Sabtu, 09 April 2011

Kejadian 22, 1-13

“Mempersembahkan dengan Iman”
1. Anak adalah bagian terpenting, melebihi harta benda bagi keluarga Yahudi, khususnya anak laki-laki, karena dalam diri anak tersirat jati diri keluarga dan kesinambungan garis keturunan. Tanpa anak, keluarga dianggap kurang sempurna, bahkan tidak diakui dalam masyarakat, sehingga tanpa anak, seorang laki-laki Yahudi boleh menikah, atau mengambil selir untuk mendapatkan anak. Abraham termasuk salah seorang tokoh Alkitab yang mengambil Hagar sebagai gundik untuk mendapat anak, sebelum Sarah memberinya.
2. Begitu berharganya anak dalam keluarga Yahudi, tentu hal mustahil bagi mereka memberi anaknya bahkan untuk dirawat orang lain pun, apalagi untuk dipersembahkan sebagau kurban bakaran. Kalau persembahan sebagai nazar seperti Samuel oleh Hanna, mungkin banyak orang bisa melakukannya, namum untuk dibakar? Secara logika, tidak mungkin ada orang tua yang dengan rela mempersembahkan anaknya menjadi kurban bakaran, kecuali dia seorang yang ‘gila’
3. Namun, bagaiamanakah Abraham yang sudah lama menanti kelahiran anak tunggalnya merespon Firman Tuhan yang berkata :"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."? Dalam ay 1 memang dikatakan Allah mencoba Abraham, artinya Tuhan membawa Abraham pada situasi untuk membuktikan imannya kepada Tuhan. Apakah dia akan menimbang-nimbang, berpikir dulu atau mencari alasan? Dia tidak melakukan itu, sebab sesungguhnya, Tuhan tidak pernah mencobai (Yak 1, 13). Memang Pemazmur pernah meminta supaya Allah mencobai atau mengujiya, untuk mengetahui sejauh mana kesetiannya pada Allah. Dari beberapa bagian Alkitab tersebut, kita mengetahui bahwa Allah sebagai subjek dan perencana pengujian. Pencobaan atau pengujian Allah tersebut tidak punya konotasi buruk.
4. Dengan pemahaman di atas, Abraham memberi respon diluar perhitungan manusia. Dalam ay. 3, ditunjukkan bahwa Abraham, pada pagi hari berbenah untuk melaksanakan tugas itu, membawa Ishak ke Tanah Moria (Artinya penyebahan atau pembrontakan. Dari kata (“Yah/Jah” = nama Tuhan dan “Mir’eh” atau “môreh” = guru). Dari asal kata ini boleh juga diartikan bahwa Moria = adalah “Tuhan menunjukan”, seperti seorang pengajar /guru kepada muridnya. Dari tanah inilah Tuhan menunjukkan pada Abraham ke gunung mana mereka hendak pergi memberi kurban bakaran pada Tuhan.
5. Abraham membawa Ishak untuk dipersembahkan. Tidak ada diskusi, tidak ada perdebatan, begitu dia mendengar Firman Tuhan, di bangkit berdiri dan melaksanakan tugas itu sebagaimana ketika Tuhan memanggilnya untuk keluar dari Ur-kasdim, menuju suatu tempat yang dia belum tahu ke mana arahnya, tapi percaya bahwa Tuhan pasti tuntun dan jamin masa depannya.
6. Pengalaman Abraham saat dipanggil, di usia ke 75, dengan mengandalkan iman, bukan pikirannya, membuat dia percaya bahwa Tuhan yang mengutus Dia masuk ke tanah kanaan pada usia, adalah yang berjanji di usianya ke 86 tahun akan mendapat anak, itu Tuhan yang mengetahui secara pasti apa yang diperlukannya sebagai seorang ayah dalam keluarga. Karena sikapnya 'takutnya akan Allah', memercayai bahwa Allah itu baik dan benar dalam setiap keinginan-Nya, ujung-ujungnya kalau toh putranya harus mati sebagai korban bakaran; Abraham beriman bahwa "Allah berkuasa membangkitkan manusia sekalipun dari antara orang mati" (Ibrani 11:19), maka Abraham menuruti apa yang menjadi kemauan Allah nya. Mau mempersembahkan Ishak, putranya itu sebagai korban bakaran.
7. Keyakinan itu yang membawa dia dan putranya ke Moria bersama dua bujang yang mengawalnya, namun tidak melibatkan hamba-hamba itu ikut dalam penyerahan persembahan, sebab dia menyuruh mereka tinggal, dia dan Ishak yang memandang gunung tempat ke mana dia harus pergi dan mendirikan mezbah.
8. Ishak memikul sendiri kayu bakar yang diperlukan dalam penyerahan kurban itu. Artinya, tindakan Abraham memberi kayu ke pundak Ishak merupakan tindakan Tuhan yang memberi tugas bagi Yesus memikul salibNya sendiri, sebab hidupNya adalah kurban pendamaian demi keselamatan dunia ini.
9. Sebagaimana Abraham tidak membantah firmanNya, demikianlah Ishak tidak membantah perintah ayahnya, dia tunduk dan mengikuti ayahnya. Sikap dan iman Abraham yang setia pada Tuhan, ternyata menjadi panutan bagi anaknya. Seorang ayah beriman, setia, akan menularkan sikapnya pada anak dan sekitarnya. Sikap yang baik, tanpa dikatakan pun dapat mempengaruhi orang disekitar kita. Perbedaaan Abraham dan Ishak adalah Ishak bertanya pada sang ayah: “dimanakah anak domba itu?” dan Abraham tidak membuat pertanyaan apapun!
10. Dalam perikope ini, ada 2 hal kekuatan iman Abraham yg terungkap dari jawaban-jawaban Abraham, yaitu : - Dalam ay. 5 ketika dia meninggalkan bujangnya, dengan berkata: : "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.". Sadar atau tidak, dia yakin bahwa dia tidak akan kehilangan apapun jika percaya kepada Tuhan, hal ini berkaitan dengan apa yang pernah dikatakan Tuhan Yesus, “barangsiapa takut kehilangan nyawanya, dia akan kehilangan tapi barangsiapa yang tidak menyanyangkan nyawanya dia akan memperolehnya’
- Dalam ay. 8, dia menunjukkan imannya ketika menjawab pertanyaan anaknya, saat dikatakannya "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku."
11. Pengenalan yang baik akan Tuhan membuat manusia menjadi tentaram dalam menjalani hidupnya, tidak gusar, tidak bimbang dan juga tidak memelukan jawaban yang logis atas apa yang dikehendaki Tuhan dari kita, sebagaimana Abaraham, dia mengenal Tuhan, dia mengimani tindakanNya, dia yakin Tuhan tidak berbuat yang melukai hatinya, maka ketika Tuhan meminta Ishak, dia memberi. Dia sadar bahwa Ishak adalah anak yang ditunggu, tapi juga adalah anak anugerah, yang dia peroleh di masa tuanya, yang secara medis tidak mungkin ia terima melalui proses alamiah untuk sebuah kelahiran. Kesadaran itu membuatnya menjadi tunduk dan siap menyerahkan apa yang menjadi hak Allah.
12. Demikianlah kita sebagai umat Tuhan, jika suatu saat Tuhan menghendaki sesuatu yang harus kita persembahkan padaNya, mari memberi dengan sukacita, tanpa banyak debat dan diskusi, berilah dengan iman, sebab Tuhan tidak mengambil lebih dari apa yang kita miliki, tidak memberi beban lebih dari kemampuan kita. Dia tahu apa yang perlu bagi kita dan selalu keputusanNya baik untuk kita, bukan untuk mencelakan, hal ini nampak saat Abraham membuktikan imannya, Tuhan melarang Abraham membunuh anak itu, sebaliknya menggantikannya dengan seekor keledai.
13. Demikianlah hendak setiap kita mempercayai rencana Allah, meski sulit dan di luar logika apa yang diminta Tuhan dari kita, namun jika kita beriman dan percaya bahwa Tuhan pasti mengenal dan tahu keperluan kita, maka mari kita tunduk dan melakukan kehendakNya,. Hal ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi sekitar kita, bagi anak-anak kita, bagaimana orang beriman dalam mengikut Tuhan, bahwa selalu menunjukkan kesetiannya, menunjukkan imannya dengan perbuatan, sebab Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2, 17). Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar