Kamis, 16 April 2009

Yohanes 21, 15-19

“Wujud Cinta”

  1. Ketika saya mempersiapkan tas sekolah Jerry tadi pagi, saya melihat ternyata di kantong tas sekolahnya kartu dan uang sekolah belum dibaya, masih di situ. Sambil memasang kaus kakinya, saya berkata: ’Dede belum kasi uang sekolah ta?’ ‘sudah!’ jawabnya tegas dengan wajah yakin. ‘loh, kog di tas mu masih ada kartu uang sekolah?’ aku bertanya bernada heran. ‘loh, aku liat kog bu guru pegang kartu dan uang kemarin itu’ katanya tanpa merasa bersalah. ‘Dede...dede,’ kataku lucu, ‘setiap orang di kelasmu punya kartu uang sekolah yang sama. Jadi kau pikir bu guru ngambil dari tasmu tas? Itu uang seklah kawanmu!’ hehehe..dia tertawa polos dengan jenaka. Itulah anak-anak, selalu merasa dirinya pusat perhatian. Ketika dia melihat bu gurunya memegang uang dan kartu uang sekolah yang sama dengan miliknya, dia pikir itu miliknya. Dia pikir gurunya tahu bahwa dia akan bayar uang sekolah dan guru akan mengambil tahu. Dia tidak berpikir jauh bahwa bukan hany dia siswa di kelas itu tapi ada berapa puluh orang lain lagi yang juga berpikir sama dengan dia, sehingga dia tidak mau menyusahkan diri dengan hal yang rutin.
  2. Petruspun merasa sedih dan tersinggung, ketika dia tidak menjadi perhatian sang guru dengan mengulang pertanyaan yang sama tiga kali, seolah-olah Yesus tidak mengenalnya dan tidak percaya dengan apa yang dia katakan dalam ay. 15 dan 16. Iman play group/anak-anak sering terjadi dalam kehidupan kita. Ketika kita tidak menjadi pusat perhatian, ketika iman kita diuji keteguhannya, kita merasa sedih dan tersinggung, sehingga kita memaksa orang lain memperhatikan kita, mendahulukan kita dan memandang kita lebih utama.
  3. Untuk mengobati kesedihan Petrus, Yesus berkata: ‘Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.’ (18). Yesus sungguh-sungguh mengenalnya dengan baik. Mempertanyakan tiga kali pertanyaan yang sama adalah penegasan akan cintanya, sebagaimana dia tiga kali menyangkal Yesus. Tapi sekaligus juga bahwa di mana masa tuanya dia akan mati dan memuliakan Allah dengan cintanya. Tapi bagi Petrus ini menjadi pembelajaran dengan kata-kata keberanian yang dia ucapkan waktu Yesus mau ke kayu salib, tapi ternyata dia tidak bertahan, dia menyangkal Yesus (Mat 26, 33).
  4. Ketika Yesus mempertanyakan perasaan cinta Petrus padaNya, apakah lebih besar dari ‘mereka’ itu, Petrus menjawab bahwa Tuhan sendiri tahu, bahwa dia mencintaiNya. Petrus mencoba lebih realitis tentang isi hatinya yang diketahui langsung oleh Yesus sebagai Tuhan, dia tidak lagi gegabah meluapkan segala cinta di hatinya. Ketika pertanyaan ini diajukan, dia lebih hati-hati karena peristiwa yang lalu tidak mau terulang lagi.
  5. Persoalan timbul ketika Yesus tidak cukup dengan jawaban itu, Yesus melanjutkan dengan kata-kata:"Gembalakanlah domba-domba-Ku." Mengapa Yesus mengatakan kalimat tersebut? Cinta bukan sekedar kata. Cinta tidak berguna atau mati tanpa wujud. Maka sebagai wujud cinta Petrus, Yesus memberi beban baginya supaya dia menjalankan tugas panggilannya dengan menggembalakan domba-dombaNya. Artinya Petrus harus tahu, kalau Yesus bertanya : "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" maka dia harus mengambil keputusan dengan segala resiko bahwa dia harus lebih giat melakukan penggembalaan, pekerjaan Tuhan dibanding yang lain. Atau mungkin juga, ketika dia mengambil keputusan mencintai Tuhan, dia akan mengutamakan pekerjaan Tuhan dibanding yang lainnya, seperti karier, uang dan hal-hal dunia lainnya. Mengasihi Tuhan, tidak akan terkendala melakukan pelayanan hanya karena keluarga, jabatan, uang dan persahabatan, walaupun itu menjanjikan kenikmatan duniawi.
  6. Cinta pada Tuhan terwujud dengan cinta pada sesama. Itu yang dikatakan Yesus pada Petrus; "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Jadi, bila ada orang yang luar biasa cintanya pada Tuhan, luar biasa ketatnya dalam jam doa, dan luar biasa setia mengikuti ibadah, atau setia memberi perpuluhan, namun tanpa wujud cinta pada manusia, maka Yesus mengatakan kepada orang seperti itu sebagai pendusta. Kita dapat membuktikan kasih kita pada Tuhan hanya dengan mengasihi sesama, membaktikan diri untuk kawanan domba Allah. Saya mengambil contoh dari pengalam hidup hamba Tuhan, Billy Graham. Dia mengatakan; ‘saya pernah berkhotbah, namun ketika selesai saya melihat bahwa tidak ada respon yang menarik dari wajah jemaat. Maka beberapa hari kemudian, saya mengkhotbahkan khotbah saya itu kembali tanpa mengubah, tapi jemaat menyambut dengan luar biasa. Saya bisa memahami, kalau saya memakai kuasa saya maka khotbah itu tidak beruasa, sebaik apapun persiapan kita, tapi bila kuasa Kristus yang kita pakai, maka Firman itu akan berkuasa mengubah hati jemaat Tuhan!’. Suami saya sering mengatakan, kotbah bukan soal kata-kata yang indah atau teori yang mengagumkan, tapi jemaat harus tahu bahwa kita mengasihi mereka, maka firman itupun akan berkuasa. Saya setuju, karena saya sering mendengar kotbah yang sangat bagus, tapi tidak menyentuh hati, tapi kotbah sederhana mampu membuat hatiku ingin lebih baik lagi dalam mengikut Tuhan.
  7. Dalam Kasih ada tanggung jawab, maka tidak cukup bagi seorang istri ketika suami berkata, aku mengasihimu, i love you, ich liebe dich, holong do rohangku tu ho, dll., tapi hidupnya tidak ditanggung-jawabi. Apapun bahasanya jika cinta itu tidak membawa sejahtera bagi sang istri, dia tidak akan merasakan bahwa dia dicintai. Karena cinta bukan sekedar kata, tapi tanpa kata pun, bila ada tindakan baik yang membuat dirinya terlindungi, diperhatikan dan nyaman tinggal bersama, itu yang membuatnya menjadi lebih berharga sebagai istri, karena itulah yang dibutuhkan.
  8. Tuhan memberi salib bagi Petrus dengan mengatakan: ‘Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengangkat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.’ Ay 18 ini menjadi nyata di mana dia pergi ke Roma, dan mati disalib di sana dengan kepala di bawah atas permintaannya sendiri. Kasih memberi tugas dan salib padanya. Kasih mengandung tanggung jawab, di mana ada kesediaan melakukan tugasNya di bumi, juga kasih mengandung korban. Bagi kita juga Tuhan memberi salib, karena kita mengasihinya. Bila kita tidak mau melayani dan berkorban pada sesama, bila kita tidak terbuka untuk melakukan yang baik dan benar, maka kita tidak mengasihi Kristsu, kita akan disebut pendusta. Bagi kita mungkin sulit menerima tugas besar ini, tapi menjadi gembal adalah kehormatan bagi orang-orang yang mengasihi Kristus. Memikul salib bukanlah pekerjaan yang mudah. Kita tidak kuat memikul sendiri, kita butuh pertolongan Tuhan.
  9. Pengorbanan Yesus dengan darah yang tercurah di Golgata, telah memurnikan, menguduskan kita (Quasimodogeniti), sehingga menguatkan kita melakukan tugas pelayanan kita di dunia ini. Dahulu kita tidak mungkin dapat melakukan itu karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci, tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, (Titus 3, 3-7).
  10. Dengan kekudusan itu, kita dipanggil untuk hidup kudus melalui sikap hidup yang baik dan benar, maka bila Tuhan berkata, gembalakanlah...itu berarti, sebagai gembala perlu hidup kudus. Menurut pemerhati bahwa pengkhotbah besar banyak terlibat dengan uang dan perempuan. Satu-satunya, yang menjaga kekudusannya hingga kini, dan belum pernah terlibat dengan uang dan perempuan adalah Billy Graham. Menjadi gmbala dibutuhkan kesetiaan dalam mengikut Tuhan. Itu yang dikatakan oleh Bonhoeffer, bahwa kita dibayar gratis dengan darah Kristus, tetapi kemurahan itu bukanlah murahan, meskipun kita dibayar gratis, tapi mengikut Kristus mahal harganya karena dibutuhkan kasih dan pengorbanan. Bila Yesus berkata, ‘ikutlah Aku!’ seusai percakapan mereka, Yesus ingin menegaskan, supaya manusia konsisten dengan cintanya melalui karakter yang sama dengan karakter Kristus Yesus yang dikasihinya.Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar