Jumat, 22 April 2011

Johanes 20,1-10

“Kebangkitan Yesus:
Perjumpaan Injil dan Perempuan”

1. Pada hari minggu seperti ini, biasanya para perempuan menghias gereja dengan merangkai bunga krisan warna putih dan kuning; warna kebangkitan, warna yang menunjukkan makna kehidupan seperti warna pakaian seksi perempuan pada ibadah ‘parheheon’ seksi perempuan Depok I hari ini, dengan harapan supaya semakin bangkit dari keterpurukan, bangkit dalam pelayanan, walau menurut seorang penulis mengenai seruan dan tanggung jawab Kristen mengatakan :”kadang saya berpikir bahwa perempuan lebih banyak di surga dibanding laki-laki’ mengingat lebih banyaknya perempuan yang aktif di ibadah, pelayanan dan pekerjaan social. Pernyataan ini banyak disangkal para laki-laki, seorang pendeta laki-laki bahkan berkata, ‘itu hanya kwantitas belum tentu kwalitas’.
2. Tapi saya hendak mengatakan bahwa kebangkitan Kristus membawa warna baru bagi perempuan yang secara tradisi tidak bisa memberitaka atau menjadi saksi untuk sesuatu kejadian, tapi dalam kebangkitan Kristus, Maria Magdalena tampil sebagai saksi, sebagai pemberita pertama tentang kubur yang terbuka, tentang Yesus yang tidak lagi di tempat. Memang Maria tidak masuk ke kubur itu, tapi dari mulut kubur dia melihat peristiwa kosongnya kubur, dan itu menjadi informasi penting yang membuat dia berlari menyatakan kepada orang bertemu dengannya, kepada Petrus dan murid lainnya bahwa kubur kosong!
3. Berita yang disampaikan Maria menjadi berita yang menggemparkan bagi para murid, sehingga berlomba-lomba mereka untuk lebih dulu sampai di kubur Yesus. Tulisan Yohanes tentang kebangkitan Yesus bukan hanya sekedar biografi, tetapi pemaknaan bahwa Yesus yang mati sudah bangkit dan itu membawa pembaharuan bagi umat manusia, termasuk bagi para perempuan sehingga menjadi diterima sebagai pemberita inijil, menjadi saksi kebangkitan Yesus. Yohanes tidak kebetulan saja menulis bahwa Yesus harus bangkit dari antara orang mati. Dia menulis dengan kata harus hidup, karena demikian kehendak Allah yang berkedaulatan. Tema ini sering muncul dalam Injil Yohanes. IA HARUS BANGKIT DARI ANTARA ORANG MATI (ay. 9)
4. Yohanes hendak memberitakan; kebangkitan itu bukti bahwa Yesus tidak seperti manusia lain, bahwa Dia sungguh-sungguh Anak Allah. Dalam kebangkitan itu ada peninggianNya sebagai Putra Bapa, karena dalam kebangkitan itulah terlihat makna sesungguhnya dari kematianNya. Kebangkitan itulah dasar iman kekristenan untuk memasuki kekekalan.
5. Berita kebangkitan Yesus telah diberitahukan Yesus kepada para murid sebelum Dia mati di kayu salib, namun kecenderungan manusia memakai dengan logika, bukan iman, menyebabkan murid tidak begitu memperhatikan maksud kebangkitan itu, sehingga hari minggu pertama, setelah kematianNya, sebagaimana tradisi Yahudi, Maria Magdalena pergi ke kubur untuk meminyaki jenazah Yesus. Yohanes tidak menjelaskan proses kebangkitan sebagaimana kitab Matius 28,1-2, tetapi langsung pada Yesus bangkit dan Maria Magdalena melihat batu penutup kubur terbuka, dengan asumsi bahwa mayat Yesus dicuri.
6. Maria Magdalena, seorang perempuan yang pertama sekali melihat kejadian itu, bersama temannya yang tidak disebut siapa namanya (ay. 2: bnd. Kata kami), dan melihat kubur terbuka (Yun. Blepei). Terbukanya kubur membuatnya berlari memberitakan bahwa Tuhan diambil orang, dia tidak masuk, tapi ‘terbuka kubur’ langsung diasosiasikan hilangnya mayat Yesus. Memang pada masa itu perampok kubur tidak jarang terjadi ketika itu di sekitar Yerusalem, maka Maria mengasumsikan bahwa beberapa musuh Yesus telah mencuriNya..
7. Mendengar berita Maria, Petrus dan murid lain segera pergi ke makam, namun petrus didahului murid lain, yang lebih dahulu dari dia, melihat (blepei) ke dalam tapi tidak masuk, sehingga hanya melihat kain kafan terletak di tanah. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak mungkin dicuri, jikalau Dia dicuri pasti kain kafan yang menutup tubuhNya akan dibawa serta, karena harga kain itu sangat mahal. Murid pertama yang melihat (blepei), dari mulut kubur, tapi tidak masuk, sehingga tidak tahu persis apa yang terjadi, disamping mungkin mereka tidak mau mengotori kesucian diri dengan melanggar ritual Yahudi masuk ke dalam makam. Ketika Petrus tiba di makam, ia menerobos masuk. Peturs memang seorang yang emosional, maka mendengar kubur kosong di berlari masuk dan menerobos ke dalam. Dia hendak mengetahui persis apa yang terjadi mengenai tubuh Yesus. Dia juga melihat (YUn. theopei : melihat dengan saksama) pakaian linen pemakaman (Yun.
ta othonia) tapi juga kain yang menutupi kepala Yesus '(Yun. soudarion, bnd. 11:44). Terlipat baik.
8. Petrus menyadari bahwa Yesus bangkit, karena tidak mungkin ada kesempatan bagi pencuri untuk merapikan kain penutup kepala Yesus jika mayat itu dicuri. Didorong oleh keberanian Petrus, murid lain yang diduga adalah Yohanes datang dan melanjutkan ke dalam kubur, ia melihat (Yun. eiden, melihat dengan cara cerdas). Ini menjadi bukti baginya bahwa Yesus telah bangkit dari kematianNya. Kebangkitan Yesuslah yang membuka penutup kubur itu.
9. Meskipun dia belum tahu isi kitab suci, namun dia percaya akan kebangkitan Yesus, sebagaimana tertulis bahwa DIA HARUS BANGKIT (9). Dalam iman, ia kembali bersama Petrus ke rumah. Tidak dijelaskan apakah Petrus percaya, tetapi kepada murid lainnya (Yohanes) dikatakan bahwa dia menjadi percaya; itulah yang dikatakan oleh Yesus: ‘berbahagialah orang yang percaya walau tidak melihat’. Murid itu tidak memerlukan pembuktian, dia tidak berlogika, tapi dorongan imannya menunjukkan bahwa imannya telah melangkah maju. Penemuan Maria Magdalena menjadi awal pemberitaan kebangkitan Yesus. Dengan pemberitaan itu, ada orang yang percaya meski tidak melihat.
10. Pada pesta ‘parheheon’ hari ini, para perempuan juga dipanggil untuk selalu menjadi pemberita injil, memberitakan tentang Yesus sudah bangkit, kubur terbuka sebab Dia tidak mati.
11. Ada penelitian mengatakan bahwa perempuan sangat suka bicara, membicarakan apa saja. Ketika suami tidak mau diajak biasa para perempuan pergi cari teman untuk ngobrol, kalau cerita inti habis maka para perempuan itu akan membicarakan apa saja, bahkan bisa ngegosip yang bisa berdampak negative, maka saya selalu usulkan supaya mengisi waktu itu dengan berbicara yang baik, kalau membicarakan kekurangan orang itu menjadi intropksi diri sekaligus menjadi cerminan supaya tidak bertidak seperti orang yang tidak kita sukai.
12. Maria Magdalena menjadi sangat penting pada peristiwa kebangkitan Yesus karena dia tidak menggosip bahwa ada pencuri, tapi yang dia katakana kubur kosong, kalau kemudian dia terlalu banyak terikat secara emosional, sehingga lama mengetahui bahwa Yesus sudah bangkit oleh air matanya, itu karena sifat perempuan yang sensitive dalam hal kepemilikan. Tapi yang perlu kita ikuti dari Maria Magdalena jadi perempuan yang aktif dan yang pertama menceritakan kebenaran, kebaikan bukan hal-hal buruk dan negative.
13. Selamat paskah, selamat menjadi perempuan yang di terima Kristus menjadi alat pemberita injil!

Kamis, 21 April 2011

Yeaya 52,13-53,12

“Menderita untuk Memberi Hidup”

1. ‘The beast and the beauty’ merupakan dongeng yang dimnati anak-anak dulu hingga kini, yang membuat anak-anak di seluruh dunia tercengang, bahkan di zaman tekhnologi ini, karena si buruk rupa yang tidak menarik perhatian orang, karena tidak menyerupai manusia, tiba-tiba menjadi pria tampan oleh bisiskan cinta perempuan cantik. Ketercengan anak-anak terjadi saat si buruk rupa yang tidak masuk hitungan manusia berubah menjadi pusat perhatian karena ketampanannya.
2. Demikian Nyanyian Hamba Tuhan yang keempat ini (52,13-15), dalam kitab Yesaya, di mana semua bangsa bahkan raja-raja tercengang ketika hamba Tuhan yang tidak menyerupai manusia itu, yang tidak pernah menarik perhatian orang lain, tiba-tiba menjadi pusat perhatian semua bangsa karena tindakan cintaNya yang luar biasa, di mana tubuh lemah, fisik yang tak mungkin menolong, memberi diri menjadi tumbal dosa, sehingga bisa menjalani keselamatan orang-orang yang harusnya berdosa.
3. Nyanyian hamba ini, dimulai dengan keberhasilanNya, di mana Dia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan oleh seluruh bangsa. Pengulangan kata yang bermaksa sama dalam bahasa Ibrani, seperti ditinggikan, disanjung dan dimuliakan, hendak menunjukkan bahwa Dia sungguh-sungguh berhasil, bahwa tindakan cinta, dengan kerendahan hatiNya turun dari kemuliaan menjadi rupa hamba mendapat nilai baik sehingga dimuliakan, ditinggikan dari orang yang tidak berarti menjadi sangat berarti.
4. Hamba yang awalnya tidak dipedulikan, dihina bahkan dianggap tidak punya arti apa-apa karena keburukan fisikNya, boleh menerima pemuliaan karena sikap dan tindakanNya yang membuat semua bangsa menjadi hidup, dipulihkan dan diangkat dari jurang maut (53,4).
5. Nyanyian ini lebih jauh membicarakan penderitaan yang dialami Hamba Tuhan (bnd Mzm 22), karena usaha penyelamatan yang dilakukanNya. Dengan sabar, Dia menanggung banyak penganiayaan, disiksa, ditindas (53,7), namun tidak melakukan perlawanan, tidak membuka mulut untuk membantah ketidakbenaran yang dibebankan padaNya. Hal ini membuat mereka yang menyaksikan menjadi tercengang dan tertegun, (52,14-15; 53, 2-3; 7-9). Keburukan rupa yang tidak seperti manusia tapi sanggup memberi kehidupan bagi manusia, dipandang sangat luar biasa. Penganiayaan yang dialami merupakan tindakan penghapusan dosa dunia, (53,4,6,10-12) Sikap yang membuat Dia menjadi berhasil dihadapan Allah.
6. Gambaran penderitaan hamba Tuhan yang dinubuatkan nabi Yesaya adalah penderitaan dan kematian Tuhan Yesus. Penderitaan ini merupakan hal penting dalam kehidupan orang Kristen. Tuhan Yesus menjelang disalibkan mengamanatkan pada murid-murid-Nya agar mengingat penderitaan-Nya melalui Perjamuan Kudus. Dengan perjamuan kudus yang nanti akan kita lakukan, kita akan mengingat bahwa Yesus menderita, disiksa bahkan disalib dan mati untuk menghapus dosa dunia. Dengan mengingat itu, kita tahu bahwa dosa kita telah disucikan dengan darahNya, maka adalah wajar jika kita pun siap mengampuni orang yang bersalah terhadap kita.
7. Sentralitas penderitaan Tuhan Yesus tidak hanya terjadi dalam pemberitaan Perjanjian Baru, tapi juga telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Sekalipun lebih jelasnya kita tahu dari Perjanjian Baru. Perikope kotbah ini (Yesaya 52:13-53:12), merupakan indikasi mengenai penderitaan Tuhan Yesus. Yang digambarkan dengan figur penderitaan seorang Hamba Tuhan. Penderitaan ini, hendak mbandingkan detail pengalaman Tuhan Yesus yang melalui jalan salib (via dolorosa). Dari dua pengalaman ini, kita dapat menemukan kesamaan yang mengejutkan dan jauh dari kebetulan. Pararel ini mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa hanya Tuhan Yesus, dan Dialah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam figur Hamba yang menderita.
8. Ada beberapa bagian yang saling terjalin satu dengan yang lain dalam perikope ini untuk memudahkan kita memahami berita tentang Tuhan Yesus yang turun dari kemuliaanNya menjadi rupa manusia, mencemarkan diri menjadi rupa hamba demi keselamatan umat manusia, yaitu :

- Hamba Tuhan mengalami penderitaan, dihina, tidak dipedulikan, bahkan kesalahan yang dilakukan orang lain dibebankan padaNya. Dia tidak dipandang karena fisikNya yang buruk, Dialah Yesus Kristus yang turun ke dunia, menjadi rupa hamba mengambil alih dosa manusia:

- Sang Hamba yang tunduk pada AllahNya, rela merendahkan diri menerima penghargaan dengan menjadi orang yang dipermuliakan. Dia diangkat dari kerendahanNya, dari rupa Hamba menjadi rupa Allah. Kerendahan hatiNya membuat Dia berhasil sehingga ditinggikan, disanjung dan dipermuliakan. Ini catatan bagi setiap kita, bila kita tetap rendah hati pada kehendak Tuhan, maka kita akan diangkat menjadi pewaris kerajaanNya.

- Sebagaimana orang tidak peduli padaNya oleh keburukan rupa, demikianlah Dia menjadi pusat perhatian semua bangsa, bahkan raja-raja tercengan, mengatubkan mulut melihat keberhasilanNya. Dia yang dipandang rendah berubah menjadi sangat diagungkan. Demikianlah Tuhan Yesus, banyak orang tidak percaya, menolak dan menghina kasihNya melalui salib, tapi sebagaimana keyakinan Rasul Paulus bahwa semua lutut akan bertelut, semua mulut akan berseru Yesus Kristus, Raja, dampak dari kasihNya yang mengampuni dan tidak memperhitungkan dosa dunia.



9. Ketiga ayat dalam Pasal 52 ini merupakan ringkasan dari pasal 53. Ay 13. merupakan dampak dari ay 4, di mana disebutkan penderitaan yang dialami bukan karena dosaNya, tapi karena orang lain. Kerelaan berkorban dari Hamba Tuhan membuat Dia menjadi berhasil.

10. Ayat 14 dan 15, suatu pernyataan yang tidak terpisahkan, di mana terjadi perbandingan antara ketercengangan manusia karena kuburukan rupaNya (14), tetapi berbalik tercengang (15) karena perbuatan penyelamatanNya, suatu tanggapan yang mencengangkan bangsa-bangsa atas keberhasilanNya mengambil alih dosa dunia.

11. Jika kita perhatikan pasal 53:1-4 mengenai penderitaan sang Hamba, terlihat suatu penderitaan yang begitu dasyat. Ada orang menafsirkan ini bahwa penderitaan itu dialamiNya tentulah karena dosaNya, sehingga Tuhan menghukumNya. Dia menanggung dosa yang serius, sehingga Dia menderita, namun ay. 4 sangat jelas menegaskan, bukan karena dosaNya, tapi Dia memikul dosa dunia, dosa orang lain. Penegasan ay 4, ini membuat orang tercengan, mengatupkan mulutNya, tidak sanggup mengatakan tentang keajaiban kasih hamba Tuhan tersebut.

13. Apa yang disaksikan pada diri sang Hamba adalah hak yang belum pernah mereka lihat atau dengar sebelumnya. Pengalaman sang Hamba mengubah secara total konsep mereka mengenai penderitaan dan berkat. Sang Hamba melalui penderitaan-Nya, ditinggikan jauh melampaui kemuliaan pada raja, sehingga "Rajaraja mengatupkan mulut" dalam keheranan mereka. Gambaran ini menunjukkan bahwa mereka begitu tercengang, sehingga mereka bagaikan orang bisu, yaitu mereka tidak dapat mengungkapkan apa yang mereka saksikan dan dengar dengan kata-kata. Apa yang terjadi pada diri sang Hamba melampaui segala pengertian mereka. Suatu tindakan di luar logika manusia.

14. Dia yang lemah, yang tidak memperjuangkan hakNya, supaya bebas dari hukuman, yang dipandang hina oleh bangsa, tampil menjadi hamba yang kuat, yang tidak membantah, tidak membuka mulut atas hak, karena untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Demi keselamatan manusia, apapun perlakuan buruk manusia yang dibebankan padaNya, Dia terima, yang bukan hukumanNya, Dia tanggung; semua demi cintaNya akan dunia ini, Dia menghendaki keselamatan umat ciptaanNya, supaya semua beroleh kemuliaan. Selayaknya, kita yang hilang (ay 6), karena menempuh jalan yang salah, tapi Dia bertindak menjadi Juru mudi kita, menuntun dan mengarahkan jalan menuju terang, supaya kita tahu ke arah mana jalan kekekalan. Karena cintaNya, Dia dikenakan hukuman yang seharusnya, kita tanggung.

15. Tidak melawan, bukan karena tidak mampu. Dia diam 1000 basa, bukan karena Dia tidak punya bahasa, tapi semua kevakuman itu terjadi hingga Dia disesah karena ingin menyelamatkan dunia. Dia memberi diri menjadi tumbal dosa, sebagai kurban perdamaian supaya kita masuk pada kemuliaan Bapa di surga.

16.Sikap rendah hati dan ketundukan pada yang mengutusNya, menjadi alasan mengapa Dia ditinggikan. Lalu, apakah respon kita sebagai orang yang menerima kehidupan di balik kematian Tuhan Yesus? Rasul Paulus memusatkan seluruh kotbahnya setelah mengenal keselamatan dalam Yesus dan menghidupinya, untuk selalau melakukan kebaikan dalam kerendahan hati, tidak membalas kejahatan yang dibuat orang pada kita dengan kejahatan, sebaliknya mengasihi mereka, sebab Kristus yang ikuti imani itu pun mati untuk keselamatan kita, tidak membalas kejahatan kita dengan menghukum tapi mengangkat kita menjadi anak-anak Tuhan, adik-adik dari Yesus Kristus. Amin.



Selamat merayakan jumat agung, merayakan penyelamatan Yesus Kristus atas hidup kita!

Sabtu, 09 April 2011

Kejadian 22, 1-13

“Mempersembahkan dengan Iman”
1. Anak adalah bagian terpenting, melebihi harta benda bagi keluarga Yahudi, khususnya anak laki-laki, karena dalam diri anak tersirat jati diri keluarga dan kesinambungan garis keturunan. Tanpa anak, keluarga dianggap kurang sempurna, bahkan tidak diakui dalam masyarakat, sehingga tanpa anak, seorang laki-laki Yahudi boleh menikah, atau mengambil selir untuk mendapatkan anak. Abraham termasuk salah seorang tokoh Alkitab yang mengambil Hagar sebagai gundik untuk mendapat anak, sebelum Sarah memberinya.
2. Begitu berharganya anak dalam keluarga Yahudi, tentu hal mustahil bagi mereka memberi anaknya bahkan untuk dirawat orang lain pun, apalagi untuk dipersembahkan sebagau kurban bakaran. Kalau persembahan sebagai nazar seperti Samuel oleh Hanna, mungkin banyak orang bisa melakukannya, namum untuk dibakar? Secara logika, tidak mungkin ada orang tua yang dengan rela mempersembahkan anaknya menjadi kurban bakaran, kecuali dia seorang yang ‘gila’
3. Namun, bagaiamanakah Abraham yang sudah lama menanti kelahiran anak tunggalnya merespon Firman Tuhan yang berkata :"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."? Dalam ay 1 memang dikatakan Allah mencoba Abraham, artinya Tuhan membawa Abraham pada situasi untuk membuktikan imannya kepada Tuhan. Apakah dia akan menimbang-nimbang, berpikir dulu atau mencari alasan? Dia tidak melakukan itu, sebab sesungguhnya, Tuhan tidak pernah mencobai (Yak 1, 13). Memang Pemazmur pernah meminta supaya Allah mencobai atau mengujiya, untuk mengetahui sejauh mana kesetiannya pada Allah. Dari beberapa bagian Alkitab tersebut, kita mengetahui bahwa Allah sebagai subjek dan perencana pengujian. Pencobaan atau pengujian Allah tersebut tidak punya konotasi buruk.
4. Dengan pemahaman di atas, Abraham memberi respon diluar perhitungan manusia. Dalam ay. 3, ditunjukkan bahwa Abraham, pada pagi hari berbenah untuk melaksanakan tugas itu, membawa Ishak ke Tanah Moria (Artinya penyebahan atau pembrontakan. Dari kata (“Yah/Jah” = nama Tuhan dan “Mir’eh” atau “mĂ´reh” = guru). Dari asal kata ini boleh juga diartikan bahwa Moria = adalah “Tuhan menunjukan”, seperti seorang pengajar /guru kepada muridnya. Dari tanah inilah Tuhan menunjukkan pada Abraham ke gunung mana mereka hendak pergi memberi kurban bakaran pada Tuhan.
5. Abraham membawa Ishak untuk dipersembahkan. Tidak ada diskusi, tidak ada perdebatan, begitu dia mendengar Firman Tuhan, di bangkit berdiri dan melaksanakan tugas itu sebagaimana ketika Tuhan memanggilnya untuk keluar dari Ur-kasdim, menuju suatu tempat yang dia belum tahu ke mana arahnya, tapi percaya bahwa Tuhan pasti tuntun dan jamin masa depannya.
6. Pengalaman Abraham saat dipanggil, di usia ke 75, dengan mengandalkan iman, bukan pikirannya, membuat dia percaya bahwa Tuhan yang mengutus Dia masuk ke tanah kanaan pada usia, adalah yang berjanji di usianya ke 86 tahun akan mendapat anak, itu Tuhan yang mengetahui secara pasti apa yang diperlukannya sebagai seorang ayah dalam keluarga. Karena sikapnya 'takutnya akan Allah', memercayai bahwa Allah itu baik dan benar dalam setiap keinginan-Nya, ujung-ujungnya kalau toh putranya harus mati sebagai korban bakaran; Abraham beriman bahwa "Allah berkuasa membangkitkan manusia sekalipun dari antara orang mati" (Ibrani 11:19), maka Abraham menuruti apa yang menjadi kemauan Allah nya. Mau mempersembahkan Ishak, putranya itu sebagai korban bakaran.
7. Keyakinan itu yang membawa dia dan putranya ke Moria bersama dua bujang yang mengawalnya, namun tidak melibatkan hamba-hamba itu ikut dalam penyerahan persembahan, sebab dia menyuruh mereka tinggal, dia dan Ishak yang memandang gunung tempat ke mana dia harus pergi dan mendirikan mezbah.
8. Ishak memikul sendiri kayu bakar yang diperlukan dalam penyerahan kurban itu. Artinya, tindakan Abraham memberi kayu ke pundak Ishak merupakan tindakan Tuhan yang memberi tugas bagi Yesus memikul salibNya sendiri, sebab hidupNya adalah kurban pendamaian demi keselamatan dunia ini.
9. Sebagaimana Abraham tidak membantah firmanNya, demikianlah Ishak tidak membantah perintah ayahnya, dia tunduk dan mengikuti ayahnya. Sikap dan iman Abraham yang setia pada Tuhan, ternyata menjadi panutan bagi anaknya. Seorang ayah beriman, setia, akan menularkan sikapnya pada anak dan sekitarnya. Sikap yang baik, tanpa dikatakan pun dapat mempengaruhi orang disekitar kita. Perbedaaan Abraham dan Ishak adalah Ishak bertanya pada sang ayah: “dimanakah anak domba itu?” dan Abraham tidak membuat pertanyaan apapun!
10. Dalam perikope ini, ada 2 hal kekuatan iman Abraham yg terungkap dari jawaban-jawaban Abraham, yaitu : - Dalam ay. 5 ketika dia meninggalkan bujangnya, dengan berkata: : "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.". Sadar atau tidak, dia yakin bahwa dia tidak akan kehilangan apapun jika percaya kepada Tuhan, hal ini berkaitan dengan apa yang pernah dikatakan Tuhan Yesus, “barangsiapa takut kehilangan nyawanya, dia akan kehilangan tapi barangsiapa yang tidak menyanyangkan nyawanya dia akan memperolehnya’
- Dalam ay. 8, dia menunjukkan imannya ketika menjawab pertanyaan anaknya, saat dikatakannya "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku."
11. Pengenalan yang baik akan Tuhan membuat manusia menjadi tentaram dalam menjalani hidupnya, tidak gusar, tidak bimbang dan juga tidak memelukan jawaban yang logis atas apa yang dikehendaki Tuhan dari kita, sebagaimana Abaraham, dia mengenal Tuhan, dia mengimani tindakanNya, dia yakin Tuhan tidak berbuat yang melukai hatinya, maka ketika Tuhan meminta Ishak, dia memberi. Dia sadar bahwa Ishak adalah anak yang ditunggu, tapi juga adalah anak anugerah, yang dia peroleh di masa tuanya, yang secara medis tidak mungkin ia terima melalui proses alamiah untuk sebuah kelahiran. Kesadaran itu membuatnya menjadi tunduk dan siap menyerahkan apa yang menjadi hak Allah.
12. Demikianlah kita sebagai umat Tuhan, jika suatu saat Tuhan menghendaki sesuatu yang harus kita persembahkan padaNya, mari memberi dengan sukacita, tanpa banyak debat dan diskusi, berilah dengan iman, sebab Tuhan tidak mengambil lebih dari apa yang kita miliki, tidak memberi beban lebih dari kemampuan kita. Dia tahu apa yang perlu bagi kita dan selalu keputusanNya baik untuk kita, bukan untuk mencelakan, hal ini nampak saat Abraham membuktikan imannya, Tuhan melarang Abraham membunuh anak itu, sebaliknya menggantikannya dengan seekor keledai.
13. Demikianlah hendak setiap kita mempercayai rencana Allah, meski sulit dan di luar logika apa yang diminta Tuhan dari kita, namun jika kita beriman dan percaya bahwa Tuhan pasti mengenal dan tahu keperluan kita, maka mari kita tunduk dan melakukan kehendakNya,. Hal ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi sekitar kita, bagi anak-anak kita, bagaimana orang beriman dalam mengikut Tuhan, bahwa selalu menunjukkan kesetiannya, menunjukkan imannya dengan perbuatan, sebab Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2, 17). Amin.