Senin, 16 Maret 2009

Yesaya 54, 11-17

“Bersukacitalah : Kasih Tuhan Jaminan yang Pasti”
Khotbah Minggu letare, 22 Maret 2009
1. Sandra, seorang ibu rumah tangga dengan dua orang putra yang sehari-harinya sibuk dengan usaha di rumah produksinya, sedang giat-giatnya meraup untung dan menabung, bahkan menghabiskan waktu dengan pekerjaan sampai melupakan tanggung-jawabnya sebagai ibu dalam memberi perhatian dan cinta kasih pada putra-putranya kecuali hari sabtu minggu, tiba-tiba mengalami insiden yang mengenaskan ketika bermain jetski, di mana speedboat yang ditumpangi dengan kecepatan tinggi tiba-tiba terbalik, dan jatuh menimpa kepalanya. Lokasi kecelakaan itu cukup jauh dari daratan. Dia pingsa seketika dan hanyut ke dasar laut. Itulah penderitaan seorang ibu yang menahan sakit selama tujuh tahun dan menghabiskan tabungannya bersama suami yang mencapai milliaran rupiah untuk biaya obatnya menahan rasa sakit di leher dan kepala. Derita itu tidak berakhir walau dia berobat sampai ke luar negeri.
2. Berbagai penderitaan dan godaan kita alami, tetapi kasih Allah menjamin kehidupan umat percaya, sebagaimana pengakuan Sandra, saat tubuhnya perlahan meluncur ke dasar laut, tiba-tiba dia siuman dan langsung menyebut Nama Yesus. Secara perlahan tubuhnya pun beranjak naik ke permukaan sampai kedua tanganya berhasil meraih speedboat yang dalam posisi normal. Seketika itu dia pulih, tiada rasa perih di kepalanya, dia merasa tangan Tuhan meraihnya hingga boleh naik ke speedboat itu kembali. Satu bulan kemudian dia baru merasakan derita yang dalam oleh benturan tersebut.
3. Itulah kasih Tuhan yang menjamin kehidupannya sampai dia benar-benar pulih tujuh tahun kemudian tanpa operasi, hanya berkat pertolonganNya yang memberi dia kesembuhan melalui doa dan pujian penyembahan, di mana pengharapannya begitu besar pada tangan Tuhan yang akan menjamahnya. Suatu hari, ketika dia berlibur sendiri ke Bali, dia mengalami sakit kepala yang luar biasa, yang membuatnya tidak bisa bangkit. Dalam kesakitan itu, dia melihat sosok Yesus penuh darah dililit mahkota duri. Pemandangan itu membuatnya sadar bahwa apa yang dia alami tidak seberapa dibanding penderitaan Yesus. Namun pengharapannya semakin besar ketika tangan Tuhan menjamahnya dan berkata: ‘maukah kau ikut aku?’ Sandra hanya menangis dan memasrahkan diri pada kemauan Tuhan atas apa yang terjadi padanya..
4. Demikianlah orang Israel yang berada di pembuangan sedang mengharapakan pertolongan Tuhan membawa mereka ke Yerusalem, memberi mereka penggenapan janji sebagai jaminan masa depan mereka. Mereka tidak sanggup lagi mengungkapkan kerinduan mereka dalam menerima pemulihan atas derita yang mereka alami di tempat pembuangan. Mereka diam, pasrah menanti penggenapan janji Tuhan.
5. Kita pun sebagai umat percaya memegang tanda-tanda kasih Allah, sekaligus menantikan penggenapannya. Bila orang Israel berharap bahwa mereka akan segera pulang ke Yerusalem dan hidup dengan sejahtera di sana, maka kita pun menanti ‘kota yang kudus, Yerusalem yang baru, yang turun dari sorga, dari Allah, kota yang penuh kemuliaan Allah yang cahayanya sama seperti permata yang paling indah’ (Why 21, 1+11). Kota kudus, kota yang direncanakan dan dibangun Allah merupakan tujuan perjalanan kita, sepert umat Israel, lepas dari derita yang dialami di pembuangan. Kita juga berharap, bahwa ketika kita mengalami masalah, atau sakit penyakit, kita menanti pertolongan Tuhan membawa kita menuju kota kudus, sebab di sana tanah air sorgawi kita.
6. Kota Kudus itu menyaksikan bagaimana Yesus memberi jaminan kasih bagi umatNya, bagaimana kerajaan Alah terwujud lewat kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus yang mendorong kita menanti-nantikan penggenapan kerajaan Allah di dunia yang penuh dengan kekerasan, kekejian dan pertikaian.
7. Penderitaan membuat kita jenuh dan tidak mampu bertahan, tapi cinta kasih Tuhan membuat kita menjadi kuat dan menumbuhkan pengharapan yang semakin besar atas pertolonganNya bagi kita. Kadang-kadang sulit bagi kita menerima cercaan itu, sulit memaafkan jika ibu saya hampir menggugurkan saya ketika dalam kandungan, kata Fania Putri Natalin penyanyi rohani itu, tetapi karena Allah selalu ingin memberi kita kemenangan dari musuh-musuh kita dan membawa kita pada pembaharuan melalui pengampuanNya, maka kita menjadi mampu mengampuni, menerima kemenangan karena ‘rekonsiliasi’ yang dibangun oleh tangan Tuhan sendiri.
8. Orang Kristen sering bertanya, bagaimanakah masuk pada sukacita yang benar di tengah krisis, atau persoalan yang menimpa kita? Memang, selagi yang material menjadi fokus pengharapan kita, jika yang kelihatan menjadi sukacita kita, maka kita tidak mungkin bersuka cita waktu kita melihat anak-anak kita yang kelihatan ‘nakal’ atau terlibat dengan narkoba. Tidak mungkin kita bersukacita di minggu letare ini dalam keadaan perekonomian yang terpuruk, tidak mungkin kita bersukacita dengan mahalnya harga-harga di pasar atau tidak adanya yang menjamin masa depan kita. Tapi dalam Yoh 15, 9-17 (epistel minggu ini) dikatakan, bila kita diam dalam kasih Allah maka kita akan penuh dengan sukacita (ay 11).
9. Hidup manusia memang penuh warna hitam, tapi itu tidak membuat kita bermuram durja, kita tetap dalam sukacita karena telah diam dalam kasihNya. Bila kita berpikir tentang masa depan kita, kita akan bimbang, kita akan merasa takut dengan masa depan kita, oleh karena itu jangan kita membatasi Allah sebatas kemampuan kita, tapi biarkan Allah bertindak semau yang Dia mau lakukan untuk kita.
10. Untuk memahami tindakan Allah dalam hidup kita, saya mengangkat cerita yang ditulis oleh Joel Osteen dalam bukunya Your best life now tentang Raja Saudi Arabia yang mengundang pegolf terkenal bermain dalam sebuah turnamen golf. Ketika pegolf itu menerima undangan Raja dan mereka bermain golf dan menikmati beberapa hari bersama dengan kegembiraan, Raja sangat gembira, maka Raja berencana akan memberi hadiah apapun yang dia mau karena telah membuat hari-harinya begitu indah. Tetapi pegolf itu berkata bahwa diundang dan diterima dengan pelayanan yang baik dan dipercaya pun sudah menjadi sukacita baginya dan tidak perlu repot memberi hadiah apapun, katanya dengan sopan. Tapi Raja berkeras untuk memberi supaya dia tetap mengingat perjalanan jauh yang menyenangkan itu. Melihat kekerasan hati Raja, pegolf itu berkata bahwa dia mengoleksi tongkat golf bagaimana kalau ia diberi tongkat golf? Ketika dalam perjalanan pulang dia bertanya-tanya tongkat golf yang bagaimana yang akan diberi Raja? Dia membayangkan raja memberi tongkat golf yang terbuat dari emas murni dengan ukiran namanya atau bertahta berlian dan permata lainnya. Beberapa minggu kemudian pegolf itu menerima sepucuk surat dari Saudi Arabia, dia menerima selembar akte tanah lapangan golf seluas 232,3 hektar di Amerika.
11. Kadang-kadang kita membayangkan Allah memberi sesuatu seusia dengan apa yang kita minta, tapi Allah memberi di luar pemintaan kita. Marilah kita seperti yang terjadi pada anak-anak sekolah minggu yang diperintahkan gurunya mengambil permen yang tersedia di meja sang guru. Masing-masing mengambil sebanyak yang muat di tangan kecil mereka, tetapi seorang dari antara murid itu tidak mau mengambil, ketika gurunya berkata, ‘ambillah’, anak itu berkata, ‘aku mau diberi oleh kaka guru saja’. Melihat hal itu, ibunya bertanya, ‘mengapa engkau tidak mau mengambil sendiri?’ anak itu menjawab, ‘kalau saya yang mengambil, hanya sedikit yang aku dapat, tapi kalau gurunya yang mengambil akan lebih banyak karena tangannya lebih besar’. Biarkanlah Allah yang mengambil apa yang kita perlu, karena itu jauh lebih banyak dari apa yang dapat kita ambil.
12. Ketika kita mengetahui bahwa Allah akan membuat kemuncak-kemuncak tembokmu dari batu delima, pintu-pintu gerbangmu dari batu manikam merah dan segenap tembok perbatasanmu dari batu permata, sehingga semua anakmu akan menjadi murid TUHAN, dengan kesejahteraan besar; tentu kita tidak akan bermuram durja walaupun kita menjadi kawanan yang tertindas, di negara ini, yang tidak mempunyai kebebasan dan hak dalam beribadah seperti yang dilanggar angin badai dan tidak dihiburkan! Karena kasih Tuhan yang pasti menjamin masa depan kita, dan itu membuat kita menjadi orang yang bersukacita di tengah penderitaan yang kita alami.
13. Persoalannya, kita tidak bisa bersukacita karena kita hanya memikirkan perlakuan buruk yang kita alami, seolah-oleh penderitaan kita lebih besar dari Tuhan Yesus, padahal mahkota duri Yesus telah mewakili bagaimana dia dijerat menjadi pendosa oleh dosa kita, salib Yesus tanda penghinaan yang luar biasa, dan penistaan bagi Anak Allah, tapi tidak mengurangi sukacitaNya melakukan pengampunan dan pemberian diri sebagai upah dosa kita.
14. Maka melalui khotbah minggu sukacita ini, kita dipanggil untuk selalu berharap pada pertolongan Tuhan, sebab kasihNya adalah jaminan yang pasti untuk masa depan kita. Sekaligus dengan itu kita terpanggil untuk hidup dalam sukacita dan menyalurkan sukacita itu pada saudara-saudari kita, Kristus dalam kasihNya yang diam diantara kita melatih kita secara terus menerus untuk saling mengasihi.
15. Tiada satupun kekuatan yang bisa membuat kita kalah, kita akan ditegakkan di atas kebenaran, jauh dari pemerasan dan kekejutan. Senjata setajam apapun buatan tangan manusia, tidak akan mampu menikam kita, karena Tuhan lah ahli persenjataan dan Dia pula yang akan merusak senjata kejahatan yang dirancang untuk memusnahkan orang benar. Tidakkah orang percaya patut bersukacita oleh perbuatan tangan ajaib Tuhan? Bukankah Sandra boleh meraung dalam sukacita, ketika dirinya ada di jurang maut, tapi boleh melihat sosok Yesus bermahkota duri dengan berpeluh darah mengulurkan tangan pertolonganNya dan berkata, ‘maukah kau ikut aku?’ bukankah kata-kata Yesus yang sejuk memulihkan jiwanya yang sakit? Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar