Rabu, 21 Desember 2011

Filipi 2, 2

Karena itu, sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: Hendaklah kamu sehati spikir, dalam satu kasih, satu jiwa satu tujuan (Fil. 2,2)

"Sehati-Sepikir di dalam Tuhan"

1. Charlie MacAthur almarhum berkata pada Helen hayes ketika berjumpa di satu pesta sambil memberikan segenggam kacang ke tangan, dia berkata "Saya berharap, ini adalah batu-batu zamrud". Setelah melewati tahun-tahun bahagia pernikahan meraka dia memberi segenggam zamrud pada Hayes, sambil berkata :"Saya berharap, ini adalah kacang".Ada banyak cara manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada yang dicintainya, melamar seseorang untuk menjadi istrinya.Athur memberi kacang, yang memberi cincin,kalung, baju sebagai tanda mata.
2. Tradisi lamaran sudah sangat dikenal di berbagai tempat di belahan bumi ini, khususnya di berbagai suku di negara kita ini. Bahkan dalam perjanjian Lama sudah mencatat kisah hamba Abraham ketika mencari perempuan untuk menjadi istri Ishak, anak tuannya, (Kejaian 24). di mana Abraham mengutus hambanya ke kampug halamannya, dan Tuhan menunjukkan seorang perempuan yag baik hati kepada orang asing, lalu hamba Abraham memberi dia tanda mata kalung dan gelang. Abraham ingin perempuan itu di bawa ke tanah yang sudah ditunjukkan Tuhan baginya, bukan Ishak yang pergi ke tanah leluhurnya, kenapa? Abraham ingin membentuk satu keluarga yang sahati-sepikir dalam Tuhan, yaitu menyembah Allah israel yang membawa dia keluar dari tanah nenek moyagnya.
3. Tujuan dari melamar seseorang bukan sekedar menyatu dua hati, tetapi mencari kesesuaian sampai tiba pada pernikahan yang disepakati.Lamaran merupakan prosesi menuju pernikahan, di mana dibutuhkan kesesuaian dari keluarga besar untuk mempersatukan putra-putri mereka. Hari ini kita sedang menerima kedatangan keluarga pihak laki-laki untuk melamar putri di rumah ini menjadi calon mempelai bagi putra mereka. Perlu adanya kesesuaian dari dua keluarga, di mana kedua keluarga ini datang dari dua suku yang berbeda, budaya yang berbeda dan pola pendidikan yang berbeda. Tentu jika masing-masing menonjolkan diri, kesesuai tidak akan tercapai. Ibarat penarik tambang, untuk memenangkan tarik tambang, masing-masing anggota kelompok tidak bisa menonjolkan kekuatannya, tidak bisa saling berebutan, tapi mencari kesepakatan, keserentakkan menarik ujung tambang agar bisa memenangkan kompetisi.
4. Rasul Paulus sangat tahu pentingnya kerjasama dalam membangun kerajaan Allah. Ketika di jemaat Filipi ada dua orang perempuan (Euodia dan Sintikhe)yang suka bertengkar, karena adanya perbedaan-perbedaan mereka, Paulus mendorong kedua perempuan itu untuk berdama, sehati-sepikir (Fil 4,2. Paulus memakai kedua perempuan ini sebagai contoh untuk membicarakan tentang damai sejahtera dengan cara mencari kesesuai di berbagai perbedaan.
5. Dalam dua keluarga besar ini ada perbedaan-perbedaan karena latar belakang suku, itu bisa saja menjadi ajang pertengkaran, jika masing-masing menonjolkan kelebihan dan mencari kekurangan yang lainnya, tapi melalui nats ini juga kita disorong untuk sehati sepikir. Sehati sepikir, tidak harus sama dalam segala hal. Nyanyian menjadi bagus bukan karena sama nada, tapi berbeda dan dinyanyikan secara harmoni. Keindahan nyanyian nampak dari kesesuaian antar suara. keindahan keluarga ketika perbedaan bisa disesuaikan dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan yaitu perkawinan yang kudus dalam ikatan jiwa yang dikasihi Kristus. istilah sehati-sepikir dipakai Rasul paulus mengesankan mengenai kesesuaian.
6. Bagaimanakah mencapai kesesuaian dan tujuan yang sama? Dalam nats ini ada empat K,yang diperluka, yaitu :
- Kesamaan tujuan : Setiap kelompok hendaklah mencari apa kesamaannya dengan kelompok lain dalam mencapai tujuan, jangan mencari perbedaan. Contoh, Kedua calon mempelai pernah menjadi ketua PaDus di gerejanya. Akan lebih menarik membicarakan itu untuk menyesuaikan pertemanan daripada mencari apa yang membuat mereka berbeda. Jangan membicarakan bola saat menonton konser musik, bisa terusik pendengar. Teman saya selalu mencari perbedaannya dengan sauminya, maka mereka akan mengakhiri pertemuan dengan pertengkaran.
- Komunikasi : Komunikasi sangat dibutuhkan dalam mencapai kesesuaian. Ada Lagu Batak dengan judul "Di Tao ni Ajibata" si A mendapat cincin sebagai tanda mata dari si B, oleh suatu hal Si B menikah dengan orang lain, si A marah dan membuang cincin itu. Komunikasi verbal menyatakan ketidak sesuaian. Tap ada juga cerita dari samudra Atlantik, ketika suami sedang bermain ski, jari manisnya mengecil, dan cincin terjatuh tanpa dia sadari. Waktu istrinya melihat jari suaminya dia berteriak kaget menanyakan cincin suaminya. Sang suami juga kaget, lalu dia berkata :'comotkan cincinmu dan lemparkalah ke samudra sana!' istrinya menolak, dia berkata bahwa mereka sanga butuh uang, bagaimana mungkin di situasi yang sulit ini, dia membuang cincin mas? Tapi si suami berkata, "lemparkanlah supaya cincin kita tetap bersatu di dasar samudra itu!' dan istrinyapun melemparkan cincinnya. Ada banyak pasangan yang tidak mengkomunkasikan apa yag ada di hatinya, sehingga tidak tercapai kesesuaian. maka komunikasi adalah cara mencari persamaan dan menyesuaikan perbedaan.
-Kerjasama : Kelompok yang baik dan menghasilkan nilai baik jika mau kerjasama, bukan bekerja bersama-sama. Jika Istri mencuci piring, supaya cepat selesai kerja, suami akan membantu mencuci kain atau sebaliknya dengan bekerja sama, penarik tambang akan dapat memenangkan kompetisi.
Komitmen : Keutuhan suatu hubungan jika masing-masing berkomitmen saling mengasihi, saling menolong, saling merendahkan hati dan saling mendukung. Komitmen membuat seseorang bertekad berjuang melamapaui kesulitan. Putra saya Jerry yang punya kebiasaan isap jempol berkomitmen untuk tidak lagi mengisap jempolnya pada usia 7 tahu, waktu dia sudah kelas dua dan sabuk hijau pada kelompok taekwendoo nya. Waktu baru masuk kelas 2, saya memintanya menepati komitmennya, tapi dia berkata, bahwa dia belum 7 tahun dan masih sabuk hijau streep. Ketika dia berusia 7 tahun dan dinyatakan lulus ujian untuk masuk sabuk hijau tanpa saya minta dia menghentikan kebiasaannya. Komitmennya membuat dia mampu tidur nyenyak walau tidak mengisap jempolnya dulu seperti biasa. Artinya jika dua anak manusia hendak mencari kesesuaian, dan masing=masing berkomitmen saling menghormati, apapun perbedaan tidak akan menghalangi tujuan karena, setiap perbedaan akan diterima dan disesuaikan.
7. Bagi paulus, sukacita itu akan sempurna jika anak-anaknya hidup dengan baik, sehati sepikir dalam perbedaan. Sebagai orang-orang percaya kepada kristus, kita kerap menghadapi tantangan dan hambatan. Bisa saja pendidikan perempuan yang lebih tinggi di masyarakat kita yang menganggap harus laki-laki lebih tinggi, menjadi sesuatu hambatan. Maka pada acara lamaran ini, perlu belajar bagaimana cara agar dapat 'menarik' bersama-sama, yaitu untuk tetap sehati-sepikir di dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Paulus memohon agar mereka menarik bersama-sama dan bekerja sama untuk menghormati sang Tuan. Amin

Jumat, 20 Mei 2011

Matius 21, 14-22

“Nyanyikanlah Nyanyian Baru bagi Tuhan”
1. Peristiwa ini sesuai dengan nubuatan Nabi Yesaya dan Zakaria bahwa Mesias akan masuk ke Yerusalem untuk terakhir kalinya untuk menunjukkan ke Mesiasa Nya pada para pemimpin Israel, sekaligus menyatakan bahwa Sion adalah kotaNya. Dia juga membuat dua peristiwa yang luar biasa di Bait Suci Yerusalem dan Betania, yang mencengangkan bagi pemimpin Israel, supaya setiap pujian tertuju hanya kepada Yesus, Mesias yang dijanji, yaitu : penyembuhan terhadap orang buta dan lumpuh. Dua kelompok masyarakat yang cacat fisik ini, tidak diperkenankan secara aktif dalam kegiatan ibadah di Bait suci (bnd. 2 Sam 5,8), tetapi kuasa Yesus memungkinkan mereka ikut aktif dalam pelayanan di rumah ibadah (Kis 3,2). Dampak dari penyembuhan itu adalah respon yang menakjubkan dari anak-anak dan rasa jengkel dari dari imam-imam.
2. Di salah satu perayaan Paskah remaja, saya diundang berkhotbah. Dari awal hingga selesai ibadah, saya tidak disapa pemimpin jemaat itu, yang sudah senior, saya tidak tahu alasannya, tapi saya melihat respon penolakan terhadap pengkhotbah lain di tempat itu. Dua hari lalu, saya berkotba untuk lansia di salah satu gereja non Batak, sungguh luar biasa sambutan pendeta setempat, padahal dia masih muda, tapi dia merespon kehadiran saya dengan kehangatan dan merespon baik khotbah saya. Dia tidak merasa tersaingin dengan kehadiran pengkhotbah lain, karena dia punya tujuan dalam mengarahkan pujian pelayanan. Saya langsung dapat memaknai respon orang yang di Yerusalem kepada Yesus ketika itu dengan pengalaman saya ini.
3. Anak-anak yang cenderung polos, belum nampak daya saing melihat mujizat penyembuhan yang dilakukan Yesus dengan takjub, mereka mengelu-elukan Yesus, memusatkan setiap pujian atas kuasa Yesus. Sulit mencari karakter seperti anak-anak yang bangga dengan keberhasilan orang lain, bahkan terkadang kita mengajar anak lewat sikap kita untuk tidak mau memuji keberhasilan sesamanya, tapi teriakan “Hosana” adalah bukti kemuliaan Tuhan telah nyata di dunia, pemulihan telah terjadi, bahwa Mesias, Anak Daud telah hadir di kotaNya membawa kesembuhan bagi dunia. Hal ini juga menyatakan keilahian-Nya sejak
Yesus menerima pujian semua hanya diperuntukkan bagi Allah. Selain itu memperkuat kebenaran bahwa rendah hati dan sikap kekanak-kanakan sering melihat kebenaran rohani lebih jelas dan canggih, meskipun mereka seringkali tidak menyadari penuh signifikansi dari pujian itu.
4. Para Imam (orang dewasa) yang sudah mapan dengan keberhasilannya di masa lalu, sulit menerima ketika ada kuasa yang melebihi kuasa mereka, sehingga pujian pihak lain pun menjadi menjengkelkan karena merasa berkurang kepopulerannya. Inilah yang sering kita jumpai di tengah kehidupan kita, bahkan di gereja, ada yang merasa tersaingin, ada yang menolak kelebihan orang lain, sebab selalu memusatkan diri sebagai focus dari semua pujian, sehingga untuk Tuhan tidak ada yang tersisa.
5. Maka sebagai pihak berwenang mereka mempertanyakan otoritasNya, apa hakNya membuat mujizat di di bait suci, di wilayah kekuasaan mereka? Padahal tindakan Yesus sangat menunjukkan signifikansi mesianik. Oleh karena itulah, untuk mempertegaskan kemesiasanNya dalam ay 16 Yesus berkata, "Engkau dengar apa yang dikatakan anak-anak ini?" Kata Yesus kepada mereka: "Aku dengar; belum pernahkah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?" (bnd. Mzm 8,2). Itu berarti bahwa tidak ada yang bisa menghempang pemujian pada Tuhan, tidak juga kuasa di dunia.
6. Kalau ada di dunia ini merasa berkuasa menghempang pemberitaan Injil, menghempang tempat peribadahan pada Tuhan, menghempang mulut memuji Tuhan, tetapi Yesus mampu menerobos benteng apapun yang menghempang, termasuk penyakit fisik, bisa diatas, sehingga mereka boleh beribadah secara aktif memuji Tuhan.
7. Yesus sangat menghendaki bahwa bait suci adalah tempat pemujian pada Tuhan bukan pada manusia, itu juga sebabnya Dia mengadakan penyucian bait suci sebelum melakukan ibadah penyembuhan dari pihak yang mencari untung di bait suci, dari pihak yang melakukan transaksi bisnis di rumahNya, dari pihak yang mengotori kekudusanNya baitNya yang kudus. Artinya secara internal, sebagai pihak yang ada di dalam gereja kita perlu menyatakan kemuliaan Tuhan, tanpa merasa tersaingi.
8. Janganlah respon populer untuk tindakan Yesus kita anggap memperburuk keadaan kita sebagai pelayan dan umat Tuhan, seperti imam kepala dan
guru hukum ketika itu, baiklah kita bersukacita dengan respon yang baik, respon yang memuliakan Tuhan.
9. Kuasa kedua terjadi di pagi hari di Betania yang mengutuk pohon ara. Yesus diikuti para murid masuk ke Betania, mereka melewati pohon ara di suatu tempat antara Betania dan Yerusalem. Daunnya lebat. Kelebatan daun hijau adalah gambaran bahwa pohon itu pasti menhghasilkan buat yang sedikitnya bisa dikonsumsi orang yang lewat. Karena peristiwa ini terjadi pada bulan April, seminggu sebelum paskah, di mana waktu itu adalah musim buah, tentu Yesus berpikir di sana ada buah yang boleh memberi kelegaan, disamping daun biasanya menunjukkan prospek buah, walaupun tidak sepenuhnya matang. Namun pohon itu tidak memberi buah, dia bertumbuh terus namun tidak menghasilakn apapun. Yesus mengutuk pohon itu dan kering sampai ke akar-akarnya. Yesus mengutuk setiap pertumbuhan yang tidak berbuah. Mungkin itu jugalah alasan mengapa Yesus pernah berkata: Tidak semua orang yang mengatakan Tuhan…Tuhan… masuk ke dalam kerajaan surga’ artinya tidak semua orang yang tekun, setia dalam ibadah bisa menjadi pewaris jika tidak menghasilkan buah iman yang memberi kelegaan bagi sekitar.
10. Peristiwa pohon ara juga hendak menegaskan bagi kita bahwa luar bait suci pun harus terdengar pujian bagi Tuhan. di mana pun orang Kristen tinggal akan menunjukkan pujiannya hanya pada Tuhan, tidak menjadi berbeda ketika berkotbah dan tidak berkotbah, ketika di dalam gereja dan di luar gereja. Di dalam atau di luar harus terus bersinar cahaya Kristus lewat sikap hidup yang benar, yang beriman hanya kepada Yesus.
11. Daun-daun di pohon ini menyarankan agar setiap pohon memberi buah, tapi dari pihak Yesus ini menjadi kesempatan mengajar murid-murid-Nya suatu kebenaran penting dengan menggunakan pohon ini sebagai pelajaran. Dia mengutuk pohon itu, bukan karena gagal menghasilkan buah, tapi karena penolakan untuk bertobat, untuk memuliakan Tuhan. Inti dari kutukan itu adalah gambaran dari penolakan orang Israel terhadap Mesias, maka setiap penolakan memuji Tuhan akan dikutuk.
12. pohon ara menggambarkan segmen orang Yahudi dalam generasi Yesus, yaitu
kemunafikan, berpuara-pura sebaagi bangsa Allah, tapi tidak berbuah! Mereka amndul secara rohani. Pengutukan ini berkaitan dengan penyucian Bait Allah dari pedagang Bait Allah dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat tetapi tidak
dengan anak-anak, orang buta dan lumpuh. Yesus mengutuk seluruh
pohon bahkan akar-akarnya, bukan hanya bagian-bagian yang terbukti tidak berbuah. Tapi secara menyeluruh. Dalam kutukan pohon ara ini meningatkan kita tentang penghakiman atas ketidakpercayaan. Dia menggunakan keajaiban untuk mengajar mereka tentang kekuatan doa dalam iman.
13. Dengan iman doa semua boleh nyata bahkan, tidak hanya mengutuk pohon ara, Yesus bahkan memberi kuasa untuk membuat tindakan hiperbol, membuat gunung beranjak ke laut hanya dengan iman!
14. Marilah bernyanyi, memuji Tuhan secara baru lewat sikap hidup yang berkarakter sebagai pewaris kerajaan Allah, supaya setiap yang kita pinta boleh nyata di bumi dalam doa dan kebenaran amin.

Jumat, 22 April 2011

Johanes 20,1-10

“Kebangkitan Yesus:
Perjumpaan Injil dan Perempuan”

1. Pada hari minggu seperti ini, biasanya para perempuan menghias gereja dengan merangkai bunga krisan warna putih dan kuning; warna kebangkitan, warna yang menunjukkan makna kehidupan seperti warna pakaian seksi perempuan pada ibadah ‘parheheon’ seksi perempuan Depok I hari ini, dengan harapan supaya semakin bangkit dari keterpurukan, bangkit dalam pelayanan, walau menurut seorang penulis mengenai seruan dan tanggung jawab Kristen mengatakan :”kadang saya berpikir bahwa perempuan lebih banyak di surga dibanding laki-laki’ mengingat lebih banyaknya perempuan yang aktif di ibadah, pelayanan dan pekerjaan social. Pernyataan ini banyak disangkal para laki-laki, seorang pendeta laki-laki bahkan berkata, ‘itu hanya kwantitas belum tentu kwalitas’.
2. Tapi saya hendak mengatakan bahwa kebangkitan Kristus membawa warna baru bagi perempuan yang secara tradisi tidak bisa memberitaka atau menjadi saksi untuk sesuatu kejadian, tapi dalam kebangkitan Kristus, Maria Magdalena tampil sebagai saksi, sebagai pemberita pertama tentang kubur yang terbuka, tentang Yesus yang tidak lagi di tempat. Memang Maria tidak masuk ke kubur itu, tapi dari mulut kubur dia melihat peristiwa kosongnya kubur, dan itu menjadi informasi penting yang membuat dia berlari menyatakan kepada orang bertemu dengannya, kepada Petrus dan murid lainnya bahwa kubur kosong!
3. Berita yang disampaikan Maria menjadi berita yang menggemparkan bagi para murid, sehingga berlomba-lomba mereka untuk lebih dulu sampai di kubur Yesus. Tulisan Yohanes tentang kebangkitan Yesus bukan hanya sekedar biografi, tetapi pemaknaan bahwa Yesus yang mati sudah bangkit dan itu membawa pembaharuan bagi umat manusia, termasuk bagi para perempuan sehingga menjadi diterima sebagai pemberita inijil, menjadi saksi kebangkitan Yesus. Yohanes tidak kebetulan saja menulis bahwa Yesus harus bangkit dari antara orang mati. Dia menulis dengan kata harus hidup, karena demikian kehendak Allah yang berkedaulatan. Tema ini sering muncul dalam Injil Yohanes. IA HARUS BANGKIT DARI ANTARA ORANG MATI (ay. 9)
4. Yohanes hendak memberitakan; kebangkitan itu bukti bahwa Yesus tidak seperti manusia lain, bahwa Dia sungguh-sungguh Anak Allah. Dalam kebangkitan itu ada peninggianNya sebagai Putra Bapa, karena dalam kebangkitan itulah terlihat makna sesungguhnya dari kematianNya. Kebangkitan itulah dasar iman kekristenan untuk memasuki kekekalan.
5. Berita kebangkitan Yesus telah diberitahukan Yesus kepada para murid sebelum Dia mati di kayu salib, namun kecenderungan manusia memakai dengan logika, bukan iman, menyebabkan murid tidak begitu memperhatikan maksud kebangkitan itu, sehingga hari minggu pertama, setelah kematianNya, sebagaimana tradisi Yahudi, Maria Magdalena pergi ke kubur untuk meminyaki jenazah Yesus. Yohanes tidak menjelaskan proses kebangkitan sebagaimana kitab Matius 28,1-2, tetapi langsung pada Yesus bangkit dan Maria Magdalena melihat batu penutup kubur terbuka, dengan asumsi bahwa mayat Yesus dicuri.
6. Maria Magdalena, seorang perempuan yang pertama sekali melihat kejadian itu, bersama temannya yang tidak disebut siapa namanya (ay. 2: bnd. Kata kami), dan melihat kubur terbuka (Yun. Blepei). Terbukanya kubur membuatnya berlari memberitakan bahwa Tuhan diambil orang, dia tidak masuk, tapi ‘terbuka kubur’ langsung diasosiasikan hilangnya mayat Yesus. Memang pada masa itu perampok kubur tidak jarang terjadi ketika itu di sekitar Yerusalem, maka Maria mengasumsikan bahwa beberapa musuh Yesus telah mencuriNya..
7. Mendengar berita Maria, Petrus dan murid lain segera pergi ke makam, namun petrus didahului murid lain, yang lebih dahulu dari dia, melihat (blepei) ke dalam tapi tidak masuk, sehingga hanya melihat kain kafan terletak di tanah. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak mungkin dicuri, jikalau Dia dicuri pasti kain kafan yang menutup tubuhNya akan dibawa serta, karena harga kain itu sangat mahal. Murid pertama yang melihat (blepei), dari mulut kubur, tapi tidak masuk, sehingga tidak tahu persis apa yang terjadi, disamping mungkin mereka tidak mau mengotori kesucian diri dengan melanggar ritual Yahudi masuk ke dalam makam. Ketika Petrus tiba di makam, ia menerobos masuk. Peturs memang seorang yang emosional, maka mendengar kubur kosong di berlari masuk dan menerobos ke dalam. Dia hendak mengetahui persis apa yang terjadi mengenai tubuh Yesus. Dia juga melihat (YUn. theopei : melihat dengan saksama) pakaian linen pemakaman (Yun.
ta othonia) tapi juga kain yang menutupi kepala Yesus '(Yun. soudarion, bnd. 11:44). Terlipat baik.
8. Petrus menyadari bahwa Yesus bangkit, karena tidak mungkin ada kesempatan bagi pencuri untuk merapikan kain penutup kepala Yesus jika mayat itu dicuri. Didorong oleh keberanian Petrus, murid lain yang diduga adalah Yohanes datang dan melanjutkan ke dalam kubur, ia melihat (Yun. eiden, melihat dengan cara cerdas). Ini menjadi bukti baginya bahwa Yesus telah bangkit dari kematianNya. Kebangkitan Yesuslah yang membuka penutup kubur itu.
9. Meskipun dia belum tahu isi kitab suci, namun dia percaya akan kebangkitan Yesus, sebagaimana tertulis bahwa DIA HARUS BANGKIT (9). Dalam iman, ia kembali bersama Petrus ke rumah. Tidak dijelaskan apakah Petrus percaya, tetapi kepada murid lainnya (Yohanes) dikatakan bahwa dia menjadi percaya; itulah yang dikatakan oleh Yesus: ‘berbahagialah orang yang percaya walau tidak melihat’. Murid itu tidak memerlukan pembuktian, dia tidak berlogika, tapi dorongan imannya menunjukkan bahwa imannya telah melangkah maju. Penemuan Maria Magdalena menjadi awal pemberitaan kebangkitan Yesus. Dengan pemberitaan itu, ada orang yang percaya meski tidak melihat.
10. Pada pesta ‘parheheon’ hari ini, para perempuan juga dipanggil untuk selalu menjadi pemberita injil, memberitakan tentang Yesus sudah bangkit, kubur terbuka sebab Dia tidak mati.
11. Ada penelitian mengatakan bahwa perempuan sangat suka bicara, membicarakan apa saja. Ketika suami tidak mau diajak biasa para perempuan pergi cari teman untuk ngobrol, kalau cerita inti habis maka para perempuan itu akan membicarakan apa saja, bahkan bisa ngegosip yang bisa berdampak negative, maka saya selalu usulkan supaya mengisi waktu itu dengan berbicara yang baik, kalau membicarakan kekurangan orang itu menjadi intropksi diri sekaligus menjadi cerminan supaya tidak bertidak seperti orang yang tidak kita sukai.
12. Maria Magdalena menjadi sangat penting pada peristiwa kebangkitan Yesus karena dia tidak menggosip bahwa ada pencuri, tapi yang dia katakana kubur kosong, kalau kemudian dia terlalu banyak terikat secara emosional, sehingga lama mengetahui bahwa Yesus sudah bangkit oleh air matanya, itu karena sifat perempuan yang sensitive dalam hal kepemilikan. Tapi yang perlu kita ikuti dari Maria Magdalena jadi perempuan yang aktif dan yang pertama menceritakan kebenaran, kebaikan bukan hal-hal buruk dan negative.
13. Selamat paskah, selamat menjadi perempuan yang di terima Kristus menjadi alat pemberita injil!

Kamis, 21 April 2011

Yeaya 52,13-53,12

“Menderita untuk Memberi Hidup”

1. ‘The beast and the beauty’ merupakan dongeng yang dimnati anak-anak dulu hingga kini, yang membuat anak-anak di seluruh dunia tercengang, bahkan di zaman tekhnologi ini, karena si buruk rupa yang tidak menarik perhatian orang, karena tidak menyerupai manusia, tiba-tiba menjadi pria tampan oleh bisiskan cinta perempuan cantik. Ketercengan anak-anak terjadi saat si buruk rupa yang tidak masuk hitungan manusia berubah menjadi pusat perhatian karena ketampanannya.
2. Demikian Nyanyian Hamba Tuhan yang keempat ini (52,13-15), dalam kitab Yesaya, di mana semua bangsa bahkan raja-raja tercengang ketika hamba Tuhan yang tidak menyerupai manusia itu, yang tidak pernah menarik perhatian orang lain, tiba-tiba menjadi pusat perhatian semua bangsa karena tindakan cintaNya yang luar biasa, di mana tubuh lemah, fisik yang tak mungkin menolong, memberi diri menjadi tumbal dosa, sehingga bisa menjalani keselamatan orang-orang yang harusnya berdosa.
3. Nyanyian hamba ini, dimulai dengan keberhasilanNya, di mana Dia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan oleh seluruh bangsa. Pengulangan kata yang bermaksa sama dalam bahasa Ibrani, seperti ditinggikan, disanjung dan dimuliakan, hendak menunjukkan bahwa Dia sungguh-sungguh berhasil, bahwa tindakan cinta, dengan kerendahan hatiNya turun dari kemuliaan menjadi rupa hamba mendapat nilai baik sehingga dimuliakan, ditinggikan dari orang yang tidak berarti menjadi sangat berarti.
4. Hamba yang awalnya tidak dipedulikan, dihina bahkan dianggap tidak punya arti apa-apa karena keburukan fisikNya, boleh menerima pemuliaan karena sikap dan tindakanNya yang membuat semua bangsa menjadi hidup, dipulihkan dan diangkat dari jurang maut (53,4).
5. Nyanyian ini lebih jauh membicarakan penderitaan yang dialami Hamba Tuhan (bnd Mzm 22), karena usaha penyelamatan yang dilakukanNya. Dengan sabar, Dia menanggung banyak penganiayaan, disiksa, ditindas (53,7), namun tidak melakukan perlawanan, tidak membuka mulut untuk membantah ketidakbenaran yang dibebankan padaNya. Hal ini membuat mereka yang menyaksikan menjadi tercengang dan tertegun, (52,14-15; 53, 2-3; 7-9). Keburukan rupa yang tidak seperti manusia tapi sanggup memberi kehidupan bagi manusia, dipandang sangat luar biasa. Penganiayaan yang dialami merupakan tindakan penghapusan dosa dunia, (53,4,6,10-12) Sikap yang membuat Dia menjadi berhasil dihadapan Allah.
6. Gambaran penderitaan hamba Tuhan yang dinubuatkan nabi Yesaya adalah penderitaan dan kematian Tuhan Yesus. Penderitaan ini merupakan hal penting dalam kehidupan orang Kristen. Tuhan Yesus menjelang disalibkan mengamanatkan pada murid-murid-Nya agar mengingat penderitaan-Nya melalui Perjamuan Kudus. Dengan perjamuan kudus yang nanti akan kita lakukan, kita akan mengingat bahwa Yesus menderita, disiksa bahkan disalib dan mati untuk menghapus dosa dunia. Dengan mengingat itu, kita tahu bahwa dosa kita telah disucikan dengan darahNya, maka adalah wajar jika kita pun siap mengampuni orang yang bersalah terhadap kita.
7. Sentralitas penderitaan Tuhan Yesus tidak hanya terjadi dalam pemberitaan Perjanjian Baru, tapi juga telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Sekalipun lebih jelasnya kita tahu dari Perjanjian Baru. Perikope kotbah ini (Yesaya 52:13-53:12), merupakan indikasi mengenai penderitaan Tuhan Yesus. Yang digambarkan dengan figur penderitaan seorang Hamba Tuhan. Penderitaan ini, hendak mbandingkan detail pengalaman Tuhan Yesus yang melalui jalan salib (via dolorosa). Dari dua pengalaman ini, kita dapat menemukan kesamaan yang mengejutkan dan jauh dari kebetulan. Pararel ini mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa hanya Tuhan Yesus, dan Dialah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam figur Hamba yang menderita.
8. Ada beberapa bagian yang saling terjalin satu dengan yang lain dalam perikope ini untuk memudahkan kita memahami berita tentang Tuhan Yesus yang turun dari kemuliaanNya menjadi rupa manusia, mencemarkan diri menjadi rupa hamba demi keselamatan umat manusia, yaitu :

- Hamba Tuhan mengalami penderitaan, dihina, tidak dipedulikan, bahkan kesalahan yang dilakukan orang lain dibebankan padaNya. Dia tidak dipandang karena fisikNya yang buruk, Dialah Yesus Kristus yang turun ke dunia, menjadi rupa hamba mengambil alih dosa manusia:

- Sang Hamba yang tunduk pada AllahNya, rela merendahkan diri menerima penghargaan dengan menjadi orang yang dipermuliakan. Dia diangkat dari kerendahanNya, dari rupa Hamba menjadi rupa Allah. Kerendahan hatiNya membuat Dia berhasil sehingga ditinggikan, disanjung dan dipermuliakan. Ini catatan bagi setiap kita, bila kita tetap rendah hati pada kehendak Tuhan, maka kita akan diangkat menjadi pewaris kerajaanNya.

- Sebagaimana orang tidak peduli padaNya oleh keburukan rupa, demikianlah Dia menjadi pusat perhatian semua bangsa, bahkan raja-raja tercengan, mengatubkan mulut melihat keberhasilanNya. Dia yang dipandang rendah berubah menjadi sangat diagungkan. Demikianlah Tuhan Yesus, banyak orang tidak percaya, menolak dan menghina kasihNya melalui salib, tapi sebagaimana keyakinan Rasul Paulus bahwa semua lutut akan bertelut, semua mulut akan berseru Yesus Kristus, Raja, dampak dari kasihNya yang mengampuni dan tidak memperhitungkan dosa dunia.



9. Ketiga ayat dalam Pasal 52 ini merupakan ringkasan dari pasal 53. Ay 13. merupakan dampak dari ay 4, di mana disebutkan penderitaan yang dialami bukan karena dosaNya, tapi karena orang lain. Kerelaan berkorban dari Hamba Tuhan membuat Dia menjadi berhasil.

10. Ayat 14 dan 15, suatu pernyataan yang tidak terpisahkan, di mana terjadi perbandingan antara ketercengangan manusia karena kuburukan rupaNya (14), tetapi berbalik tercengang (15) karena perbuatan penyelamatanNya, suatu tanggapan yang mencengangkan bangsa-bangsa atas keberhasilanNya mengambil alih dosa dunia.

11. Jika kita perhatikan pasal 53:1-4 mengenai penderitaan sang Hamba, terlihat suatu penderitaan yang begitu dasyat. Ada orang menafsirkan ini bahwa penderitaan itu dialamiNya tentulah karena dosaNya, sehingga Tuhan menghukumNya. Dia menanggung dosa yang serius, sehingga Dia menderita, namun ay. 4 sangat jelas menegaskan, bukan karena dosaNya, tapi Dia memikul dosa dunia, dosa orang lain. Penegasan ay 4, ini membuat orang tercengan, mengatupkan mulutNya, tidak sanggup mengatakan tentang keajaiban kasih hamba Tuhan tersebut.

13. Apa yang disaksikan pada diri sang Hamba adalah hak yang belum pernah mereka lihat atau dengar sebelumnya. Pengalaman sang Hamba mengubah secara total konsep mereka mengenai penderitaan dan berkat. Sang Hamba melalui penderitaan-Nya, ditinggikan jauh melampaui kemuliaan pada raja, sehingga "Rajaraja mengatupkan mulut" dalam keheranan mereka. Gambaran ini menunjukkan bahwa mereka begitu tercengang, sehingga mereka bagaikan orang bisu, yaitu mereka tidak dapat mengungkapkan apa yang mereka saksikan dan dengar dengan kata-kata. Apa yang terjadi pada diri sang Hamba melampaui segala pengertian mereka. Suatu tindakan di luar logika manusia.

14. Dia yang lemah, yang tidak memperjuangkan hakNya, supaya bebas dari hukuman, yang dipandang hina oleh bangsa, tampil menjadi hamba yang kuat, yang tidak membantah, tidak membuka mulut atas hak, karena untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Demi keselamatan manusia, apapun perlakuan buruk manusia yang dibebankan padaNya, Dia terima, yang bukan hukumanNya, Dia tanggung; semua demi cintaNya akan dunia ini, Dia menghendaki keselamatan umat ciptaanNya, supaya semua beroleh kemuliaan. Selayaknya, kita yang hilang (ay 6), karena menempuh jalan yang salah, tapi Dia bertindak menjadi Juru mudi kita, menuntun dan mengarahkan jalan menuju terang, supaya kita tahu ke arah mana jalan kekekalan. Karena cintaNya, Dia dikenakan hukuman yang seharusnya, kita tanggung.

15. Tidak melawan, bukan karena tidak mampu. Dia diam 1000 basa, bukan karena Dia tidak punya bahasa, tapi semua kevakuman itu terjadi hingga Dia disesah karena ingin menyelamatkan dunia. Dia memberi diri menjadi tumbal dosa, sebagai kurban perdamaian supaya kita masuk pada kemuliaan Bapa di surga.

16.Sikap rendah hati dan ketundukan pada yang mengutusNya, menjadi alasan mengapa Dia ditinggikan. Lalu, apakah respon kita sebagai orang yang menerima kehidupan di balik kematian Tuhan Yesus? Rasul Paulus memusatkan seluruh kotbahnya setelah mengenal keselamatan dalam Yesus dan menghidupinya, untuk selalau melakukan kebaikan dalam kerendahan hati, tidak membalas kejahatan yang dibuat orang pada kita dengan kejahatan, sebaliknya mengasihi mereka, sebab Kristus yang ikuti imani itu pun mati untuk keselamatan kita, tidak membalas kejahatan kita dengan menghukum tapi mengangkat kita menjadi anak-anak Tuhan, adik-adik dari Yesus Kristus. Amin.



Selamat merayakan jumat agung, merayakan penyelamatan Yesus Kristus atas hidup kita!

Sabtu, 09 April 2011

Kejadian 22, 1-13

“Mempersembahkan dengan Iman”
1. Anak adalah bagian terpenting, melebihi harta benda bagi keluarga Yahudi, khususnya anak laki-laki, karena dalam diri anak tersirat jati diri keluarga dan kesinambungan garis keturunan. Tanpa anak, keluarga dianggap kurang sempurna, bahkan tidak diakui dalam masyarakat, sehingga tanpa anak, seorang laki-laki Yahudi boleh menikah, atau mengambil selir untuk mendapatkan anak. Abraham termasuk salah seorang tokoh Alkitab yang mengambil Hagar sebagai gundik untuk mendapat anak, sebelum Sarah memberinya.
2. Begitu berharganya anak dalam keluarga Yahudi, tentu hal mustahil bagi mereka memberi anaknya bahkan untuk dirawat orang lain pun, apalagi untuk dipersembahkan sebagau kurban bakaran. Kalau persembahan sebagai nazar seperti Samuel oleh Hanna, mungkin banyak orang bisa melakukannya, namum untuk dibakar? Secara logika, tidak mungkin ada orang tua yang dengan rela mempersembahkan anaknya menjadi kurban bakaran, kecuali dia seorang yang ‘gila’
3. Namun, bagaiamanakah Abraham yang sudah lama menanti kelahiran anak tunggalnya merespon Firman Tuhan yang berkata :"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."? Dalam ay 1 memang dikatakan Allah mencoba Abraham, artinya Tuhan membawa Abraham pada situasi untuk membuktikan imannya kepada Tuhan. Apakah dia akan menimbang-nimbang, berpikir dulu atau mencari alasan? Dia tidak melakukan itu, sebab sesungguhnya, Tuhan tidak pernah mencobai (Yak 1, 13). Memang Pemazmur pernah meminta supaya Allah mencobai atau mengujiya, untuk mengetahui sejauh mana kesetiannya pada Allah. Dari beberapa bagian Alkitab tersebut, kita mengetahui bahwa Allah sebagai subjek dan perencana pengujian. Pencobaan atau pengujian Allah tersebut tidak punya konotasi buruk.
4. Dengan pemahaman di atas, Abraham memberi respon diluar perhitungan manusia. Dalam ay. 3, ditunjukkan bahwa Abraham, pada pagi hari berbenah untuk melaksanakan tugas itu, membawa Ishak ke Tanah Moria (Artinya penyebahan atau pembrontakan. Dari kata (“Yah/Jah” = nama Tuhan dan “Mir’eh” atau “mĂ´reh” = guru). Dari asal kata ini boleh juga diartikan bahwa Moria = adalah “Tuhan menunjukan”, seperti seorang pengajar /guru kepada muridnya. Dari tanah inilah Tuhan menunjukkan pada Abraham ke gunung mana mereka hendak pergi memberi kurban bakaran pada Tuhan.
5. Abraham membawa Ishak untuk dipersembahkan. Tidak ada diskusi, tidak ada perdebatan, begitu dia mendengar Firman Tuhan, di bangkit berdiri dan melaksanakan tugas itu sebagaimana ketika Tuhan memanggilnya untuk keluar dari Ur-kasdim, menuju suatu tempat yang dia belum tahu ke mana arahnya, tapi percaya bahwa Tuhan pasti tuntun dan jamin masa depannya.
6. Pengalaman Abraham saat dipanggil, di usia ke 75, dengan mengandalkan iman, bukan pikirannya, membuat dia percaya bahwa Tuhan yang mengutus Dia masuk ke tanah kanaan pada usia, adalah yang berjanji di usianya ke 86 tahun akan mendapat anak, itu Tuhan yang mengetahui secara pasti apa yang diperlukannya sebagai seorang ayah dalam keluarga. Karena sikapnya 'takutnya akan Allah', memercayai bahwa Allah itu baik dan benar dalam setiap keinginan-Nya, ujung-ujungnya kalau toh putranya harus mati sebagai korban bakaran; Abraham beriman bahwa "Allah berkuasa membangkitkan manusia sekalipun dari antara orang mati" (Ibrani 11:19), maka Abraham menuruti apa yang menjadi kemauan Allah nya. Mau mempersembahkan Ishak, putranya itu sebagai korban bakaran.
7. Keyakinan itu yang membawa dia dan putranya ke Moria bersama dua bujang yang mengawalnya, namun tidak melibatkan hamba-hamba itu ikut dalam penyerahan persembahan, sebab dia menyuruh mereka tinggal, dia dan Ishak yang memandang gunung tempat ke mana dia harus pergi dan mendirikan mezbah.
8. Ishak memikul sendiri kayu bakar yang diperlukan dalam penyerahan kurban itu. Artinya, tindakan Abraham memberi kayu ke pundak Ishak merupakan tindakan Tuhan yang memberi tugas bagi Yesus memikul salibNya sendiri, sebab hidupNya adalah kurban pendamaian demi keselamatan dunia ini.
9. Sebagaimana Abraham tidak membantah firmanNya, demikianlah Ishak tidak membantah perintah ayahnya, dia tunduk dan mengikuti ayahnya. Sikap dan iman Abraham yang setia pada Tuhan, ternyata menjadi panutan bagi anaknya. Seorang ayah beriman, setia, akan menularkan sikapnya pada anak dan sekitarnya. Sikap yang baik, tanpa dikatakan pun dapat mempengaruhi orang disekitar kita. Perbedaaan Abraham dan Ishak adalah Ishak bertanya pada sang ayah: “dimanakah anak domba itu?” dan Abraham tidak membuat pertanyaan apapun!
10. Dalam perikope ini, ada 2 hal kekuatan iman Abraham yg terungkap dari jawaban-jawaban Abraham, yaitu : - Dalam ay. 5 ketika dia meninggalkan bujangnya, dengan berkata: : "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.". Sadar atau tidak, dia yakin bahwa dia tidak akan kehilangan apapun jika percaya kepada Tuhan, hal ini berkaitan dengan apa yang pernah dikatakan Tuhan Yesus, “barangsiapa takut kehilangan nyawanya, dia akan kehilangan tapi barangsiapa yang tidak menyanyangkan nyawanya dia akan memperolehnya’
- Dalam ay. 8, dia menunjukkan imannya ketika menjawab pertanyaan anaknya, saat dikatakannya "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku."
11. Pengenalan yang baik akan Tuhan membuat manusia menjadi tentaram dalam menjalani hidupnya, tidak gusar, tidak bimbang dan juga tidak memelukan jawaban yang logis atas apa yang dikehendaki Tuhan dari kita, sebagaimana Abaraham, dia mengenal Tuhan, dia mengimani tindakanNya, dia yakin Tuhan tidak berbuat yang melukai hatinya, maka ketika Tuhan meminta Ishak, dia memberi. Dia sadar bahwa Ishak adalah anak yang ditunggu, tapi juga adalah anak anugerah, yang dia peroleh di masa tuanya, yang secara medis tidak mungkin ia terima melalui proses alamiah untuk sebuah kelahiran. Kesadaran itu membuatnya menjadi tunduk dan siap menyerahkan apa yang menjadi hak Allah.
12. Demikianlah kita sebagai umat Tuhan, jika suatu saat Tuhan menghendaki sesuatu yang harus kita persembahkan padaNya, mari memberi dengan sukacita, tanpa banyak debat dan diskusi, berilah dengan iman, sebab Tuhan tidak mengambil lebih dari apa yang kita miliki, tidak memberi beban lebih dari kemampuan kita. Dia tahu apa yang perlu bagi kita dan selalu keputusanNya baik untuk kita, bukan untuk mencelakan, hal ini nampak saat Abraham membuktikan imannya, Tuhan melarang Abraham membunuh anak itu, sebaliknya menggantikannya dengan seekor keledai.
13. Demikianlah hendak setiap kita mempercayai rencana Allah, meski sulit dan di luar logika apa yang diminta Tuhan dari kita, namun jika kita beriman dan percaya bahwa Tuhan pasti mengenal dan tahu keperluan kita, maka mari kita tunduk dan melakukan kehendakNya,. Hal ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi sekitar kita, bagi anak-anak kita, bagaimana orang beriman dalam mengikut Tuhan, bahwa selalu menunjukkan kesetiannya, menunjukkan imannya dengan perbuatan, sebab Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2, 17). Amin.

Sabtu, 26 Maret 2011

Markus 12, 41-44

"Memberi semua Nafkahnya"

1. Kisah janda miskin yang seharusnya mendapat santunan dari bait Allah menjadi luar biasa bagi Yesus ketika dia memberi semua nafkahnya sebagai persembahan. Kisah seperti ini pernah terjadi di GKJW Jemaat Sukolilo, Mbah Kahar -seorang kakek warga jemaat setiap bulan mendapatkan bantuan uang dari gereja untuk meringankan beban hidupnya sehari-hari. Pada bulan april 2004, ia meninggal dunia. Hal yang membuat semua warga jemaat terharu adalah ia membuat “wasiat” yang isinya adalah pesan agar sebuah amplop yang isinya Rp 10.000; (sepuluh ribu rupiah) diserahkan ke gereja untuk persembahan. Ditengah kemiskinan, ia memiliki jiwa mempersembahkan yang ada padanya. Ia mempersembahkan jauh lebih besar daripada sepersepuluh yang ia miliki.
2. Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang jemaat yang taat memberi perpuluhan. Ketika itu, dia berkata: ‘Pada saat pendapatan (gaji) saya 10 juta, saya tidak masalah dalam memberi perpuluhan. Saya beri dengan sungguh-sungguh dan tanpa beban. Namun ketika pendapatan saya sudah mencapai 50jt, baru saya agak ragu dan berat hati untuk memberi 10%, karena saya pikir itu terlalu banyak!’
3. Persembahan memang sering menjadi perdebatan di dalam gereja. Ada yang meberi dengan sukacita, ada yang bersungut-sungut. Ada yang memberi dari semua yang dia miliki seperti seorang janda miskin di perikope kita minggu ini, tapi ada juga yang memberi sisa dari yang dia miliki. Ada juga yang menganggap bahwa persembahan yang diberi adalah untuk pelayan yang ada di gereja, sehingga ketika dia tidak suka pada si pelayan, dia mengurangi persembahannya, atau sebaliknya. Bila persembahan dianggap untuk manusia, maka ada orang yang tidak merasa malu memberi persembahan yang terkecil dan terjelek. Saya teringat dengan cerita dari lawak batak. Ketika itu ada uang seribu yang robek di buang seseorang. Lalu seorang bapak mengambil, ketika ada yang menegur bahwa uang itu dibuang karena robek, sang bapak berkata, ‘Tidak apa-apa, bisa dipakai buat persembahan pada hari minggu di Gereja’. Benar atau tidak cerita itu, saya mau bertanya, ‘Mengapa orang tersebut berani mengatakan demikian?’
4. Banyak diantara umat Kristen yang tidak memahami arti dari persembahan. Suatu waktu, pasca rekonsiliasi HKBP sekitar tahun 1999, ada jemaat dari Jawa ini datang ke kantor pusat HKBP, meminta pendapat Ephorus ketika itu, supaya diberi jalan keluar menyelesaikan persoalan yang masih membekas di Gereja mereka. Di dalam percakapan yang semakin memanas, salah seorang ibu berkata dengan keras, supaya para Pendeta itu tegas, supaya jemaat itu tidak lari, karena jemaat yang menggaji pendeta! Salah seorang Pendeta berkata pada rombongan tersebut, :‘ingat, bukan jemaat yang menggaji pendeta, tetapi Tuhan, karena pendeta adalah hamba Tuhan! Kita boleh bandingkan Elia yang dikejar-kejar hingga bersembunyi di gua adulam. Dia diberi burung makan, bukan oleh manusia.
5. Cenderung jemaat menganggap bahwa persembahan, ucapan syukur, perpuluhan mereka adalah untuk pelayan-pelayan di Gereja. Maka sering kita mendengar warga jemaat yang mengatakan, ‘kan banyak uang gereja?’ Seolah-olah uang itu milik manusia, boleh dipakai semuanya tanpa merasa bahwa uang itu milik Tuhan. Jika pemikiran itu ada dalam diri seseorang, tentu akan muncul pendapat seperti ibu tadi, bahwa mereka yang menggaji hamba Tuhan.
6. Firman Tuhan hendak menjelaskan pada kita bahwa persembahan yang kita beri bukan untuk manusia, tetapi untuk Tuhan. Jemaat yang menerima kasih karunia mengucap syukur dengan memberi semua hidupnya kepada Tuhan, mempersembahkan semua yang dimilikinya (BE no. 204). Tuhan melalui pekerja Gereja memakai persembahan itu untuk pekerjaanNya, termasuk menggaji para hambaNya.
7. Maka ketika Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Dia melihat, banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Tapi, juga ada seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka Yesus memanggil murid – muridNya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Mengapa Yesus mengatakan demikian? Bukankah orang kaya itu telah memberi dengan banyak.
8. Ternyata pemberian tidak soal besar dan kecil, tetapi soal bagaimana memberi dengan hati yang beriman. Itu sebabnya, Yesus meneruskan percakapanNya dengan berkata, ‘Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
9. Menurut kamus bahasa Indonesia, kata nafkah berarti, gaji, pendapatan, uang belanja untuk kehidupan sehari-hari. Saat Yesus berkata ‘seluruh nafkahnya’, itu berarti janda itu memeberi hidupnya. Nafkah itu akan melanjutkan makan minumnya, tapi itu yang diberikan. Tidak memperhitungkan apa yang akan dia makan besok, sebab janda itu ingin menyerahkan bahkan nyawanya untuk kemuliaan Tuhan.
10. Sementara orang kaya itu, meskipun dia memberi banyak, depositonya, tabungannya, biaya hidupnya dan biaya sekolah anak-anaknya, tidak terganggu. Tidak ada yang terusik, karena dia memberi dari kelimpahannya, dari sisa-sisa kebutuhannya. Dia tidak mempertaruhkan apapun dalam memuliakan Tuhan!
11. Saya teringat dengan seorang jemaat yang hendak dipilih menjadi calon penatua gereja. Ketika itu, beliau menjawab, ‘tidak ada waktu, tunggu aku pensiun dulu’ Sering sekali terjadi dalam mengikut Tuhan kita hanya memberi sisa belanja kita, sisa waktu kita, sisa tenaga kita. Tidak sungguh-sungguh memberi diri untuk mengikut Tuhan. Tidak sungguh-sunguh memberi waktu, tenaga, hidup dan uang kita sebagai persembahan pada Tuhan. Maka ketika ada kebutuhan gereja dan diadakan penggalangan dana, akan ada suara yang mengatakan, tidak ada anggran untuk itu. Janda miskin itu tidak memperhitungkan untuk dirinya, dia mengambil semua miliknya, bahkan nafkahnya untuk dipersembahkan pada Tuhan.
12. Melalui cara orang kaya dan janda miskin ini kita diperbaharui dalam memaknai persembahan, yaitu:
- Pemberian yang sesungguhnya haruslah merupakan pengurbanan. Bukan soal besar kecilnya yang kita persembahkan, tapi kerelaan berkurban untuk memuliakan pemberi berkat.
- Pemberian yang sesungguhnya adalah ‘kenekatan’. Logika kita akan berkata bahwa janda itu seharusnya menyimpan uangnya untuk kebutuhan kesehariannya, tapi dia ‘nekad’ mempersembahkan uangnya yang hanya dua peser. Mengapa? karena bukan dirinya yang ada dalam persembahan itu, tapi Tuhan sebagai pusat pandangnya (okuli). Jumlah persembahan janda itu, tidak berpengaruh diberi atau tidak untuk kebutuhan bait Allah, tapi memotivasi orang lain untuk ‘nekad’ berbuat baik.
- Memberi sedikit dicatat dan disebut Yesus sebagai kemurahan hati, karena janda itu memberi semua yang ada padanya dengan hati yang berkurban maka kemurahan hati adalah pengurbanan, seperti Kristus yang bermurah hati untuk dunia dengan memberi diriNya menjadi kurban untuk pengampunan dosa dunia.
- Di balik persembahan ada syalom (perdamaian), pengampunan dan keadilan. Jika seseorang memberi persembahan, maka dia harus menciptakan perdamaian, tidak balas dendam dan berlaku adil di bait Allah atau di luar bait Allah, jika tidak Tuhan membenci persembahan itu. (bnd. Amos 5; Hosea 6).
13. Disamping memberi semua nafkahnya, janda itupun melampaui ikatan budaya karena ‘kenekadannya’ memberi persembahan bagi Tuhan. dalam tradisi Yahudi, “Janda” seseorang yang seharusnya bungkam tanpa boleh membuka mulut. Dia tidak dapat mengatakan tentang dirinya sendiri karena telah kehilangan suami atau kekuataannya, di mana dalam budaya di Timur Tengah manusia dibagi berdasarkan gender atau jenis kelamin. Lelaki adalah makhluk publik, jenis manusia yang boleh berada di tempat umum, sedangkan perempuan harus berada di rumah bersama kelompok anak-anak. Lelaki yang punya hak dan tugas sosial, menjabat tugas kepemerintahan, sedangkan perempuan tak mempunyai hak sedikitpun. Itu berarti janda itu telah keluar dari ikatan tradisi memberi yang hanya tugas dan hak laki-laki. Dari sisi ini, Yesus mengkritisi tokoh agama, masyarakat dan orang kaya yang punya kesempatan memberi tapi tidak dilakukannya, sementara janda yang tidak punya hak untuk itu, keluar dari tradisi yang mengekannya untuk memberi persembahan di tempat umum. Bisa saja janda ini kena hokum karena telah melanggar tradisi, tapi itupun dilaluinya, sebab persembahan adalah pengurbanan. Salah satu ciri pemimpin yang hilang dewasa ini adalah tidak mau berkorban untuk orang lain. Tidak ada yang memberi hidupnya demi kemuliaan Tuhan. Amin.

Jumat, 04 Maret 2011

Lukas 10, 38-42

“Yang Terbaik dan Terutama dalam Kesibukan”

1. Seorang penulis perempuan pernah berkata: “Ketika saya membaca perikope ini, saya teringat dengan kunjungan seorang pengkhotbah besar ke Gereja kami. Saat Beliau berbincang-bincang dengan beberapa majelis Gereja, saya asyik mempersiapkan menu makan siang untuk sang tamu. Suami saya beberapa kali memanggil saya saat lewat dari kelompok diskusi itu, supaya saya ikut mendengar percakapan itu, sebab belum tentu saya bisa mendengar percakapan-percakapan yang begitu indah membangun iman saya. Tapi oleh kesibukan di dapur saya tidak menghiraukan ajakan suami saya. Hasilnya, masakan saya laur biasa lezatnya, gelas-gelas saya cemerlang, tapi hati saya kosong, seolah ada yang tidak terisi’
2. Sering dalam kehidupan kita, berbagai hal yang tidak terlalu penting membatalkan hal-hal yang terpenting, sehingga memperlambat pencapaian untuk hal yang utama, hanya karena soal makan dan minum. Marta keberatan bila Maria sepertinya tidak peduli akan dirinya yang sudah pontang panting mempersiapkan makanan bersama mereka, justru Maria asyik mendengarkan Tuhan Yesus. Marta dengan blak-blakan mengingatkan Tuhan Yesus, untuk menegur Maria. Ternyata apa yang dilakuan Maria adalah juga hal yang baik. Artinya, kita dihimbau dengan perkataan Tuhan Yesus, supaya jika terjadi seperti yang dilakukan Maria, jangan bersungut-sungut atau mengajak mereka undur dalam dengar-dengar akan firman Tuhan, mari kita memperkenankan siapa melakukan yang demikian. Dalam kehidupan juga sering kita mlakukan bebagai hal yang menyibukkan diri, sampai melupakan yang utama yakni kebersamaan dengan TUHAN kita, ketergantungan kepada FirmanNya. Bukankah diminta untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya, lalu semuanya ditambahkan (Mat 6,33)?
3. Dua bersaudari Marta dan Maria, berbeda memberi respon akan kehadiran Tuhan, yang satu benar-benar menerobos kebiasaan adat Timur untuk memperoleh bahagian yang terbaik dalam hidupnya. Sedangkan Marta dalam kesibukannya yang luar biasa, sebagai perempuan Timur yang baik, tidak dapat berlama-lama duduk mendengar Yesus, tanpa diberi suguhan untuk tamu (Tuhan).
4. Dalam hidup kita sering diperhadapkan situasi demikian. Beberapa ibu, sering gusar karena anak perempuan mereka ‘terlalu’ banyak menghabiskan waktu dengan kesibukan gereja atau pelayanan di gereja, bahkan ada yang berkata bahwa itu adalah tambahan, yang utama adalah study mereka. Itu sebabnya orang-orang Kristen dengan situasi mereka mengharapakan supaya Yesus memaklumi situasi mereka, karena ‘karier lagi naik, harap maklum Tuhan kalau tidak bisa mengikuti sermon, latihan koor, PA, dll., sebab peluang tidak datang dua kali”. Dia sebentar menyapa Tuhan, memberikan senyum, tetapi untuk memberi waktu yang berkwalitas buat Tuhan, ah.. tidak sempat, nantilah setelah pensiun. Yang sangat mengharukan, orang sibuk sudah melihat kebersamaan dengan Tuhan menjadi hal yang sia-sia, memboroskan waktu (makanya sering diminta khotbahnya, doanya, jangan panjang, lebih senang ibadah singkat, renungan singkat, doa singkat).
5. Karakter Marta lebih mendominasi hidup kita. Yesus bukan menyalahkan Marta dengan kesibukannya, yang kurang tepat adalah ketika dia meminta Yesus mengingatkan Maria agar ambil bagian dalam kesibukannya, bukan malah ‘bersenang-senang’ bersama Yesus. Marta tidak tahu, bahwa Maria mengisi jiwanya, memperbaiki karakternya dalam percakapan dengan Yesus, dan mencemerlangkan imannya, bukan memilih mencemerlangakan gelas dan piring. Anehnya, bagi orang berkarakter Marta akan melihat sikap Maria suatu keganjilan, karena itu Yesus berkata : "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (ay 41-42).
6. Yesus bukan hendak mengatakan supaya kita meninggalkan pekerjaan kita, seperti yang terjadi di beberapa aliran Kristen, yang cabut dari jabatannya untuk menjadi penginjil, tapi Yesus menhendaki keseimbangan, di mana umatNya terlebih dahulu mencari yang terpenting, terbaik dan terutama, mengisi hidupnya agar berkarakter, berintegritas dalam menjalankan tugas di tengah dunia. Ketika Marta mengutamakan makanan dan minuman, maka dia menjadi perempuan yang bersungut-sungut, tidak termotivasi menyenangkan orang yang menikmati hasil kerjanya, sebab baginya kerja menjadi beban, karena hatinya belum dipulihkan oleh Firman Tuhan. itu sebabnya seorang manta Presiden Amerika pernah berkata: Jika pagi hari saya tidak megisi hidup saya dengan firman Tuhan, maka hidup saya sepanjang hari itu menjadi sia-sia.
7. Apa yang hendak disampaikan sang presiden tersebut? Segala yang kita kerjakan akan berakhir sia-sia jika tidak diisi firman Tuhan. Saya sering melihat pemandu lagu, anggota koor, setelah mereka selesai bernyanyi, waktu pemberitaan firman keluar dari gedung gereja, ada yang ngerumpi, merokok, minum kopi, dll. Tidak berapa lama kita dengar berita, gr sm menikah ke agama lain, conduntor hamil sebelum menikah. Mengapa? Karena oleh kesibukan membuat mereka kehilangan yang terbaik dan terutama.
8. Meskipun Marta kerja keras, dan pekerjaan itu untuk menjamu/memberi sukacita bagi sesamanya, namun tanpa didahului makanan rohani, tentu iblis akan memasuki hatinya, sehingga muda terkontaminasi. Dia tidak kehilangan kesabaran melihat Maria, maka menjadi sia-sia kebaikannya. Dia cemburu Maria tidak menolongnya, membuat Yesus tidak bersimpati dengan jerih payahnya.
9. Pilihlah yang terbaik dan terutama dalam kesibukanmu, sebagai pekerja, pelayan, ibu rumah tangga atau apapun aktivitas kita, supaya kita dicerdaskan secara iman menjalani kehidupan, mengelola hati, pikiran dalam bersekutu dengan sesame. Amin.