Rabu, 17 Februari 2010

Tak lekang oleh Waktu : Mzm 136,1

Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasannya untuk selama-lamanya kasih setiaNya. Mazmur 136,1
Hari ini dunia merayakan valentine’s day. Ada yang berpesta ria dengan teman-temannya, ada yang merayakan dengan keluarga, ada yang hanya berduaan seperti orang dimabuk asmara, ada merayakan dengan ibadah seperti kita saat ini. Apapun yang dilakukan orang merayakan hari kasih sayang, satu hal yang harus kita ingat bahwa Tuhan lebih mengasihi kita, kasihNya pada kita, pada dunia untuk selama-lamanya, kasihNya tidak berkesudahan, tidak lekang oleh waktu. Maka marilah kita belajar tentang valentine dari perspektif iman kristen melalui nats yang tertulis dalam Mazmur 136, 1 “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya”.
Pemazmur mengajak umat manusia bersyukur, mensyukuri kebaikan-kebaikan Tuhan, di mana Ia telah memberi diri, berkorban dan memulihkan kita dari maut dan dosa supaya kita menerima yang baik. Panggilan ini merupakan bentuk pengakuan sebab Allah sungguh-sungguh mengasihi kita, dari waktu ke waktu.
Bagaimanakah cinta Allah akan dunia ini? Menurut catatan Injil Yohanes, ‘karena begitu besar kasih Allah pada kita, akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya, tidak binasa, melainkan berolh hidup yang kekal’ (Yoh 3, 16). Kasih yang besar itu, tidak berkesudahan, meski Dia mati dan terluka, kasihNya terus mengalir dan tak berhenti.
Dalam khotbah ini, saya ingin mengangkat dua peristiwa hidup yang mencinta, hidup yang tidak dibatasi ruang dan waktu, hidup yang menderita karena cinta. Cinta yang tak lekang dari waktu.
• Charles Lamb pernah begitu mencintai seorang perempuan, tetapi ia melupakan keinginannya untuk menikah ketika ia melihat keluarganya yang begitu membutuhkan pertologannya. Ia menjadi malaikat pelindung bagi seisi rumahnya, khususnya bagi Mary, saudara perempuan yang mengalami gangguan mental. Suatu ketika Mary mengamuk dan menikam ibunya hingga meninggal. Sejak itu Charles memutuskan untuk menjadi ‘penjaga’ Mary. Dan beberapa orang menyaksikan bagaimana Charles bergandeng tangan dengan Mary berjalan menyeberang, membawa saudaranya ke RS jiwa.
• Dikisahkan, suatu hari, Bunda Teresa berkeliling dari gang ke gang di
kampung-kampung Calcutta.”Bunda Teresa!”, teriak seorang pengemis yang sambil menggesotkan kakinya mendekat pada Bunda Teresa.”Ini untukmu. Aku ingin memberikannya padamu,”kata pengemis itu sambil memberikan semangkuk uang receh rupee hasil jerih payahnya mengemis hari itu. Mother Teresa menolak halus dan berkata,”Mengapa, Bu? Bukankah ini untuk makan ibu hari ini?” Pengemis itu memandang Bunda Teresa dengan mata berkaca-kaca. Dia memang belum makan dari pagi. Teresa memperhatikan baju yang lusuh dan kulit berbalut tulang yang berlutut di depannya. Bunda Teresa mendekat.”Tapi, Bunda”, bujuk pengemis itu, ” ada yang jauh lebih menderita dari pada aku. Terimalah, Bunda.Berikan uang inikepadanya.”, kata si pengemis itu penuh harap. Bunda Teresa tidak berani menolak. ”Baik, baik. Aku terima. Terimakasih”, ucap Bunda Teresa, menepuk bahu pengemis itu, tanda menghargai jerih payahnya.
Satu pesan dia tangkap dari hadiah sang pengemis itu. Betapa ia memberikan hartanya dengan segala cinta demi membahagiakan orang lain. Inilah mencintai sampai terluka. Pengemis itu tidak mengindahkan keringat, keletihan dan luka goresan di jalanan berdebu dan panas, yang dialaminya hari itu. Ia memberikan dengan cintanya. (’Mencintai hingga terluka’ buku Julianto Simanjuntak yang terinspirasi dari Mother Teresa yang sangat dikenal dengan gerakannya di Calcutta).
Mencintai bukan menekankan hasil, tapi proses. Mencintai membutuhkan ujian yang terus menerus, maka keberhasilan cinta tidak ditentukan pemberi dan penerima, juga bukan pada hasil, tetapi cinta yang terus menerus mengalir, mencari sasaran. Hal ini dilakukan oleh Tuhan, memberikan dengan cinta, sehingga dalam mazmur 136 dikatakan, untuk selama-lamanya kasih setianya, istilah dipakai Pengkhitbah: tidak berkesudahan kasih setiaNya. Selalu ada! Yang luar biasanya, Yesus tidak menghiraukan harga diri-Nya demi memberi cinta kepada manusia. Cinta yang penuh dengan luka dan penderitaan, dilakukan-Nya dengan taat, karena Kasih Alla akan dunia ini. Ketaatan Yesus yang mencintai kepada Bapa dilakukan, agar rencana Allah untuk keselamatan dunia terjadi. Relasi dengan dua kisah di atas adalah: kadang kita pun bisa mengalami luka dan meyesakkan hati, luka jiwa dan beban yang semestinya tidak kita tanggung: kita mencita dengan sungguh-sungguh, tapi tidak diperdulikan, tidak digubris. Saya teringat seorang perempuan yang ’katanya’ saling mencintai dengan seorang pemuda. Mereka merajut cinta, berbagi dan saling memberi. Mereka menabung bersama dan membeli rumah. Tetapi ketika perlengkapan rumah tangga sudah tersedia, lelaki menikah dengan perempuan lain. Peremupuan muda itu marah, dia terluka, dia marah pada dirinya dan menghukum dirinya untuk tidak menikah dengan siapapun.
Mencinta tidak menghukum diri, tidak menyengsarakan orang yang mengasihi kita, tetapi kita akan terus mengasihi yang lain ketika cinta pertama kita tersumbat pada sasarannya, mengarahkan pada cinta lain, dan terus akan berkorban kalau itu harus terjadi. Kita tidak akan memutuskan hubungan dengan pasangan yang bersikap semena-mena pada kita, memberi cinta dan perhatian pada anak-anak kita yang menjadi pecandu narkoba, atau mungkin minggat dari rumah karena korban facebook, mendampingi suami yang pemabuk atau penjudi, menjadi guru seorang anak yang berjiwa pemberontak, dll. Cinta akan membuat kita tetap bertahan jika harus melalui jalan demikian.
Dalam hal ini, kita akan belajar bagaimana kekuatan cinta, di mana cinta bukanlah sekedar perasaan, keinginan atau pikiran. Cinta bukanlah sekedar harapan atau
cita-cita dalam diri kita. Cinta adalah keterampilan. Cinta sejati adalah cinta
yang di hidupi dan di miliki lewat berbagai ujian. Cinta sejati justru di ujian
oleh peristiwa dan orang, yang menaburkan hal-hal yang bertentangan dengan
cinta itu sendiri.
Sering kita berpikir bahwa mengasihi itu adalah hal di mana kita menjadi orang penting bagi yang kita kasihi dan menerima yang baik dari mereka yang kita kasihi. Kita sering kecewa bila tidak menerima cinta yang wajar. Tapi alkitab dalam pengkhotbah 3,22-23 mengisahkan kenyerian hidup dalam mencintai. Kisah cinta dalam pengkhotbah adalah kisah paling menyedihkan di dalam Alkitab, kisah ini telah menjadi inspirasi dari salah satu himne yang penuh pengharapan di abad ke-20 yang dibuat menjadi sebuah Hymne oleh Thomas Chilsholm (1866-1860) dengan judul ‘Besar setiaMu, Tuhan”.
Nabi Yeremia menjadi saksi kengerian itu, ketika orang Babilonia melakukan penyerangan ke Yerusalem pada tahun 586 SM. Bait suci Salomo runtuh menjadi puing-puing, jantung kehidupan masyarakat pun turut lenyap. Pada masa itu, orang-orang telantar; tanpa makanan, tanpa tempat bernaung, tanpa kedamaian, dan tanpa pemimpin. Mereka kehilangan pengharapan. Namun, di tengah-tengah penderitaan dan kepedihan itu, salah seorang nabi mereka menemukan alasan untuk berharap. Yeremia menulis, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu" (Ratapan 3:22,23).
Cinta dan Pengharapan sangat berkaitan erat. Cinta yang dirasakan Yeremia secara pribadi dari Tuhan yang menjadi sumber pengharapannya. Janji Tuhan yang penuh cinta menjadi pegangannya untuk menenangkan hati umatnya, di mana janjiNya akan menyertai, menolong mereka (Yes 41,10). Cinta membuat kita menjadi betah berbuat baik, senang melihat orang gembira, dan berusaha memberi yang terbaik bagi sekeliling kita. Itulah kekuatan cinta, dia lebih kuat dari maut, karena cintaNya pada dunia ini, Dia mengalahkan maut dan kematian. Cinta kita akan terus mengalir tidak lekang oleh waktu.
Cinta yang kita terima dan rasakan dalam diri Yesus Kristus, itulah cinta yang akan kita pegang, kita wujudkan dalam hubungan dengan sesama. Cinta akan terus berkobar meski kita terluka, cinta penuh penderitaan, tapi berdampak kebahagiaan. Maka kalau saya memakai busana hitam di hari Valentine ini, bukan saya menafikan romantisme warna pink, tapi saya mau mengubah diri untuk terus mencintai walau pun hingga terluka. Amin.
(Dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar