Selasa, 21 April 2009

Mika 7, 14-20

“Pemeliharaan Allah sebagai wujud Kasih SetiaNya”

  1. Kisah ketidakadilan dan pemerkosaan hak azasi manusia sering kita dengar, lihat bahkan alami sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Minggu 19 April 2009, jemaat HKBP Waru, Resort Surabaya yang telah mendirikan gedung gereja dan mendapat izin dari pemerintah setempat, yang ditanda-tangani masyarakat sesuai dengan jumlah yang ditentukan tidak diperbolehkan memasuki gedung gereja, oleh seorang ‘tokoh agama’ dan beberapa pengikutnya. Ini kejadian kedua setelah april 2008 yang lalu. Anehnya, peristiwa ini terjadi disaksikan langsung oleh aparat hukum negara. Tidak ada tindakan yang mengusulkan agar ibadah berjalan, justru polsek Tambak sawah, lebih memilih mereka kembali ke gedung pramuka tempat biasa mereka melakukan ibadah minggu kurang lebih selama 20 tahun ini.
  2. Ironis sekali, karena kepentingan seseorang, kebutuhan vital banyak orang, yang disebut sebagai kaum minoritas di negara ini, tidak dipenuhi. Saya berpikir bahwa ada penyelewengan hukum dan kebenaran di negara kita tercinta ini. Pemerintah tidak bersikap adil bagi sebagian orang. Saya menjadi setuju dengan pemikiran beberapa partai yang mengadukan adanya penyelewengan dalam PEMILU Caleg akhir-akhir ini kepada POLRI, tapi POLRI menolak. Bayangkan, betapa aparat negara ini bersikap tidak netral terhadap masyarakatnya, seolah-olah mereka hanya milik yang kuat dan menang.
  3. Demikian juga pengalaman Nabi Mika di Yehuda pada masa pemerintahan Raja Yotam, Ahaz dan Hizkia. Dia melihat adanya ketidak pedulian dari penguasa, orang kaya dan pemimpin bangsa, bahkan nabi-nabi palsu terhadap orang kecil nan papa. Masing-masing orang mencari yang penting bagi dirinya sendiri, melakukan ketidak benaran dan penyelewengan terhadap hukum untuk mencari keuntungan sendiri. Adanya kecurangan dan penindasan. Mungkin hal ketidak pedulian seperti dalam Mika ini juga berlaku pada masa rasul-rasul, sehingga dalam 1 Petrus 5, 1-5 (epistel), dihimbau agar hamba Tuhan jangan melakukan tugas untuk mencari keuntungan dan tidak memerintah orang yang dipercayakan kepada gembala.
  4. Kisah ketidak pedulian sering membuat miris hati orang yang berjalan dalam kebenaran Allah, sementara pelaku ketidak adilan semakin arogan, solah-olah sikapnya benar dan baik, sehingga nilai empati dalam dirinya luntur dan ini menjadi awal kemerosotan moral, di mana nilai kebenaran bergeser oleh karena kepntingan dan keuntungan pribadi.
  5. Ketika kemerosotan moral makin berkembang, ketika cinta mulai memudar, maka tidak ada lagi kekuatan apapun yang bisa mengubah keburukan itu untuk membuat manusia bertobat. Manusia, bahkan tokoh agama pun tidak lagi cinta akan Firman Tuhan, tidak menjadikan pelita dalam perjalanannya. Dengan kejadian seperti ini, Nabi Mika menyerahkan pemeliharaan manusia sepenuhnya pada Tuhan. Ay 14, dikatakan: Gembalakanlah umat-Mu dengan tongkat-Mu,... Kata tongkat dapat kita hubungkan dengan sikap keras, di mana kawanan kambing domba kadang-kadang perlu dipukul supaya tidak lari dari kelompok ke arah tujuan. (padang rumput atau kandang). Sikap hidup yang buruk, kadangkala perlu diubah dengan cara keras. Hal itu sesuai dengan tugas gembala yang dikatakan oleh Edmund P Clowney, sebagai manager, administrator dan hakim untuk memberi sanksi bagi kawanan domba yang menyimpang (bnd. RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) HKBP: “digembalakan, dan kalau tidak berubah baru diberi sanksi).
  6. Nabi Mika berharap pada Tuhan, supaya Tuhan mengingatkan (maminsang) pelaku ketidak-benaran dan membawa kambing domba milik-Nya, yang terpencil mendiami rimba, makan rumput di Basan dan di Gilead seperti pada zaman dahulu kala. Tuhan sebagai gembala adalah Tuhan yang membawa perubahan bagi kehidupan umatNya. Maka tugas gembala membawa kawanan dombanya dari suatu tempat ke alam yang lain. Dari rimba yang terpencil ke Basan dan Gilead. Basan dan Gilead berada di sebelah selatan Bukit Hermon yang subur. Harapan Nabi bahwa Allah sendirilah yang memindahkan milikNya dari kecurangan-kecurangan ke alam yang merdeka, dari tempat tidak subur ke tempat yang subur, seperti Tuhan membawa orang Israel dari Mesir ke Israel, dari alam perbudakan ke alam kemerdekaan (ay 15).
  7. Keperkasaan seorang gembala adalah ketika kawanan dombanya dapat menikmati alam bebas dalam pemeliharaan penggembala. Memberi makan dombanya (feed my lamb), memelihara dan menjaga dari ancaman binatang buas. Maka seorang gembala akan memimpin di depan (ahead : mendahului), yang diikuti kambing domba miliknya. Dengan demikian, pekerjaan ini membutuhkan kerelaan, bukan paksaan, karena menjadi di depan selain panutan, tetapi siap menanggung resiko oleh ancaman dari depan. Itu sebabnya, dalam percakapan Yesus dan Simon Petrus di Danau Galilea, Dia menguji keteguhan cinta Petrus padaNya sampai tiga kali. Setelah Petrus mengakui, bahwa dia mencintai Yesus, baru Yesus memberikan tugas padanya ‘gembalakanlah domba-domabKu!’ artinya, ada resiko, tetapi bila motivasi penggembala adalah cinta pada Tuhan, maka dia akan siap dengan segala resiko. Sikap hidup yang baik, penuh perhatian dan siap menanggung resiko akan membuat kawanan domba merasa nyaman dengan alam kemerdekaan yang diterima, sebaliknya, pelaku ketidak benaran, akan merasa malu atas keperkasaan gembala itu.
  8. Keperkasaan Gembala agung menjadi panutan bagi Petrus sebagai gembala jemaat. Sikap itulah dia serukan pada para pemimpin Gereja agar menggembalakan JemaatNya, seperti cara Gembala Agung itu, yakni memelihara yang digembalakan dan memberi hidupNya bagi domba-dombaNya. Cara itu menjadi keheranan bagi Nabi Mika, ketika ia mempertanyakan: Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? (18).
  9. Ay. 18 menjadi bagian penting, di mana pengampunan akan terus berjalan dari seorang gembala. Bekankah aneh jika gemba memberi makan dan minum jemaat dalam Perjamuan Kudus, tetapi pengampunan tidak berlaku? Bukankah pelaksana menyerukan agar tidak mengulang berbuat dosa, tetapi gembali sendiri masih mencari untung dalam pelayanannya? Maka gembala yang bekerja karena motiasi cinta, tidak akan jemu berbuat baik, tidak akan berhenti melakunan pengampunan, karena semua yang dilakukan karena cinta, karena hidupnya dilingkupi kasih setia Tuhan.
  10. Tuhan Gembala yang baik akan kembali menyanyangi semua umat manusia, bahkan yang melakukan kecurangan sekalipun, ketika dia telah bertobat dan menerima pengampunan Tuhan. Dengan demikan, kawanan domba Allah akan menjadi teladan dalam penderitaan sekarang dan pewaris kemuliaan yang akan datang. Artinya iman gembala yang benar adalah mahkota yang diberkati oleh Tuhan. Kekekalan kasih setia Allah, yang digambarkan oleh Nabi Mika menunjukkan kesiapan Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita.
  11. Gereja Allah adalah Gereja yang membawa jemaat dari suatu tempat ke alam yang lain, dari nuansa ketidak adilan ke alam keadilan, dari ke berdosaan ke alam kebenaran. Oleh karena itu Gereja akan menjadi miniatur kerajaan sorgawi, mewujudkan kasih setia Allah dalam pemeliharaan hidup umat. Gereja bukan sekedar tempat bersekutu, tetapi yang keluar memberi kesejahteraan, memnyuarakan kebenaran, memberi pengampunan, dan memanggil pulang jiwa yang terhilang. Di gereja yang berkemenangan, gembala Allah menjadi contoh, model kehidupan rohani umat. Bukan hanya dalam kata-kata atau teori kotbah, tetapi kerelaan dan kemurnian mengasihi umatNya. Kiranya kasih setia Tuhan meliputi dunia, ini, supaya umat dapat menikmati alam kemerdekaan dalam rangkulan kasihNya. Selamat melayani! Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar