Selasa, 03 Maret 2009

Yunus 4, 1-11: Kasih Setia Tuhan

Khotbah Minggu, 08 Maret 09
1. Saya punya kebiasaan memberi souvenir yang saya bawa dari pesta kepada salah seorang anak saya yang pertama saya temui begitu masuk pintu rumah. Biasanya, dua orang yang tidak mendapat hadiah akan cemberut seraya membeberkan kesalahan penerima, selama saya tinggalkan di rumah. Bahkan tidak hanya cemberut, ada yang sampai marah oleh hadiah kecil itu. Yang lain menganggap bahwa dia tidak layak menerima itu, karena dia nakal, tidak mau makan atau tidak tidur siang. Itulah kecemburuan alamiah yang sering terjadi bagi diri seorang anak. Bila orang lain mendapat lebih dari dirinya, dia menjadi cemburu, bahkan marah.
2. Kecemburuan adalah sikap seseorang yang merasa diri lebih benar dari orang lain. Sikap seperti ini tidak hanya terjadi pada anak kecil, tapi juga pada orang dewasa. Ada yang cemburu kalau orang lain lebih kaya, lebih hebat, lebih cantik, lebih punya jabatan, lebih diperhatikan atau disayangi dan cemburu dengan kelebihan lainnya. Bahkan kitapun sering tidak setuju dan cemburu kalau Allah menghampiri orang lain, sehingga terciptalah lagu dalam Kidung Jemaat dengan syair: ‘Mampirlah dengar doaku, Yesus penebus, orang lain kau hampiri jangan jalan terus...’ (KJ No. 26). Saya selalu katakan ini sebagai kidung cemburu.
3. Demikian halnya Yunus, seorang Nabi yang bekerja untuk Allah, dia cemburu takkala Allah bertindak lain dari keinginannya. Ketika Allah ingin memberi pengampunan bagi Orang Niniwe, Yunus marah, dia beromantisme tentang kejahatan orang Niniwe yang adalah musuh besar Israel. Masakan orang Niniwe yang jahat, yang membunuh orang dan bersikap sadis pada manusia dapat menerima pengampunan dari Allah. Masakan Allah tidak mengingat kejahatan-kejahatan mereka? Itulah menjadi alasan Yunus membatasi kasih Allah bagi manusia yang diperhitungkan lebih 120.000.
4. Kadang-kadang kita sering membentuk Allah seperti konsep pikir manusia. Jika manusia berbuat baik hanya kepada orang yang baik padanya, maka ‘harusnya’ Allah juga hanya peduli dan memperhatikan orang yang setia dan baik pada Allah. Konsep pikir kita membuat kita gagal memahami eksistensi Allah. Kita mengenal Allah, kita berkerja untuk Allah, kita hidup di rumah Allah tapi kita oleh pikiran kita menjadi tidak mengenal Allah sebagai Allah yang penuh cinta kasih, di mana kasihNya melampaui dosa manusia, sehingga memberi AnakNya yang tunggal untuk manusia, supaya manusia berdosa bisa beroleh keselamatan, tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3, 16-21).
5. Maunya Yunus dapat menyaksikan Allah menghukum bangsa yang jahat itu, menunggangbalikkan kota Niniwe. Dia ingin melihat bagaimana penderitaan akan dialami orang yang tidak patuh pada Tuhan, sebagaimana yang diberitakannya. Ketika Allah melakukan sebaliknya, mengampuni bangsa itu, amarahnya bangkit. Dia bahkan ingin mati, tidak mau melihat kebaikan Allah menyelamatkan bangsa itu. Dia kesal pada Allah karena dia telah melakukan apa yang diperintahkan Tuhan untuk dia lakukan yaitu untuk memberitakan hukuman Allah. Pemberitaan itu telah mengubah hati orang Niniwe, mereka telah bertobat (Yunus 3, 5-6). Sebaliknya, Yunus yang bercokol pada dendamnya, sehingga terjadi perbantahan antara Allah dan Yunus, karena Yunus merasa Allah tidak melakukan apa yang diinginkan oleh Yunus.
6. ‘Layakkah engkau marah’. Itu pertanyaan Allah pada Yunus. Saat Allah menumbuhkan pohon jarak untuk tempatnya berteduh, tetapi dalam semalam, pohon itu layu karena digerek ulat, Yunus merasa layak marah, sehingga Tuhan berkata: pohon saja yang hanya semalam tumbuh dan layu, yang untuknya Yunus tidak berbuat apa-apa bisa dia kasihi, apalagi manusia, bukankah manusia lebih layak dikasihi? Dalam hidup materialisme, manusia sering lebih mengasihi hartanya dari nyawanya, lebih menghargai harta benda dari hidup manusia itu sendiri, sehingga muncullah sikap yang berbeda dalam memandang sesamnya. Kalau dalam arisan si A yang bekerja di pajak belum datang maka anggota arisan merasa layak menunggu, tapi kalau si B yang hanya tukang tambal ban, tidak layak untuk ditunggu, karena waktu atau berbagai alasan lainnya, kata pelawak Batak, si Jurtul.
7. Disinilah letak perbedaan cara pandang manusia dengan Allah. Manusia lebih memberhalakan benda, tapi Allah adalah Allah yang pro-kehidupan. Harta tidak pernah lebih berharga dari hidup manusia. Maka Allah akan memilih mengampuni daripada memusnahkan. Meskipun kita melihat kadang-kadang Allah seperti tidak konsisten pada keputusan-keputusannya, tetapi Dia selalu konsisten akan Cinta kasihNya pada manusia, sesuai dengan eksistensiNya sebagai Allah pengasih. Walaupun pada awalnya Yunus diutus ke Niniwe untuk memberitakan penghukuman, tapi kekonsistenanNya dalam kasih membuat langkah awal berubah menjadi pengampunan.
8. Memang dalam seruan akan kepedulian lingkungan (KPKC) kita dihimbau untuk menjaga kelestarian alam, bahkan di tahun Diakonia ini telah dicanangkan penanaman pohon se-HKBP (6 Feb ’09) untuk mengurangi pemanasan global, paling tidak dipekarangan rumah masing-masing jemaat seperti yang dilakukan jemaat HKBP Dukuh Kupang. Peduli lingkungan bukan alasan bagi kita lebih cinta pada alam, daripada kepada manusia yang tidak mengenal Allah. Panggilan Allah terus menerus bahwa Dia menyangkal diri, dan menjadi korban dengan memberi Yesus untuk mewujudkan cinta kasihNya bagi manusia berdosa. Bagaimana mungkin Allah lebih peduli kepada pohon jarak dibanding penduduk Niniwe yang berjumlah lebih dari 120.000?
9. Kasih Allah tidak terbatas, tidak berkesudahan dan tidak pilih kasih. Meskipun kita ingin lebih diutamakan Tuhan dan membatasi kasihNya kalau boleh menghukum orang yang berbuat jahat pada kita, tapi Allah kasih tidak dapat dimonopoli. Kalau sebelumnya Israel melihat Allah, sebagai Allah mereka, dan mereka adalah bangsa Allah, kitab Yunus membuka tabir keuniversalan Allah, bahwa Allah terbuka secara luas bagi semua orang, bahkan kepada orang yang tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kirinya sekalipun.
10. Menjadi bahan perenungan bagi kita, ternyata Hamba Tuhan sekalipun, yang mengenal Allah, bisa bertahan terus pada dendamnya terhadap sesama, lebih dari itu berkeinginan untuk memusnahkan sebagaimana Yunus pada orang Niniwe. Dia juga mengatakan, lebih baik dia mati daripada kehendak Allah jadi atas bangsa itu. Kadang-kadang, kita melakukan tugas kita sebagai hamba Tuhan (Yunus membangun tempat berteduh baginya) tetapi sekaligus dia menguji Tuhan, kepada siapakah Allah berpihak? Apakah kepadaku atau kepada musuhku? Apakah Tuhan lebih memilih orang jahat itu daripada hambaNya sendiri? Kita ingin menonjolkan pikiran kemanusiaan kita untuk keputusan Allah bagi sesama.
11. Kecemburuan, egoisme dan sombong diri membuat kita lebih hebat dari Allah, sehingga keputusan Allahpun harus sesuai dengan keinginan kita. Maunya, Allah menyesuaikan kehendakNya ke dalam kehendak kita, bukan kita yang menyesuaikan kehendak kita ke dalam kehendak Allah. Ibarat kita menjahit baju, kita ingin tangan kita yang dipotong dan dibawa ke tukang jahit untuk mengukur panjang lengan, walau yang benar, meter yang harus dibawa tukang jahit untuk mengukur panjang lengan kita.
12. Manusia membatasi Allah seukuran dengan pikiranya. Sudut pandang yang berbeda inilah menjadikan kita lebih mencintai pohon jarak dari hidup manusia. Maka sebagai umat pilihan, mari kita menunjukkan kepedulian kita bagi semua orang (Luk 4, 18-19), cinta alam, tapi lebih cinta pada hidup manusia. Menjadi umat yang pro-kehidupan. Amin.

7 komentar:

  1. Makasih. Bahan ini menjadi perenungan tentang siapakah kita manusia.

    BalasHapus
  2. Makasih. Bahan ini menjadi perenungan tentang siapakah kita manusia.

    BalasHapus
  3. Ampuni saya Tuhan, karena saya sering protes terhadap Tuhan karena permohonan saya belum dikabulkan,biarlah kehendakMu yang terjadi Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tuhan penuh belas kasih bagi orang yang mau mengakui kesalahannya

      Hapus