Sabtu, 29 Agustus 2009

Kejadian 17, 15-27

“Janji Allah”
1. Identitas baru yang diberikan Allah kepada istri Abraham, Sarai menjadi Sara, adalah suatu janji bahwa dia akan menjadi ibu bangsa-bangsa, dari keturunannya akan muncul raja-raja bangsa-bangsa. Itulah janji Allah bagi Abraham dan istrinya Sara. Janji itu merupakan lelucon bagi Abraham, dia tertawa; mungkinkah di usianya yang ke-99 dengan seorang istri berusia 90 tahun dapat melahirkan seorang anak?
2. Allah bukanlah manusia sehingga Dia berbohong, itu berarti janji Allah adalah ya dan amin, sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1,37). Namun pikiran manusia sering sulit menerima janji dan cara kerja Allah, sebagaimana Abraham yang mengandalkan pikirannya. Dia berpikir bahwa usia subur seorang perempuan maksimal 50 tahun, maka janji Allah menjadi hal yang lucu baginya, dan dia kurang menyakini apa yang dikatakan Tuhan tentang Sarai menjadi Sara.
3. Ketidakpercayaan Abraham menyebabkan dia memohon agar Ismail diperkenankan di hadapanNya, tetapi Tuhan mengulang bukan Ismail, tapi seorang anak yang lahir dari Sara dan akan diberi dia nama Ishak. Tentang Ismail anak Hagar, hambanya yang dijadikan sebagai gundik, Tuhan akan memberkati dan memberi keturunan yang banyak baginya, serta menjadikan bangsa yang besar di mana akan berdiri 12 raja dari keturunannya, karena dia bukan anak perjanjian, tapi anak yang lahir atas kehendak manusia, anak perjanjian adalah Ishak, karena kepada Ishak yang akan lahir pada tahun depan lah Allah membuat perjanjian selama-lamanya. Dialah anak yang dijanjikan (Gal 4, 22-28).
4. Pengulangan janji Allah membuat Abraham mengubah pikiran, dia mengaminkan janji itu, sehingga melaksanakan sunat baginya, Ismail, dan semua laki-laki yang ada di rumahnya, yang dibeli dan lahir di rumahnya, setelah Allah naik meninggalkan Abraham. Sunat adalah lambang perjanjian umat Allah.
5. Bagaimanakah kita merespon janji Allah dalam hidup kita? Apakah kita mengandalakan pikiran kita, jika janji itu bertentangan dengan ilmu pengetahuan, dengan pemahaman kita atau mungkin karena tidak sesuai dengan keinginan kita? Banyak orang menertawakan janji dan cara kerja Allah dalam hidupnya, seolah-olah apa yang dikatakan Tuhan adalah lelucon, sesuatu yang tidak masuk akal, sehingga terkadang kita sulit menerima dan mengaminkan janji Allah dalam hidup kita.
6. Saya sering mendengar orang melihat sesuatu dan berkata bahwa tidak mungkin dia bisa memiliki barang tersebut. Jika saya katakana bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, dia akan menentang, bukan mengaminkan kekuatan dan kemampuan Tuhan mengatasi pikiran dan kemampuan kita. Pikiran kita telah mengkonsepkan Allah sebatas yang dapat kita lakukan tentang kehidupan kita, padahal Allah jauh melebihi apa yang kita pikirkan, apa yang kita kotakkan tentang Allah. Dan satu hal yang harus kita ingat, bahwa ketidakpercayaan manusia, tidak membatalkan perjanjian yang sudah Allah Firmankan.
7. Menertawakan Firman adalah penyangkalan atas kuasa Firman itu, maka dampak dari ketidakyakinan akan janji yang telah dikatakan adalah ketidak sejahteraan. Bila kita pelajari lebih dalam lagi maka kita akan melihat bagaimana Hagar menertawai Sara yang melahirkan pada usia tua, dan bagaimana Ismail mengolok-olok Ishak yang kecil.
8. Firman Tuhan mengajak kita untuk percaya penuh pada janji Tuhan,walaupun agak ‘lama’ janji itu diwujudkan dari yang kita harapkan. Janji Tuhan adalah ya dan amin, maka ketika Tuhan berfirman, kita hanya percaya dan menunggu semua janji itu, karena Tuhan berkarya tepat pada waktunya. Merancang masa depan yang baik bagi kita, maka jangan andalkan pikiranmu tentang masa depanmu, percayalah bahwa Tuhan tidak manusia yang mau berbohong. Allah berjanji, mari kira meraih janji itu dengan iman dan perjuangan. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar