Jumat, 07 Agustus 2009

Bilangan 11, 31-35

" Kerakusan vs Menyangkal Diri "

1. Saya akan memulai kotbah ini dengan cerita dongeng yang kudengar ketika aku kanak-kanak dari ayah-ibuku yang kebetulan, beliau-beliau guru Bahasa Indonesia, demikian ceritanya: ‘Di suatu desa ada seorang lelaki tua yang hidup sederhana. Dia lelaki yang baik dan jujur. Kebaikannya ini diperhatikan oleh dewa. Suatu hari dewa itu memujinya dan hendak memberi hadiah padanya. Dewa itu bertanya, apa yang kau inginkan kuberikan padamu? Lelaki itu meminta agar dia boleh berubah menjadi kaya. Dia ingin setiap yang disentuhnya menjadi emas. Permintaan itu disetujui oleh sang dewa. Dia mencoba kekuatan itu dengan memegang sebuah kayu di depannya, dan kayu itupun menjadi emas. Dia gembira dan berbahagia, karena semua yang disentuhnya menjadi emas. Suatu kali, lelaki itu hendak makan, dia melihat makanan lezat di meja makannya. Dia mengambil sesuatu, tapi makanan itu berubah menjadi emas, dia memanggil istrinya untuk menyuapinya, ketika istri mendekat, dia menyentuh tangannya, dan istrinya pun menjadi emas. Lelaki itu sedih, dia memperoleh banyak harta tapi dia kehilangan semua. (bnd epistel Matius 16, 25). Akhirnya, dia sadar bahwa harta bukanlah jaminan kebahagiaan. Dia meminta kepada sang dewa agar dikembalikan pada kehidupannya yang dulu, sederhana dan bahagia.
2. Cerita ini mengingatkan saya bahwa kerakusan dapat merugikan diri sendiri, sekaligus mendatangkan murka Tuhan, (Kol 5,3), karena ketamakan disamakan dengan penyembahan berhala. Cerita kerakusan banyak terjadi ditengah-tengah kehidupan kita, di mana karena kerakusan dia menjadi hancur. Mari kita angkat contoh dalam kita Bilangan ini; kerakusan orang Israel dalam perjalanan Mesir ke tanah perjanjian. Terjadi kendala dari diri mereka, yaitu kerakusan. Tuhan menghembuskan angin membawa burung puyuh mengarah kepada mereka yang berjalan di padang gurun. Bangsa itu mengumpulkan banyak, selama dua hari, siang dan malam, mereka bahkan mengumpulkan, masing 10 homer. (1 homer = 360 liter x 10 = 3600 liter = 3,6 ton). Ada dua hal yang perlu kita simak dari cara bangsa ini, yaitu : pertama, Mereka mengambil bagi dirinya lebih dari kebutuhannya, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak perduli dengan yang lain. Kedua mereka takut tidak mendapat makanan untuk keesokan harinya. Rasa takut membuat mereka melupakan bahwa Tuhan dapat memberi jaminan hidup bagi mereka.
3. Kerakusan membutakan kita. Mengapa saya katakan demikian ? Coba bayangkan selama dua hari mereka tidak mengalami kelelahan karena pikiran mereka hanya mengumpul. Mereka membabi buta sampai memiliki 3,6 ton burung puyuh? Dapatkah itu dihabiskan dalam seminggu dan dapatkah itu bertahan untuk bekal selama satu bulan? Kerakusan membuat mereka hanya ingin mengumpul dan mengumpul, yang menurut pengamsal itu adalah kebodohan. Kerakusan juga menutup mata mereka akan berkat dan pemeliharaan Tuhan atas hidup dan masa depan mereka.
4. Penyangkalan diri salah satu ciri menjadi murid Kristus (Mat 16, 24), itu berarti kerakusan bertentangan dengan peyangkalan diri. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena penyakalan diri meninggalkan egoisme dan keinginan diri. Sedang kerakusanadalah:
- Egoisme. Orang seperti ini, hanya memikirkan apa yang penting baginya, dia akan setuju sesuatu bila memperoleh untung, sehingga segala yang dilakukan dilihat dari untuk rugi. Dalam epistel dikatakan bahwa orang yang mengikut Yesus akan menyangkal diri, di mana penyangkalan diri, meninggalkan egoisme dan keinginan diri demi kepentingan orang lain. Istilah yang digunakan Rasul Paulus, jangan hanya yang penting bagi dirimu kau pikirkan, tapi pikirkanlh juga kepentingan orang lain. Ungkapan Yunani mengatakan ‘ di dalam doanya, hendaklah orang bersekutu dengan sesamanya’.
- Takut. Orang rakus mengalami krisis iman, kurang percaya pada dirinya dan pada penciptanya. Dia takut, jangan-jangan ini makanan terakhir, jangan-jangan besok kami tidak makan lagi. Pengalaman bersama Allah yang menyertai mereka mulai dari Mesir, melintasi laut teberau, di mana tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari menuntun mereka dilupakan, mereka hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri dan melupakan campur tangan Tuhan, sehingga mereka menjadi takut akan masa depannya. Rasa takut mereka membuat mereka mebrontak pada Tuhan yang mengirim burung puyuh pada mereka.
5. Apakah yang terjadi atas kekerdilan iman mereka? Mereka kehilangan nyawa mereka, mereka dihancurkan dengan apa yang mereka kumpulkan sebab Allah murka pada kerakusan mereka. Menurut Rasul Paulus bahwa kerakusan sama dengan penyembah berhala (kolose 3,5), karena mereka mengumpul dan mengumpul, melupakan sumber berkat, tidak perduli dengan diri mereka sendiri bekerja siang malam hanya untuk mengumpulkan harta dan tidak memikirkan apa yang perlu bagi sesamanya. Mereka mendewakan keinginan mereka yang berlebihan sehingga mereka menjadi kehilangan diri. Dosa ketamakan membawa orang masuk ke Kibrot-Taawa. Tempat ini adalah kuburan bagi mereka yang bernafsu rakus.Tuhan menghukum bangsa Israel karena kerakusan mereka,setiap orang mengambil sedikit-dikitnya 10 homer dalam waktu 2 hari. kerakusan mereka membuat mereka mengalami krisis iman dalam hidupnya,dan memberontak kepada Tuhan dan sehingga hidup mereka kehilangan kemuliaan Allah.
6. Karena itu Perikope ini hendak mengingatkan kita bahwa kerakusan ternyata bukan hanya membutakan mata kita untuk melihat dan menghargai berkat Tuhan yang telah kita terima, juga membutakan mata kita untuk melihat seberapa besar kebutuhan kita yang sebenarnya. Maka sebagai orang yang mengikut Kristus, kita diajar untuk menyangkal diri, sehingga kita dapat meninggalkan segala keinginan kita, meninggalkan egoisme kita tapi menfokuskan seluruh panca indra kita untuk mengikut Yesus. Kalau kita mampu menyangkal diri dan memikul salib, kita akan berani berkata tidak untuk keinginan kita yang berlebihan, sebab kita mengenal Allah dengan sungguh-sungguh yang menyediakan segala kebutuhan kita. Menyangkal diri membawa kita pada suatu pengakuan akan berkat Tuhan, sehingga dapat mencukupkan diri dengan apa yang sudah kita terima dari Tuhan, dan bersyukur untuk segala sesuatu, di mana Tuhan terus menuntun arah jalan kita ke arah yang benar. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar