Senin, 16 Februari 2009

Aku ingin Pulang

Saat mengikuti acara pesta bona taon Silahi sabungan dan boru, surabaya sekitarnya, kemarin di Gedung wanita Kalibokor, tiba-tiba pembawa acara, sekretaris punguan memanggilku, katanya ‘mari kita dengarkan dulu ito kita pendeta untuk bernyanyi”, dia sambung, ‘kita belum pernah mendengarkannya, tapi menurut pemusik, amang Siahaan, ito kita pendeta ini bisa bernyanyi’. Saya langsung naik panggung (soale, untuk nyanyi bayar juga mau hehehe...), dan pemusik sudah menyiapkan lagu yang mau kunyanyikan ‘uju dingoluki’ lagu Joy Tobing yang sedang trend untuk kumpulan orang Batak di Surabaya. Lagu ini aku persembahkan untuk papa yang masih terbaring di RS Adam Malik Medan. Tapi aku ga berani mengungkapkan di depan umum, saya takut menangis (karena lagu ini mau dilelang untuk kas punguan). Setiap kali lagu ini kudengar, aku ingat papa, aku ingat apa yang belum aku lakukan, aku ingat betapa aku sering berbeda pendapat dengan beliau, walau pun beliau begitu bangga padaku, karena bagi orang batak punya anak pendeta sangat luar biasa. Cinta kasih dan kebanggaannya pada seorang putri yang sudah pendeta mengontrol aku untuk terus setia pada panggilanku. Ketika aku ingin melakukan sesuatu yang ‘kurang baik’, aku selalu ingat pada papa yang protes pada pendeta di jemaat mereka untuk prilaku tertentu dan itu membuatku berhenti untuk tidak melakukannya. Papa selalu marah kalau ada pendeta yang mengeluh tidak punya uang, papa selalu bilang, ‘jemaat tahu kapan harus memberi’, maka selalu beliau katakan; ‘jangan mengeluh tentang uang di depan jemaat, Tuhan menyediakan setiap kebutuhan hambaNya”. Kata-kata itu tidak ditujukan pada saya, tapi bentuk protesan pada pendeta tertentu. Aku selalu bilang ke papa, ‘jangan diurusi semua pa!’. Saya agak dongkol setiap kali saya dengar papa protes, tapi kata-kata itulah yang mengntrol aku untuk lebih hati-hati, bertutur, bersikap dan bertindak. Kata-kata papa yng selalu kutentang tersimpan di memoriku, untuk mengontrol setiap tindakanku. Dan saya percaya kata-kata papa, saya yakin itu karena telah kualami. Keluarga kami tidak pernah berkekurangan, walau tidak berlebihan. Tuhan mencukupkan persis kebutuhan kami. Setiap kali saya mau bayar atau membutuhkan sesuatu, ada saja cara Tuhan memberiku rejeki, ketika saya hendak mengeluh ke suami, saya belum mengatakan sesuatu, Tuhan sudah siapkan. Saya selalu katakan,’Tuhan sungguh luar biasa, saya belum katakan Tuhan sudah memberi, betapa Tuhan baik padaku’. Tapi suami saya selalu bilang, ‘bukan, Tuhan ingin mempermalkukanmu, karena hatimu selalu khawatir dan mengeluh’. Dan semua ini membuatku ingat papa. Papa yang tegap, tegar dan tegas, kini terbaring lemah. Dia tidak sekuat prinsipnya melawan penyakitnya, tapi dia siap dioperasi atau diradisai, padahal usia sudah 76 tahun. Dokter bilang usia tidak memungkinkan untuk operasi, anak-anaknya bilang kasihan kalau diradiasi, nanti kulit gosong padahal papa amat kurus. Tapi sampai pagi ini menurut informasi abangku, dokter ahli tumor belum datang untuk memastikan cara penangan yang lebih baik. Akh...ASKES membuat para pekerja medis tidak profesional dan bertanggung jawab dalam pengobatan pasiennya. Abang saya tadi mengatakan mau dibawa ke RS Elisabeth Medan, itu sangat melelahkan, karena akan diperiksa kembali mulai dari awal, bayangkan betapa melelahkan. Aku menjadi menetapkan kesimpulan sementaraku, bahwa RS dan seluruh strukturnya telah dikomersialkan, tidak lagi pelayanan, walau kampanye Presiden RI seolah-olah rakyat sudah diberlakukan dengan baik dalam bidang kesehatan. Tapi saya pikir itu tidak tepat. Gaji papa 36rb/bulan dipotong untuk kesehatan sejak masa kerjanya, tapi baru pertama digunakan tidak mendapat pengobatan yang maksimal. Dia hanya diberi suntikan penahan nyeri, yang harus dibeli sendiri di luar ASKES. Tapi dibalik semua kekacauan kami, aku percaya Tuhan, yang menguatkan papa untuk tetap bertahan pada imannya, aku percaya Yesus, yang mati untuk kehidupan papa, aku percaya Roh, yang menuntun hati papa menuju jalan kebenaran. Aku ingin pulang, melihat dan berdoa bersama papa, menguatkan iman percayanya kepada Allah Bapa, PutraNya Yesus Kristus dan Roh Kudus. Tapi anak-anakku, keluarga dan tugas-tugasku membuat langkahku tersendat. Doaku setiap saat: “Tuhan memberkati papa, dan memberi kesembuhan, selamat menderita bersama Yesus yang menderita untuk penyakit papa. Aku cinta papa, aku rindu papa, aku ingin pulang papa....” selamat sembuh di dalam Yesus, Tuhan kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar