merangkul dan mencium kita, Allah mengusahakan kebaikan bagi diri kita, mencukupkan apa yang menjadi kebutuhan kita dan mewariskan kerajaan surga bagi umat ciptaanNya, Allah menjadi kebaikan atas keburukan kita. Dalam cinta sejati tidak ada pembalasan, tidak ada demdam, yang ada hanya keinginan berbuat baik bagi orang yang menyakiti hati kita. (???)
  7. Persoalan muncul ketika manusia memahami cinta berbeda dengan Allah. Si sulung merasa, terjadi ketidak-adilan atas sikap penyambutan ayah yang berlebihan. Jika manusia memahami cinta terjadi karena ada arus timbal balik, du ut des : beri dan akan menerima, maka akan muncul kecemburuan jika sewaktu-waktu ada orang berbuat baik pada orang yang “jahat”. Kita akan melihat Allah sebagai Allah yang pilih kasih dan bersikap tidak adil ketika Dia mendatanagkan hujan dan memberi panas matahari pada orang yang baik dan yang jahat.
  8. Si sulung punya sudut pandang yang berbeda dengan ayah tentang si bungsu. Dia tidak berbelas kasih pada adik yang kurus kering, dekil dan kelihatan kesakiatan. Dia memahami itu setimpal dengan tindakannya menrima warisan, berfoya-foya dan menjadi budak orang lain bahkan untuk makan makanan babi pun dia tidak diperbolehkan.
  9. Ah... belum sejauh itu pengalaman dan ‘kejahatan’ku sebagai seorang anak, aku telah merasa berdosa pada ayahku yang sedang sakit sejak hari senin, 26 jan ’09. Aku menjadi tersentak, jikalau perbuatan yang menyakiti hati sang ayah. Tapi orang tua selalu ingin memberi yang terbaik bagi anak-anaknya. Ingin selalu membuka tangan atas pengakaun salah anak-anaknya, dan akan selalau mengampuni oleh karena cinta dan belas kasihan untuk mendukung hidup anak-anaknya.
  10. Itulah keluar-biasaan pemahaman sang ayah atas diri anak-anaknya. Tidak ada pilih kasih. Kebersamaan, telah menyatukan dia dengan anak sulungnya, tetapi sesuatu yang dianggap telah mati tiba-tiba muncul itu luar biasa membuatkegembiraan kita menjadi sempurna. Hubungan cinta kasih anak sulung dan aya sudah menggembirakan, walaupun si bungsu meninggalkan mereka, tetapi ketika yang pergi kembali, tiu cukup membuat kegembiraan semakin sempurna.
  11. Akhirnya satu hal yang kita pelajari adalah: bahwa mencintai membuat hati kita gembira, semangat kita bertambah, fisik kita semakin segar. Tapi hidup kita sering diisi denga kecemburuan dan dendam, sehingga membuat hati kita mengkerut karena kebencian, semangat lemah dan ketahanan fisik menurun, karena hati yang gembira adalah obat, tapi hati yang sedih meremukkan tulang-tulang.
  12. Nats ini menjadi sangat penting bagi kita untuk memaknai Doa Bapak kami dalam bait :’ampunilah dosa kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar