Sabtu, 29 Agustus 2009

Kejadian 17, 15-27

“Janji Allah”
1. Identitas baru yang diberikan Allah kepada istri Abraham, Sarai menjadi Sara, adalah suatu janji bahwa dia akan menjadi ibu bangsa-bangsa, dari keturunannya akan muncul raja-raja bangsa-bangsa. Itulah janji Allah bagi Abraham dan istrinya Sara. Janji itu merupakan lelucon bagi Abraham, dia tertawa; mungkinkah di usianya yang ke-99 dengan seorang istri berusia 90 tahun dapat melahirkan seorang anak?
2. Allah bukanlah manusia sehingga Dia berbohong, itu berarti janji Allah adalah ya dan amin, sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1,37). Namun pikiran manusia sering sulit menerima janji dan cara kerja Allah, sebagaimana Abraham yang mengandalkan pikirannya. Dia berpikir bahwa usia subur seorang perempuan maksimal 50 tahun, maka janji Allah menjadi hal yang lucu baginya, dan dia kurang menyakini apa yang dikatakan Tuhan tentang Sarai menjadi Sara.
3. Ketidakpercayaan Abraham menyebabkan dia memohon agar Ismail diperkenankan di hadapanNya, tetapi Tuhan mengulang bukan Ismail, tapi seorang anak yang lahir dari Sara dan akan diberi dia nama Ishak. Tentang Ismail anak Hagar, hambanya yang dijadikan sebagai gundik, Tuhan akan memberkati dan memberi keturunan yang banyak baginya, serta menjadikan bangsa yang besar di mana akan berdiri 12 raja dari keturunannya, karena dia bukan anak perjanjian, tapi anak yang lahir atas kehendak manusia, anak perjanjian adalah Ishak, karena kepada Ishak yang akan lahir pada tahun depan lah Allah membuat perjanjian selama-lamanya. Dialah anak yang dijanjikan (Gal 4, 22-28).
4. Pengulangan janji Allah membuat Abraham mengubah pikiran, dia mengaminkan janji itu, sehingga melaksanakan sunat baginya, Ismail, dan semua laki-laki yang ada di rumahnya, yang dibeli dan lahir di rumahnya, setelah Allah naik meninggalkan Abraham. Sunat adalah lambang perjanjian umat Allah.
5. Bagaimanakah kita merespon janji Allah dalam hidup kita? Apakah kita mengandalakan pikiran kita, jika janji itu bertentangan dengan ilmu pengetahuan, dengan pemahaman kita atau mungkin karena tidak sesuai dengan keinginan kita? Banyak orang menertawakan janji dan cara kerja Allah dalam hidupnya, seolah-olah apa yang dikatakan Tuhan adalah lelucon, sesuatu yang tidak masuk akal, sehingga terkadang kita sulit menerima dan mengaminkan janji Allah dalam hidup kita.
6. Saya sering mendengar orang melihat sesuatu dan berkata bahwa tidak mungkin dia bisa memiliki barang tersebut. Jika saya katakana bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, dia akan menentang, bukan mengaminkan kekuatan dan kemampuan Tuhan mengatasi pikiran dan kemampuan kita. Pikiran kita telah mengkonsepkan Allah sebatas yang dapat kita lakukan tentang kehidupan kita, padahal Allah jauh melebihi apa yang kita pikirkan, apa yang kita kotakkan tentang Allah. Dan satu hal yang harus kita ingat, bahwa ketidakpercayaan manusia, tidak membatalkan perjanjian yang sudah Allah Firmankan.
7. Menertawakan Firman adalah penyangkalan atas kuasa Firman itu, maka dampak dari ketidakyakinan akan janji yang telah dikatakan adalah ketidak sejahteraan. Bila kita pelajari lebih dalam lagi maka kita akan melihat bagaimana Hagar menertawai Sara yang melahirkan pada usia tua, dan bagaimana Ismail mengolok-olok Ishak yang kecil.
8. Firman Tuhan mengajak kita untuk percaya penuh pada janji Tuhan,walaupun agak ‘lama’ janji itu diwujudkan dari yang kita harapkan. Janji Tuhan adalah ya dan amin, maka ketika Tuhan berfirman, kita hanya percaya dan menunggu semua janji itu, karena Tuhan berkarya tepat pada waktunya. Merancang masa depan yang baik bagi kita, maka jangan andalkan pikiranmu tentang masa depanmu, percayalah bahwa Tuhan tidak manusia yang mau berbohong. Allah berjanji, mari kira meraih janji itu dengan iman dan perjuangan. Amin

Kamis, 27 Agustus 2009

Ayah..... 6

Duka yang beruntun. Diawali dengan meninggalnya kekasih hatiku, ayah, St. A.B. Tambunan, pada 29 Mei 2009 lalu, sebulan kemudian meninggal juga, menantu paman (tulang) ayah, Pdt Dr. A. Munthe (mantan Ephorus GKPS), dilanjutkan dengan meninggalnya istri pamannya (nantulang ayah), Ny. Pdt. DR. A. Lumbantobing br sianipar (Mantas Bishop GKPI) pada awal agustus 2009 lalu, dan kemarin Inangbaju (tante) ayah, Bidan Lienj br Lumbantobing (mantan kepala bidan RSU Tarutung) meninggal dunia, yang esok hari akan dikebumikan di pemakaman keluarga di Tarutung.
Kejadian yang menimpa keluarga besar Lumbantobing dalam kurun waktu tiga bulan ini sangat memilukan hati, saya tidak tahu apa rencana Tuhan atas peristiwa duka ini, tapi saya tahu, walau jalan Tuhan tidak terselami manusia, tetapi Dia punya rencana atas setiap peristiwa dalam kehidupan manusia.

Tuhan sungguh amat baik, Dia memanggil pulang insan yang dikasihinya dalam damai sejahtera, tanpa menjadikan beban bagi umat lain. Mereka meninggal dalam damai, yang dalam sebuah keyakinan iman, dapat kusebut; meninggal di dalam Nama Tuhan Yesus yang mereka percayai

Selamat jalan orang-orang terkasih, pergilah, ke rumah bapa yang mengasihi hidupmu dalam damai.

2 Timoteus 4:7 : “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman”.

Sabtu, 22 Agustus 2009

Mazmur 133

“Hidup yang rukun”

1. Mzm 133 merupakan nyanyian ziarah Daud. Inilah syair tentang kerukunan kekeluargaan dari umat Allah. Pokok ini dinampakkan dalam peristiwa berkumpulnya bangsa yang terpisah-pisah pada pesta ziarah.
2. Mazmur ini dinyanyikan untuk mengembangkan kebersamaan, kesetaraan dan solidaritas antar umat manusia. Melalui nyanyian ziarah ini, setiap umat diingatkan untuk hidup secara rukun dengan semua orang, dengan keinginan untuk berbagi, menyetarakan pendapat, ide dan pendapatan.
3. Dalam mazmur kebijaksanaan ini kerukunan antar saudara dikiaskan dengan minyak dan embun yang menyegarkan dan disamakan dengan berkat. Seorang Profesor di UGM yang kebetulan orang Batak pernah berkata, bahwa orang Batak yang dibulang-bulangi (dihormati) di negara ini adalah orang yang mempunyai kekerabata, persaudaraa (parhahamarangiaon) yang akrab, karib dan saling mendukung. Beliau mengibaratkan keluarga besarnya yang tidak maju dalam pendidikan, kekayaan dan jabatan ketika bapak mereka bertengkar dengan saudara-saudaranya; begitu keluarga itu berdamai, maka keturunan dari semua keluarga besar itu mengalami kemajuan yang luar biasa, baik dalam pendidikan, jabatan dan harta. Artinya, kerukunan mempengaruhi cara pandang orang dalam memaknai hidup, sekaligus berdampak baik bagi kemajuannya menjalani hidup.
4. Pemazmur menggambarkan berkat-berkat kesatuan dalam 2 cara, yaitu minyak untuk penahbisan para imam, yang bersimbol kesukaaan dan terikat dengan pengertian keharuman (kid 1,3) dan ketentraman (Yes1,6). Minyak pengurapan imam adalah seseuatu yang menyucikan (kel.30,22-33).
5. Alangkah baik dan indahnya....Kerukunan dalam marga selalu dipuji, karena akan mendatangkan berkat bagi marga tersebut. Kerukunan menyebabkan tidak terjadi perselisihan karena memperebutkan tanah dan ternak, karena orang yang rukun akan mengerjakannya secara bersama, bukan membagi. Itu sebabnya alam tradisi Jahudi, apabila lelaki bersaudara tinggal bersama dan kakaknya meninggal dunia tanpa meninggalkan anak laki-laki, maka saudara muda, wajib kawin ipar dan mengambil istri saudaranya untuk meneruskan nama dari kakaknya, sekaligus untuk memperhatikan kehidupan kakak iparnya.
6. Keindahan dari persaudaraan itu tidak hanya dalam bentuk sukacita, tetapi keikut-sertaan dalam setiap penderitaan antar saudara. (adong do akrab jala denggan parhahamaranggion, alai dang olo mersiurupan). Sebagaimana digambarkan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati, yang peduli dan ambil bagian dalam penderitaan orang yang dirampok di tengah jalan. Dia meluangkan waktu menolong, memberi uang membiayai, bahkan menambah biaya jika ternyata kurang demi kesembuhan orang yang tidak dikenalnya, tapi dilihat sebagai sesamanya. ( Luk 10, 25-37: Epistel). Perbuatan orang samaria ini menjadi teladan bagi kita bersaudara dalam keluarga, punguan marga, gereja dan masyarakat di negara plural ini, karena hubungan yang baik pasti menyegarkan dan mendatangkan rasa nyaman dan sejuk antar saudara.
7. Di Timur Tengah kuno, minyak yang dicampur dengan rempah-rempah dan wangi dipakai untuk melicinkan dan menguatkan rambut serta memelihara kulit; seorang tamu disambut dengan menuangkan minyak di atas kepala atau diminyaki kakinya, sebagai tanda penghormatan. (bnd. Kaki Yesus yang diminyaki perempuan samaria dengan rambutnya.
8. Seperti minyak di kepala, mengalir ke janggut Harun, (dan para imam keturunannya) yang berjanggut panjang (Im. 21,5) mencerminkan pengertian ke arah imamat. Minyak adalah lambang penobatan dan janggut adalah lambang panjang umur, maka hidup yang rukun akan dinobatkan menjadi anak Allah, dan diberi kesegaran, kenyamanan, seperti kulit segar yang terpelihara dan umur panjang. Kelimpahan minyak urapan itu mengutarakan betapa Tuhan berlimpah-limpah memberkati dan menguduskan umatNya melalui perskutuan mereka.
9. berkat kedua: kesatuan digambarkan seperti embun yang menyegarkan, mengendap di gunung Hermon dan turun ke gunung Sion. Pemahaman utama ialah, embun mengungkapkan kesegaran ilahi; karunia Allah, yaitu kehidupan dan buah-buahnya (mzm 110,3), tapi pengaitan gunung Hermon (di kerajaan utara) dengan Sion di sebalah selatan menunjukkan bahwa Allah memberikan karuniaNya kepada umatNya apabila mereka berada dalam persekutuan. Turunnya embun Hermon ke Sion merupakan muzijat, dan persekutuan adalah mijizat anugerah ilahi (Ef 2, 11-22) di mana berkat pribadi saling dibagikan untuk keberuntungan bersama. Persekutuan dalam ay 3 inilah yang Allah senang memberkatinya dan itu menjadi bukti pemilikan kehidupan untuk selama-lamanya (bnd. 1 Yoh 3,14).
10. Embun yang turun dari gunung Hermon ke gunung Sion adalah kiasan tentang pemberian hidup yang baik. Secara geografis, Gunung Hermon (9100 kaki tingginya dan penuh salju) terletak di Libanon atau Utaranya Palestina, sedangkan Gunung Sion (gunung yang kering) terletak di selatan. Itu berarti, tidak mungkin embun dari gunung Hermon berhembus ke gunung Sion. Itu merupakan kiasan. Tetapi kalaun embun di gunung hermon berhembus ke gunung yang kering akan memungkinkan ladang dan pohon berbuah baik. Jadi embun menggambarkan sumber kehidupan. Jadi pemazmur hendak mengatakan hidup yang rukun bagaikan embun yang mendatangkan kehidupan yang baik. Kota Sion sebagai tempat kehadiran Tuhan menjadi tempat pelimpahan berkat Tuhan, yaitu hidup selama-lamanya.
11. Hidup rukun merupakan visi Tuhan bagi umatNya. Keharmonisan bagi persaudaraan menjadi pendorong dalam hidup rukun. Perbedaan identitas dan karakter bukan menjadi penghalang untuk hidup rukun, sebaliknya kesamaan identitas dan karakter tidak menjadi faktor mutlak terjaminnya kerukunan. Kita mempunyai karakter dan identitas yang berbeda karena pengaruh latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, lingkungan dan genetika. Namun perbedaan tersebut tidak dapat menghalangi kerukunan kita, karena Yesus telah hadir untuk mempersatukan kita dalam darahNya seperti bacaan Firman Tuhan yang tertulis dalam Yohanes 17, di mana Yesus mengajarkan murid-muridNya agar:
• Mengasihi musush dan berbuat baik kepada yang membenci kita (Luk 6, 27-38)
• Merangkul orang yang tersingkir, bukan ikut menyingkirkan orang yang dibenci oleh satu kelompok
• Tidak berburuk sangka dan menghakimi orang lain (Luk 6, 7).
12. Tiga hal di atas dapat membantu kita menciptakan kerukunan di tengah hidup kita, baik dalam RT, persekutuan dam lingkungan masyarakat di mana kita tinggal dan bekerja. Oleh karena itu kita perlu menumbuhkan gaya hidup jemaat kristen, yaitu hidup yang inklusif, menghargai perbedaan masing-masing orang, koorporatif, mengakui kesalahan dan memuji apa yang benar, bersikap adil dan menjungjung perdamaian

Kamis, 20 Agustus 2009

LOGOTERAPI

Istilah ini saya ambil dari dua kata yakni, pertama: kata Logos (Yunani: Firman = meaning); suatu kata yang bermakna. Bukan sekedar kata-kata, tapi kata yang berdaya-guna dalam membangun mental dan spritual. Dalam dunia kekristenan logos selalu dipahami sebagai Firman Tuhan yang hidup dan bermakna. Kata kedua ialah therapy: pengobatan jasmani, walau dalam catatan ini saya mau menyorotinya sebagai terapi secara psikis. Maka logoterapi adalah pengobatan jiwa seseorang dengan Firman Tuhan.

Kenapa pemikiran ini ada dalam benak saya. Saya teringat Logoterapi yang diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Dia seorang bekas korban Nazi Hitler yang ikut ke camp pembantaian. Dia berpikir satu hal, bahwa ketika dia lolos dari camp itu, dia berjanji akan keluar juga dari penderitaan yang dia alaminya. Kalau dia bertahan dengan pengalaman pahitnya, maka dia akan menguahakan bagaimana balas dendam, bagaimana membuat orang lain menderita, sehingga tidak terjadi pertumbuhan. Kesimpulan yang dia ambil, bahwa menjadi hidup bermakna di mulai dari diri sendiri dengan mengeluarkan diri dari penderitaan, dan mau membangun diri dengan melakukan yang baik.

Logoterapi suatu ajaran yang menekankan bahwa dalam keadaan penderitaan sekalipun, hidup kita tetap bermakna, karena adanya dimensi spritual yang membantu kita mengembangkan talenta yang baik yang kita terima. Saya menguji memasukkan ide ini ke pikiran para ibu di persekutuan seksi perempuan gereja kami. Saya mau membangun sebuah jiwa yang disirami firman Tuhan dalam mengatasi persoalan, sehingga bisa keluar dari persoalan masuk ke suatu pemahaman yang terbuka untuk mau berlaku baik. Bagaimana hidup itu bermakna dengan menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan; tetapi memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

Ketika para ibu membahas Matius 5,1-12 : khotbah di Bukit yang terkenal itu, saya melihat para ibu yang tidak mau keluar dari persoalannya, sehingga melihat bahwa delapan kata bahagia di kitab ini, seolah-olah hanya utopia, yang sangat sulit dilakukan dalam keseharian. Dan kalaupun sebuah kenyataan, baiklah orang yang melakukannya.
Pak pendeta membuat sebuah pertanyaan, ‘apakah yg paling sulit dilakukan dari kedelapan perkataan ini?’
Seorang ibu menjawab: ‘membawa damai’ dengan alasan bahwa ketika kita ingin berdamai, ada aja orang yang membuat kita marah, maunya orang lain itu tidak memancing kemarahan kita, sehingga damai bisa terwujud.
Seorang ibu lain berkata: ‘lemah-lembut’: tidak gampang marah atau tidak pernah marah. Seorang yang lemah lembut, tidak marah ketika ia diberlakukan dengan tidak adil, tetapi dia akan marah kalau orang lain mengalami ketidak-adilan. Kata Yunani yang dipakai Yesus untuk kata ini adalah praus:kekang kuda, kadang dapat lari kencang, tapi terkendali. Marah itu bisa, tapi tidak gampang. Ibu ini berkata, belum dianiaya, hanya disinggung sedikit, kita sudah marah luar biasa, tapi kalau teman kita menerima ketidakadilan, kita diam saja. Kalau bisa janganlah gampang marah, tapi marah tepat pada waktunya.
Seorang ibu lain, yang gampang marah berkata, ‘itu benar, kalau kita bilang sesuatu di kumpulan ini jangan terus marah lah’, dengan suara yang marah dan mimik yang marah pula. Disebalah kanan ibu itu meneruskan, ‘perlu kita memperkecil masalah dengan melakukan firman Tuhan supaya kita tidak mudah marah’. Padahal baru beberapa hari lalu dia membuat marah semua anggota punguan, karena dia membuat pengumuman menghadiri suatu acara, tapi dia tidak hadir dan tidak ada berita, di mana dia.


Saya tidak dapat menjelaskan cara bicara dan mimik para ibu itu satu persatu secara detail, tapi ada sesuatu yang tidak tepat dengan apa yang mereka katakan, setiap pernyataan, ada muatan untuk mencela orang lain. Setiap kata-kata diharapkan dilakukan oleh orang lain, bukan dari diri sendiri. Ada masalah pribadi yang dikaitkan dalam Penelahan Alkitab ini, dan memakai Firman Tuhan untuk membela diri dan menyalahkan orang lain. Luar biasa kalau firman menjadi senjata melawan musuh, kalau firman menjadi alat menekan teman yang berbeda ide.


Ketika saya melihat sumbu yang makin pendek, saya menerangkan ide tentang logoterapi, suatu cara memahami firman dengan memulai dari diri sendiri. Ketika orang mencaci kita, kita harus mengingat bahwa kita akan disebut anak-anak Allah karena membawa damai. Itu berarti, bukan orang yang mencaci atau membuat keributan itu yang disebut anak Allah.

Saya usulkan obatilah lukamu, obatilah dendammu, obati sakit hatimu dengan terus belajar firman Tuhan dan mulai melakukannya sedikit demi sedikit, sehingga pada akhirnya kita menjadi terbiasa menerima firman untuk membangun diri kita bukan menuding bahwa firman itu ditujukan pada orang lain.


Pak Pendeta mengambil contoh mengenai tetangga sebelah gereja kami yang sedang merehab rumahnya. Sudah hampir satu bulan. Mereka membiarkan semen, pasir dan debu mengotori lantai tempat menyuci pakaian kami. Ketika tukang cuci protes, dia dibentak pemilik rumah itu, maka setiap hari tukang cuci mempunyai tugas tambahan membersihkan batu-batu kecil, semen, debu, dan pasir yang mengotori lantai. Tadi pagi waktu mereka memasang peralatan tukang untuknaik ke atas di tempat biasa kami menyuci untuk memelester dinding rumahnya, istri saya mempertanyakan: ‘terus kami gimana nyucinya’ mereka marah dan mengacam istri saya dengan mempersoalkan bahwa talang gerejapun sudah melewati batas tanah gereja. Saya melihat ada ketidakadilan terhadap istri saya. Pemilik rumah menjadi tidak bebas di rumah sendiri, dan tanpa permisi memakai bagian rumah kami, kecuali pemberitahuan bahwa mereka mau mengerjakan dinding rumah. Istri saya diperlakukan dengan tidak adil, saya mau marah dan berencana melempar semua tangga-tangganya ke luar dan tidak boleh bekerja dari pekarangan kami. Tapi karena saya mempersiapkan khotbah ini sebelumnya, saya jadi ingat firman Tuhan, saya mencoba bermurah hati dan lemah lembut. Begitu mereka selesai, saya menyapa : ‘loh sudah selesai toh mas, cepat bangat?’ Tukan itu berkata, tadi istrinya ga bolehin kami memasang tangga ini. Lalu saya berkata: ‘Saya tanya, kog cepat selesai dengan hasil yang begitu bagus’ maka mencairlah kebekuan. Mereka tersenyum, dengan sukacita mereka membersihkan semua lantai tempat nyuci dan permisi ketika hendak pulang.
Itulah ide logoterapi yang mau saya tawarkan, mengobati diri dengan firman, di mana firman itu menjadi suatu yang pragmatis, bukan hanya teori. Dan firman itu dilakukan bukan untuk diri sendiri, tetapi firman yang menjadi sikap hidup, di mana cara pandang, cara pikir dan cara kerja kita telah digarami firman Tuhan, sehingga membuat orang lain, bahagia tidak tersandung dengan cara hidup kita.

Ada yang mau mencoba terapi ini? Saya akan memulai dari diri saya, semoga yang lain boleh ikut.....


Selamat hidup baru!

Sabtu, 15 Agustus 2009

Keluaran 13, 11-16

“Dengan Kekuatan TanganNya, Tuhan Memerdekakan UmatNya”
1. !7 Agustus adalah Hari kemerdekaan Indonesia dari penjajajan dan esok kita akan merayakan kemerdekaan yang telah 64 tahun dinikmati oleh negara ini. Kemerdekaan ini diperoleh dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa, itu berarti bahwa kemerdekaan adalah pemberian Tuhan; Kekuatan tangan Tuhan yang membawa bangsa ini keluar dari penjajahan. Apakah yang perlu kita lakukan sebagai bangsa yang menerima rahmat dan kemurahan Tuhan?
2. Bangsa Israel pun menerima kemerdekaan dari Tuhan, dengan keluarnya mereka dari perbudakan Mesir. Kebebasan ini merupakan berkat Tuhan, oleh karena itu mereka bersyukur dengan pemberian Tuhan, dengan pembebasan yang telah mereka nikmati. Berkat yang mereka terima, diwujudkan dengan mengadakan ucapan syukur dengan memberikan persembahana anak sulung dari semua binatang peliharaannya, juga tebusan anak sulung untuk anak Tuhan, di mana semua anak sulung menjadi iman, namun tugas ini sudah menjadi tugas kaum Lewi.
3. Bila Tuhan memberi yang baik padamu, membawa kita keluar dari kesusahan di tengah hidupmu, sebagaimana yang dijanjikanNya padamu (ay.11), maka haruslah kau memberi persembahan syukur, persembahan anak sulung (ay12), di mana semua yang baik, semua yang paling kita cinta kita beri sebagai persembahan kepada Tuhan. Bagian ini hendak mengatakan supaya kita tidak memberi dari sisa-sisa yang kita miliki. Saya pernah mendengar satu keluarga ingin mempersembahkan anaknya yang paling bodoh menjadi pendeta. Kata mereka, saudaranya yang lain pintar, jadi bisa jadi dokter, bisa cari kerja, sayang kalau jadi Pendeta, sayang memberi yang terbaik kepada Allah. Itu sebabnya sulit bagi kita memberi perpuluhan , karena perpulhan selalu diberi di awal bukan dari sisa uang bulanan kita. Mengapa? Karena kita berpikir bahwa hidup kita bersumber dari kekuatan kita sendiri.
4. Tuhan menjelaskan bahwa semua yang kita miliki adalah hasil kebaikan Tuhan memelihara kehidupan kita, sehingga dalam ay 13 dikatakan: Tetapi setiap anak keledai yang lahir terdahulu kau tebuslah dengan seekor domba; atau, jika engkau tidak menebusnya, engkau harus mematahkan batang lehernya. Tetapi mengenai manusia, setiap anak sulung di antara anak-anakmu lelaki, haruslah kautebus. Ada bayaran dari semua yang kita miliki. Dalam arti meski kita mempunyai sesuatu, tapi kita tidak berhak atas semua yang kita miliki, sebab kita hanya tempat penitipan belaka. Bahkan anak kita sendiripun adalah titipan maka, anak sulung harus dibri pada Tuhan, namun Lewi telah menggantikannya, maka dibayar dengan persembahan hidup untuk ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
5. Tradisi persembahan syukur bukanlah hanya milik pribadi. Maka ketika Indonesia merdeka, sejarah mencatat, bahwa kemerdekaan itu adalah Rahmat tuhan yang Maha Esa. Catatan ini hendeka meneruskan pemahaman bangsa Indonesia akan kemerdekaan yang diperoleh 64 tahun lalu adalh hasil karya tangan Tuhan. Setiap generasi harus mengetahui ini, bahwa kemerdekaan adalah rahmat Tuhan. Demikianlah maksud Allah terhadap orang israel, setelah mereka masuk ke tanah Kanaan, ke tanah yang dijanjikan Allah bagi mereka, agar memberitahukan mewariskan tradisi persembahan kepada generasi berikut. Dalam ay 14, dikatakan: Dan apabila anakmu akan bertanya kepadamu di kemudian hari: Apakah artinya itu? maka haruslah engkau berkata kepadanya: Dengan kekuatan tangan-Nya TUHAN telah membawa kita keluar dari Mesir, dari rumah perbudakan.
6. Maksud dari ay 14 ini bahwa sesuatu yang terbaik akan diberikan kepada Tuhan. Memberi persembahan beri persembahan terbaik, menjadi sintua, jangan menunggu sampai pensiun dari pekerjaan, berilah dirimu dengan sungguh dipakai Tuhan apakah sebagai sintua, pendeta, pekerja sosial abahkan pekerja pemerintahan, semua berilah yang terbaik. Cara kerja yang baik untuk memeuliakan Tuhan akan menurun dari generasi ke generasi, sehingga kemerdekaan itu mempunyai makna teologis. Dengan demikian pemilikian tanah kanaan akan selalu dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Pemilikan kita atas sesuatu akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan. Dan tanggung jawab ini yang akan kita jelaskan pada generasi muda kita, mengapa harus bersyukur, emngapa haru memakai semua yang punya untuk emmuliakan Tuhan? Karena tangan Tuhan yang kuatlah yang membawa kita keluar dari perbudakan, dari ketidakmampuan dan keterpurukan kita, sehingga kita menjadi bangsa yang merdeka, dimerdekan dengan kasih Tuhan yang ajaib.
7. Sikap hidup kita yang tahu berterimakasih akan mendidik generasi muda untuk selalu percaya pada Tuhan, percaya pada kekuatan tanganTuhan, bahwa Tuhan sanggup melakukan perkara-perkara besar. Semua komponen bangsa akan mengethui, walaupun dari sudut kekuatan Belanda dan Jepang tidak mungkin dikalahkan Indonesia, tetapi fakta sejarah membuktikan, bahwa kemerdekaan telah kita peroleh, dan itu adalah anugerah Tuhan dengan kekuatan tanganNya.
8. Hal kemerdekaan ini sangat akrab dalam pengalaman orang Israel, sebab ketika Firaun dengan tegar menolak untuk membiarkan mereka pergi, maka TUHAN membunuh semua anak sulung di tanah Mesir, dari anak sulung manusia sampai anak sulung hewan (15a). Alasan inilah menyebabkan mengapa dipersembahkan kepada TUHAN segala binatang jantan yang lahir terdahulu dari kandungan, sedang semua anak sulung di antara anak-anak lelaki kutebus (ay 15b). Ketika kemerdekaan itu kita lihat sebagai pemberian Tuhan, maka kita mengisi kemerdekaan itu dengan sebaik-baiknya, maka kita akan menggunakan kemerdekaan itu untuk memuliakan Tuhan. Sebagai orang meredeka, hendaklah kita mensyukuri kebebasan yang dibawa Tuhan kepada kita, dengan saling mengasihi, tidak saling menggigit atau saling menelan. Janganlah kita mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. (gal 5, 13-15: Epistel). Artinya kemerdekaan yang kita terima akan menjadi cara kita mewujudkan cinta kasih Allah yang membebaskan kita. Jangan sampai ada orang meresa tidak merdeka di alam kemerdekaan yang telah kita terima dari Tuhan, karena kemerdekaan tidak kita wujudkan dnagn saling mengasihi dan melayani seorang terhadap yang lain.
9. Kebaikan kita dalam mengisi kemerdekaan, memberi kesejahterahan pada rakyat akan terus mewujud dalam hidup kita dan anak-anak kita. Tuhan berkata dalam ay.16; Hal itu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi lambang di dahimu, sebab dengan kekuatan tangan-Nya TUHAN membawa kita keluar dari Mesir."
10. Jangan melupakan kabikan Tuhan, jangan mengatakan semua hasil kekuatanmu, tapi tuliskanlah di loh hatimu, bahwa tangan kuat Tuhanlah yang membawa kita keluar dari perbudakan dosa, Tuhanlah memerdekakan negara kita dari penjajahan, Tangan Tuhan membuktikan keselamatan kita dalam darah Yesus Kristus di Golgata. Amin.
11. Dirgahayu Indonesia: Merdeka.... Merdeka.... Merdeka.

Senin, 10 Agustus 2009

Terima kasih

Malam ini saya kedatangan tamu. Mereka datang dari kota lain ke Surabaya. Rencana mereka hendak mengadopsi anak. Tetapi penyerahan harus di Gereja dan Pendeta. Karena suami saya tidak di tempat, saya diminta untuk tugas tersebut. Dengan senang hati saya menyetujuinya, besok (11 Agus '09) jam 10.00 wib. Mereka berkali-kali memgucapkan terima kasih dan merasa sungkan telah mengganggu saya. Mereka juga sungkan, karena mereka bukan anggota jemaat di Gereja mana suami saya menjadi pimpinan jemaat. Tapi Saya mengatakan bahwa, saya yang harus berterima kasih karena mempercayakan penyerahan anak mereka melalui saya dari sebuah yayasan. Mereka terus mengulang ucapan terima kasihnya dengan nada sungkan yang luar biasa. Lalu saya katakan bahwa ini adalah tugas saya, panggilan saya untuk mambawa kesejahteraan bagi umat bahkan bagi kota di mana Tuhan membuang saya. Yang menjadi pertanyaan: apakah tugas yang diembankan pada kita harus dibalas dengan ucapan terima kasih, bukankah kewajiban kita melakukan tugas panggiln kita?

Terkadang banyak orang tidak mau melakukan sesuatu di luar job yang ditentukan oleh struktur, seolah-olah tugas kemanusia di luar sistim bukanlah tugasnya, sehingga sulit membedakan mana tugas dan mana yang bukan tugas. Padahal panggilan adalah memuliakan Tuhan melakukan kebaikan di bumi, di kota mana Tuhan membuang kita.

Doa dan harapan saya: Semoga tugas ini boleh memuliakan Tuhan dan membawa sukacita bagi keluarga yang rindu mengalirkan cinta kasihnya.

Nats Penguat: Gal 4a, 27 : : "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin!." Kiranya Tuhan memberkati saudara-saudara menjadi ayah dan ibu yang berbahagia, memberi pendidikan yang baik bagi si anak, sehingga bertumbuh menjadi anak yang baik dan takut akan Tuhan. Amin.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Ketergantungan

Pagi ini aku bingung bangat. bahan kotbah da disiapkan hampir satu minggu, eh.. tiba waktu mo diprint aku melongo, kog semua pada serba rusak. printer rusak, flashdisk rusak. Bingung, dari jam 5 aku kutak katik semua, siapa tahu ada mujizat, tiba-tiba muncul judul tulisan Bilangan 11, 31-35. Sampai jam 6.45, tidak terjadi apapun, kecuali rasa bingun yang berambah. Aku telepon suami minta tolong, karena biasa dia yang mengurus semua keperluanku dalam hal print menprint. Sampai habis pulsapun kelihatannya, aku tetap tidak menemukan dan tidak mengerti petunjuknya. Tapi dia adalah suami yang baik dan peduli. Dia meminta seseorang, Ryland Lumbantoruan (NHKBP kam, dan teman Fbku juga, tapi aku lupakan karena bingung). hehehe... ternyata mujizat tidak haru dari diri sendiri. begitu saya melihat Ryland berdiri di pintu rumah kami, aku tahu mujizat itu telah terjadi, dia bawa flash disk. Bahan kotbah telah tersedia dengan baik dan rapi. thanks my God. Mujizatmu selalu nyata, tapi aku belajar satu hal, jangan tergantung pada yang duniawi, termasuk suami sendiri pun, sebab jika dia pergi ke suatu perjalanan, bisa membuat kita menjadi bingung. hehehe.

Thanks my God, thanks my beloved, thanks Ryland. Semoga pelayananku hari terberkati oleh tuntunan Roh Kudus.

Jumat, 07 Agustus 2009

Bilangan 11, 31-35

" Kerakusan vs Menyangkal Diri "

1. Saya akan memulai kotbah ini dengan cerita dongeng yang kudengar ketika aku kanak-kanak dari ayah-ibuku yang kebetulan, beliau-beliau guru Bahasa Indonesia, demikian ceritanya: ‘Di suatu desa ada seorang lelaki tua yang hidup sederhana. Dia lelaki yang baik dan jujur. Kebaikannya ini diperhatikan oleh dewa. Suatu hari dewa itu memujinya dan hendak memberi hadiah padanya. Dewa itu bertanya, apa yang kau inginkan kuberikan padamu? Lelaki itu meminta agar dia boleh berubah menjadi kaya. Dia ingin setiap yang disentuhnya menjadi emas. Permintaan itu disetujui oleh sang dewa. Dia mencoba kekuatan itu dengan memegang sebuah kayu di depannya, dan kayu itupun menjadi emas. Dia gembira dan berbahagia, karena semua yang disentuhnya menjadi emas. Suatu kali, lelaki itu hendak makan, dia melihat makanan lezat di meja makannya. Dia mengambil sesuatu, tapi makanan itu berubah menjadi emas, dia memanggil istrinya untuk menyuapinya, ketika istri mendekat, dia menyentuh tangannya, dan istrinya pun menjadi emas. Lelaki itu sedih, dia memperoleh banyak harta tapi dia kehilangan semua. (bnd epistel Matius 16, 25). Akhirnya, dia sadar bahwa harta bukanlah jaminan kebahagiaan. Dia meminta kepada sang dewa agar dikembalikan pada kehidupannya yang dulu, sederhana dan bahagia.
2. Cerita ini mengingatkan saya bahwa kerakusan dapat merugikan diri sendiri, sekaligus mendatangkan murka Tuhan, (Kol 5,3), karena ketamakan disamakan dengan penyembahan berhala. Cerita kerakusan banyak terjadi ditengah-tengah kehidupan kita, di mana karena kerakusan dia menjadi hancur. Mari kita angkat contoh dalam kita Bilangan ini; kerakusan orang Israel dalam perjalanan Mesir ke tanah perjanjian. Terjadi kendala dari diri mereka, yaitu kerakusan. Tuhan menghembuskan angin membawa burung puyuh mengarah kepada mereka yang berjalan di padang gurun. Bangsa itu mengumpulkan banyak, selama dua hari, siang dan malam, mereka bahkan mengumpulkan, masing 10 homer. (1 homer = 360 liter x 10 = 3600 liter = 3,6 ton). Ada dua hal yang perlu kita simak dari cara bangsa ini, yaitu : pertama, Mereka mengambil bagi dirinya lebih dari kebutuhannya, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak perduli dengan yang lain. Kedua mereka takut tidak mendapat makanan untuk keesokan harinya. Rasa takut membuat mereka melupakan bahwa Tuhan dapat memberi jaminan hidup bagi mereka.
3. Kerakusan membutakan kita. Mengapa saya katakan demikian ? Coba bayangkan selama dua hari mereka tidak mengalami kelelahan karena pikiran mereka hanya mengumpul. Mereka membabi buta sampai memiliki 3,6 ton burung puyuh? Dapatkah itu dihabiskan dalam seminggu dan dapatkah itu bertahan untuk bekal selama satu bulan? Kerakusan membuat mereka hanya ingin mengumpul dan mengumpul, yang menurut pengamsal itu adalah kebodohan. Kerakusan juga menutup mata mereka akan berkat dan pemeliharaan Tuhan atas hidup dan masa depan mereka.
4. Penyangkalan diri salah satu ciri menjadi murid Kristus (Mat 16, 24), itu berarti kerakusan bertentangan dengan peyangkalan diri. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena penyakalan diri meninggalkan egoisme dan keinginan diri. Sedang kerakusanadalah:
- Egoisme. Orang seperti ini, hanya memikirkan apa yang penting baginya, dia akan setuju sesuatu bila memperoleh untung, sehingga segala yang dilakukan dilihat dari untuk rugi. Dalam epistel dikatakan bahwa orang yang mengikut Yesus akan menyangkal diri, di mana penyangkalan diri, meninggalkan egoisme dan keinginan diri demi kepentingan orang lain. Istilah yang digunakan Rasul Paulus, jangan hanya yang penting bagi dirimu kau pikirkan, tapi pikirkanlh juga kepentingan orang lain. Ungkapan Yunani mengatakan ‘ di dalam doanya, hendaklah orang bersekutu dengan sesamanya’.
- Takut. Orang rakus mengalami krisis iman, kurang percaya pada dirinya dan pada penciptanya. Dia takut, jangan-jangan ini makanan terakhir, jangan-jangan besok kami tidak makan lagi. Pengalaman bersama Allah yang menyertai mereka mulai dari Mesir, melintasi laut teberau, di mana tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari menuntun mereka dilupakan, mereka hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri dan melupakan campur tangan Tuhan, sehingga mereka menjadi takut akan masa depannya. Rasa takut mereka membuat mereka mebrontak pada Tuhan yang mengirim burung puyuh pada mereka.
5. Apakah yang terjadi atas kekerdilan iman mereka? Mereka kehilangan nyawa mereka, mereka dihancurkan dengan apa yang mereka kumpulkan sebab Allah murka pada kerakusan mereka. Menurut Rasul Paulus bahwa kerakusan sama dengan penyembah berhala (kolose 3,5), karena mereka mengumpul dan mengumpul, melupakan sumber berkat, tidak perduli dengan diri mereka sendiri bekerja siang malam hanya untuk mengumpulkan harta dan tidak memikirkan apa yang perlu bagi sesamanya. Mereka mendewakan keinginan mereka yang berlebihan sehingga mereka menjadi kehilangan diri. Dosa ketamakan membawa orang masuk ke Kibrot-Taawa. Tempat ini adalah kuburan bagi mereka yang bernafsu rakus.Tuhan menghukum bangsa Israel karena kerakusan mereka,setiap orang mengambil sedikit-dikitnya 10 homer dalam waktu 2 hari. kerakusan mereka membuat mereka mengalami krisis iman dalam hidupnya,dan memberontak kepada Tuhan dan sehingga hidup mereka kehilangan kemuliaan Allah.
6. Karena itu Perikope ini hendak mengingatkan kita bahwa kerakusan ternyata bukan hanya membutakan mata kita untuk melihat dan menghargai berkat Tuhan yang telah kita terima, juga membutakan mata kita untuk melihat seberapa besar kebutuhan kita yang sebenarnya. Maka sebagai orang yang mengikut Kristus, kita diajar untuk menyangkal diri, sehingga kita dapat meninggalkan segala keinginan kita, meninggalkan egoisme kita tapi menfokuskan seluruh panca indra kita untuk mengikut Yesus. Kalau kita mampu menyangkal diri dan memikul salib, kita akan berani berkata tidak untuk keinginan kita yang berlebihan, sebab kita mengenal Allah dengan sungguh-sungguh yang menyediakan segala kebutuhan kita. Menyangkal diri membawa kita pada suatu pengakuan akan berkat Tuhan, sehingga dapat mencukupkan diri dengan apa yang sudah kita terima dari Tuhan, dan bersyukur untuk segala sesuatu, di mana Tuhan terus menuntun arah jalan kita ke arah yang benar. Amin.

Kamis, 06 Agustus 2009

Terbanglah.. wahai burung Merak

Engkau membawa terbang rasa cinta dan kangenmu ke alam kemerdekaan, ke haribaan sang pemilik alam, terbanglah ke sisiNya, beristirahat di pelukannya...

Selamat jalan burung merak, aku kenang kekuatan jiwamu membakar semangat bangsamu, mencari kebebasan lewat sajak-sajakmu. Dalam kangenmu, kan kujalani hidup bersama yang kau rindukan.

KANGEN......

Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku

menghadapi kemerdekaan tanpa cinta

kau tak akan mengerti segala lukaku

kerna luka telah sembunyikan pisaunya.

Membayangkan wajahmu adalah siksa.

Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.

Engkau telah menjadi racun bagi darahku.

Apabila aku dalam kangen dan sepi

itulah berarti

aku tungku tanpa api.

Berdukacita atas kepergianmu, WS Rendra.

Rabu, 05 Agustus 2009

Matius 16, 24-28

"Memilih untuk seumur hidup" : Khotbah partangiangan
1. Mengikut Yesus tidak sekadar tercatat sebagai murid, sehingga banyak orang hanya kristen KTP, tapi tidak menunjukkan kepengikutannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengikut Yesus suatu komitmen bahwa seluruh hidupnya siap mewujudkan kehendak Allah di dunia. Yesus berkata dalam ay. 24, bahwa "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”. Suatu keputusan yang disetujui untuk seumur hidup, termasuk menanggung resiko yang ada di dalamnya.
2. Dalam perikope ini, Yesus merinci kedatanganNya ke dunia, yaitu menderita dan memberi semangat hidup melalui kebangkitanNya pada hari ketiga. Ketika Petrus mengetahui penderitaan yang akan dialami Yesus, dia mencoba menghalangi. Dia juga menghindar mengenal Yesus, karena ingin mencari aman dari penderitaan. Pengalaman petrus banyak terjadi dalam kehidupan orang kristen, mengganti nama, agama supaya aman hidup dan aman pulan semua jabatan dan keuangan. Namun perlu diketahui, mengikut Yesus bukan lah hal yang mudah, mengikut Yesus melintasi kehidupan dengan kerelaan untuk bertelut menyembah Yesus yang menderita di kayu salib.
3. Ada dua hal yang cukup menarik kita perhatikan bersama dalam ay 24 ntuk mengikut Yesus, yaitu menyangkal diri dan memikul salib. Mari kita belajar bersama tentang dua hal tersebut:
4. Menyangkal Diri: Apa itu menyangkal diri? Menyangkal meninggalkan sesuatu, tidak mengindahkan diri, hidup di luar dari keinginan diri kita. Ada penolakan terhadap egoisme dan keinginan diri dengan mengutamakan Allah; menempatkan Allah lebih utama dalam diri sendiri. Sikap Petrus yang mencari aman adalah penghalang bagi dirinya untuk mengikut Yesus, karena dia lebih mengutamakan keamanan dirinya dibanding dengan mengakui yesus sebagai temannya. Melalaui perkataan ini,Yesus hendak menegaskan bahwa hidup kekristenan adalah penyangkalan diri, di mana di dalam termuat suatu pemahaman bahwa: * tidak menjadikan diri sebagai yang penguasa atau pusat dari suatu tujuan. * Tidak menentukan hidup sekehendak hati, tetapi melakukan atau siap menanggung apa yang diperlukan untuk hidup orang banyak. * Hidup bukan untuk kesenangan diri, tapi untuk kegunaan; bukan untuk keinginan, tapi untuk untuk tugas; bukan untuk diri sendiri, tapi untuk Tuhan (Roma 14, 7-9; 15,2). Ketika kita menolak diri kita, maka pada saat itulah kita ingin masuk ke dalam kehidupan Kristus. Yesus bukan hendak mengekang pengikutNya dengan perkataan ini, tetapi suatu keberanian dari pengikutNya untuk berkata tidak pada keinginannya, pada egoismenya. Hidup di dalam penyangkalan diri berarti hidup yang ada perubahan nyata.
5. Memikul Salib: Kekuatan menderita. Belajar dari kehidupan orang Romawi, bahwa salib sebagai alat eksekusi bagi budak atau orang asing yang kena hukum Romawi. Orang yang dijatuhi hukuman, harus membawa salibnya sendiri ke tempat penyaliban, seperti Yesus berjalan membawa salib ke Golgatha. Menurut Calvin salib adalah: * Jalan yang mengarah ke arah kesempurnaan. Dengan salib Kristus, manusia menjadi menghargai kebaikan Allah yang menderita. * Memungkinkan manusia mengalami kesetiaan Allah yang memberinya harapan untuk masa depan, sehingga manusia menghentikan pengharapannya pada daging yang terbatas dan dapat busuk. * Kesabaran dan kesetiaan. Bila semua kehendak manusia dapat terpenuhi, maka tidak ada manusia yang mengetahui cara mengikut Yesus, tetapi dengan kesadaran atas kehendak Tuhan, manusia menjadi sabar dan taat dalam menanggung penderitaan, karena di balik itu ada keselamatan yang disediakan melalui penderitaan Yesus. * Suatu kebijakan Allah untuk memulihkan hidup manusia berdosa. * Siksaan bagi Allah, karena kesalahan kita tidak ditimpakan pada kita, tidak merusak atau menghancurkan kita, tetapi menimpa Yesus supaya kita selamat. * Menderita untuk kebenaran Allah, * Menderita di bawah salib, tetapi mendapat penghiburan dariAlla.
6. Setelah berkomitmen dengan kedua hal di atas, maka ada keputusan untuk Mengikut Yesus.
Kata mengikut berasal dari kata ikut = Apisw (Yunani), berati belakang (Matius 10 :38). Mengikut Yesus berjalan pada jejak kaki Yesus dengan bersedia meninggalkan cara hidup lama; memilih yang benar dan meninggalkan yang salah. Seorang murid adalah pelajar atau pegikut. Jadi murid Yesus menfokuskan diri belajar dari Yesus dalam ketaatan pada Bapak. Ikut saya: suatu panggilan tanpa sillabus, tanpa peringatan, tanpa jaminan. Walau dalam pemangglan itu, yesus tidak mengatakan apa-apa, tapi mengikut Yesus adalah satu-satunya cara memilih hidup yang benar, sebab mengikut Yesus memilih jalan kebenaran (Yoh 14, 6). Dialah jalan yang mempersiapkan diri menuju kekekalan bagi pengikutNya. Dia menciptakan manusia sebagai gambarNya; maka manusia mengikuti dan mencerminkan kehidupan dan kemuliaanNya.
7. Dalam ay 25 dikatakan: Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Inilah cara Allah bermatematika, menjaga akan kehilangan; kehilangan akan menemukan. Perkataan ini menghentikan manusia tepat di jantung keinginan dan kenyamanan. Tanpa Sali, bila manusia hanya mengutamakan dirinya, dia akan kehilangan hidupnya; tetapi begitu Kristus menjadi fokus hidupnya, dia akan menemukan. Ayat ini bisa menjadi tali kekang/pengendali atas keinginan-keinginan manusia, sehingga mau memberi hidupnya untuk diatur oleh kebijaksanaan Allah.
8. Ay 26 : Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebuah pertanyaan ilahi tentang arti hidup. Ada dua penekanan dalam ayat ini, yaitu nilai hidup dan tujuan hidup. * Nilai hidup ada pada hidup yang benar * tujuan hidup terletak pada keinginannya memperoleh kebenaran Allah. Hidup yang bernilai dan bertujuan pada masa depan di mana kita kehilangan apapun karena Kristus menjamin masa depan kita sebagai bagian dari diri kita. Dua hal ini hendak mengatakan, apa artinya senang di dunia, tapi tinggal di akhirat; lebih baik menderita bersama Kristus di dunia, tatpi bermasa depan di surga. Meski kita dapat menambah jumlah kekayaan kita, memiliki gedung pencakar langit, dihormati ketika kita lewat, tanpa kebersamaan dengan Kristus kita akan kehilangan yang lebih berharga. Yesus berkata: dibandingkan nyawa, semua yang kita miliki tidak lebih bernilai. Maka dalam kitab amsal dikatakan, adalah sebuah kebodohan mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu yang bisa binasa.
9. Dalam ay 27 dinyatakan tentang pemerintahan ilahi, bahwa Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Di depan kita ada penghakiman. Hari penghakiman adalah alasan untuk menyakal diri dan memikul salib, karena Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan BapaNya untuk menghakimi manusia sesuai dengan perbuatannya. Ada hari kiamat di depan, masing-masing akan menuju ke hari tersebut, meskipun tidak semua manusia akan mati (ay 28), tetapi semua akan melihat kemuliaan Anak Manusia sebagai Raja. Amin. Selamat mengikut Yesus, menyangkal diri dan memikul salib!
(Dirangkum dari berbagai tafsiran).

Sabtu, 01 Agustus 2009

1 Rajaraja 16, 1-16

“ Mengingini…”
1. Memiliki harta dan menjaga pemberian Tuhan merupakan hal baik. Tapi persoalan akan muncul, ketika keinginan memiliki bertambah, yang dapat membuat seseorang melakukan penipuan, pencurian, pemerasan dan mengambil keuntugan secara tidak sah. Mengingini merupakan keinginan manusia yang berlebihan, sehingga Tuhan dalam titah ke-10 mengatakan pada Musa agar jangan mengingini milik orang lain/temanmu. Kemarin saya mendengar cerita, tentang pemuda yang setiap hari bertemu dengan istri orang dan ia mengingini istri orang tersebut. Bayangkan, ditengah banyak anak gadis yang belum menikah, dia mengingini perempuan yang sudah menikah. Bukankah itu membuat kehancuran bagi keluarga orang lain, menjadkan sebuah perzinahan?
2. Ada kebiasaan manusia melihat milk orang lain lebih baik dari miliknya sendiri. Rumput di depan rumah tetangga lebih hijau dari di rumah sendiri, ‘ binda ni halak gumodang sian bindaniba’. Penglihatan yang seperti inilah yang dimilik Raja Ahab. Dia punya banyak harta, tapi dia mengingini harta Nabot yang sedikit. Dia punya banyak kebun anggur, tapi dia mengingini kebun anggur Nabod yang dekat dengan kerajaannya.
3. Raja Ahab : Seorang penguasa yang mengingini kebun anggur Nabot. Di tengah kehidupan yang bergelimpangan harta, dia masih mengingini kebun anggur Nabot. Dia gusar, sedih, ketika Nabot menolak permintaannya. Dia kehilangan semangat dan tidak mau makan. Dia tidur dan tidak mau melihat istrinya,hanya karena persoalan sebidang tanah. Ketamakan dan kerakusan menjadi sumber ketidak peduliaannya pada rumah, istri dan jabatannya. Keinginan manusia sangat beragam, dan berkesinambungan. Dari keinginan yang satu kpd keinginan yang lain berlanjut terus. Karena keinginannya pada kebun itu, Ahab sampai sampai melupakan hubungan Allah, tanah, dan umat Israel. Tanah yang diperoleh dari Allah adalah eksistensi seorang umat Allah.
4. Izebel : Istri Raja Ahab. Dia tidak setuju diperlakukan dengan tidak hormat. Lebih hebat lagi, dia mau mendapatkan keinginan dengan cara apapun, maka dia membuat skenario tentang penggunaaan kekuasaan sebagai alat penindasan. Dia membuat surat palsu atas nama raja dan stempel raja, untuk mengudang tua-tua kerajaan, mengadili nabot yang tidak memberi tanahnya pada suaminya. Mengangkat dua penjahat sebagai saksi dusta, dan membuat sebuah kesaksian yang salah mengenai Nabot. Semua kenario yang dia susun berjalan dengan baik, maka jadilah apa yang dia inginkan, Nabot mati dilempari batu oleh penduduk kota karena melakukan sebuah ‘kejahatan’. Cerita hidup Nabot berakhir dan kebun anggur Nabot mereka miliki.
5. Nabot: Seorang masyarakat biasa yang mendapat kebun anggur sebagai warisan dari nenek moyangnya. Bagi orang Yahudi tanah warisan merupakan sesuatu yang harus dijaga dan dikelolan dengan baik. Maka sebagai tanah warisan dia harus menjaga dan tidak akan membiarkan diambil orang. Ketika Raja Ahab mengingini kebun itu, dia menolak meski dibayar dengan kebun yang lebih baik atau dengan uang perak. Persoalan bukan pada bayaran tapi pada penjagaan milik leluhur. Warisan diibaratkan bagaikan Perintah Allah yang tetap harus ada melekat di hati, demikian lah warisan melekat dalam diri keluarga. Ketika dia menolak permintaan Raja, dia bukan menolak karena membenci atau tidak meghormati raja, tapi dia menghormati Tuhan sebagai pemberi warisan, karena bagi orang Yahudi tanah merupakan pemberiaan Tuhan yang harus dijaga. Tanah adalah eksistensi umat. Nabot menolak memberi kebunnya karena di tanah itulah letak eksistensinya sebagai umat Allah. Bila dia menjual tanah itu dia menjual harga dirinya.
6. Keteguhan pada prinsip boleh menjadi sumber penghinaan dan kecelakaan bagi diri sendiri, sehingga banyak orang menjadi tidak punya prinsip supaya tidak dikucilkan dari kelompok social yang telah hidup secara tidak benar. Menjual identitasnya demi kelompok social, menjual imannya demi kehidupan yang baik di tengah masyarakat.
7. Siapakah kita diantara tiga tokoh ini ? masing-masing kita boleh menjawab, tapi satu hal yang perlu kita pelajari, bahwa mengingini harta bisa membuat manusia menjadi tidak cerdas dalam mengambil keputusan. Dalam Amsal 16,16-20 dikataka, lebih baik mempunyai hkmat daripada harta, karena orang berhikmat akan tahu memilih yang baik dan benar, tapi orang yang berharta sering tidak berhikmat karena keinginan yang berlebihan.
8. Harta itu perlu, tapi janganlah harta menguasai hidup kita, sebab kita harta telah kita utamakan, Kristus akan hilang dari diri kita. Kita tidak peduli hubungan Allah umat dan harta, karena kita memisahkan duniawi dan sorgawi. Mari kita belajar, kahancuran Ahab dan Izebel bersumber dari keinginannya yang berlebihan, sehingga apa yang dilakukan pada Nabot yang benar terjadi padanya walau dia penguasa di kerajaan itu. Nabot mati karena kebenaran dan keinginana mempertahankan identitas, tapi Raja Ahab dan Izebel mati karena tidak punya identitas.
9. Nabot yang melihat hubungan Allah dan tanah berharga di mata Tuhan, sehingga dicatat dalam sejarah, Raja Ahab dan Izebel karena menginginkn milik orang lain dihukum oleh Allah, juga dicatat dalam sejarah. Tapi pilihan orang benar selalu pada Nabot yang setia pada imannya, walau ia kehilangan nyawanya. Amin.