Jumat, 24 Juli 2009

Kisah Para Rasul 18, 1-5

“Kesaksian tentang Yesus sebagai Mesias”
1. Di tengah kehidupan yang penuh dengan kebutuhan, sering orang bekerja sebagai cara mendapatkan uang. Uang menjadi hal yang sangat penting. Ketika seorang anak ditanya kenapa dia sekolah, maka anak itu akan menjawab, supaya mendapat uang, bukan supaya pintar dan berhikmat. Atau kalau ditanyaa seseorang mengapa dia kerja, jawabannya juga pasti dikatakan supaya mendapatkan uang. Untuk mencari uang, banyak orangyang bekerja siang malam, lembur tanpa peduli kesehatan, bahkan kadang-kadang tidak mengetahui perkembangan anaknya. Baginya hidup hanya mencari dan mencari uang.
2. Suatu hari ada seorang anak berumur 8 tahun meminta kepada ayahnya untuk bermain dan berlari di taman di dekat rumahnya. Ayah itu menolak dengan alasan kerja dan mencari uang untuk kebutuhan anaknya. Dia berjanji suatu saat akan membawanya bermain di taman itu. Beberapa tahun kemudian, setelah sang ayah pensiun dari kerja, dia mengingat janjinya kepada putrinya, dan dia berkata, putriku, ayah sudah punya waktu, mari kita bermain ke taman dan kita boleh berlari-lari seharian. Anak itu menatap ayahnya dengan heran sambil berkata, ‘ayah, permainan itu aku butuhkan 20 tahun yang lalu, sekarang aku sudah dewasa, bukan lagi kanak-kanak’.
3. Orang yang menjadikan kerja sebagai cara mengumpulakn uang, maka si pekerja akan kehilangan nilai luhur dari kerja sebagai panggilan bagi orang beriman. Manusia bekerja tidak mencintai apa yang dikerjakan. Manusia hanya mau mengumpulak banyak uang, dia tidak perduli dengan apapun asal boleh menghasilkan uang. Itulah yang dikatakan kepada Timoteus, bahwa akar segala kejahatan adalah cinta akan uang, karena kecintaan seorang ayah pada uang, dia tidak perduli pada pertumbuhan dan masa kecil putrinya. Pemahaman ini membuat nilai kerja bergeser, di mana pekerjaan dilakukan berdasarkan upah, bukan karena bertanggung jawab, sehingga kerja demikian tidak memberi kwalitas yang baik. Saya sering melihat pekerja, (Pembantu RT), kalau tuannya tidak ada, dia tidak bekerja, tapi kalau tuannya ada, dia bekerja sampai jauh malam, tidak merasa terbeban kalau ada yang rusak, sebab dia hanya menyelesaikan tugas, bukan memenuhi panggilan.
4. Paulus hendak menunjukkan perbedaannya sebagai orang yang percaya kepada Yesus sebagai mesias, melalui kerjanya. Dia memenuhi panggilannya sebagai seorang hamba Tuhan dan sebagai pekerja pembuat kemah, dengan baik dan penuh sukacita. Meskipun banyak menolak dia dalam tugas pelayanan, dia tidak menjadi undur melakukan tugas tersebut (Kisah 18,6), di satu tempat dia ditolak, dia meneruskan kerjanya ke tempat lain. Dalam membuat kemah pun, dia menghasilkan kemah yang berkualitas, sehingga banyak yang membeli darinya, bukn hanya kepentingan dagang dan kebutuhan rumah tangga, termasuk tentara dan gembala di padang. Maka jika kemahnya terjual, dia menggunakan juga untuk kepentingan pelayananNya. Maka meskipun banyak tantangan yang dihadapi, tapi tidak mengurangi semangatnya melakukan tugas pelayanan, dia terus berjuang karena dia yakin, sukses akan tiba pada waktunya. Dan itu terlihat dengan kehadiran Silas dan Timoteus dalam mendukung pelayanannya.
5. Orang yang memenuhi panggilan kerja akan mendapat penyertaan Tuhan. Di mana , Tuhan akan ambil bagian dalam usaha dan kerja tersebut, sebab Tuhan ikut serta dalam segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi kita (Rom 8,28), maka ketika Paulus hendak pergi dari Atena ke Korintus, ke sebuah kota yang penuh dengan jiwa-jiwa metropolis, ke pusat perdagangan, di mana di sana terjadi transaksi dagang, dengan transportasi yang ramai. Bila melihat keadaan kota itu, ada kemungkinan dia ditolak, tetapi Tuhan mempertemukannya dengan Akwila dan Priskilla istrinya. Kedua orang ini menjadi sahabat dalam pelayanan injil, juga dalam pekerjaan sebagai tukang kemah, sebab Akwila adalah juga seorang yang mahir dalam membuat kemah.
6. Orang Yahudi memuliakan kerja, maka mereka selalu berkata ‘cintailah kerja’. Dengan tradisi ini, maka orang Yahudi megharuskan anak laki-laki pintar bekerja, sebab jika seorang anak tidak diajar bekerja itu berarti mengajarnya menjadi perampok. Maka kerja sebagai bagian panggilan mereka.
7. Pertemuan mereka membuahkan hasil yang baik. Meskipun Akwila dalam pergumulan berat karena diusir dari kota Roma sesuai perintah Kaisar Klaudius, tetapi tidak membuatnya menjadi enggan menerima injil di rumahnya, sebaliknya mereka menerima Paulus tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka melakukan pekerjaan yang sama, mereka melayani bersama, dan setiap Sabat, Paulus berbicara di rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang yahudi tentang Yesus sebagai Mesias.
8. Jemaat di Korintus juga mengalami perpecahan, ada dan memilih seseorang yang mereka akaui sebagai pimpinan rohani mereka, hal itu dapat memungkinkan ajaran sesat memasuki daerah itu, dan mereka juga menerima ajaran tersebut, di mana terjadi pengajaran tentang Mesias yang belum datang. Sehingga ketika Paulus memberitakan Firman yang didukung oleh Silas dan Timoteus, menyaksikan bahwa Yesus lah Mesias. Pengakuan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap ajaran sesat yang mengajarkan bahwa Mesias belum datang. (1 Tim 6, 2b-5).
9. Usaha Paulus dan Akwila sebagai tukang kemah, juga menerangkan pada kita bahwa bekerja untuk Tuhan tidak harus mendapat upah dari Gereja. Ada banyak orang yang sudah mengharapkan biaya transport dalam setiap pelayanan. Sebagai Majelis, sebagai organis, song-leader, guru koor, semua sudah mendapat uang transport, tidak ada lagi yang memberi diri untuk melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh, tanpa balas jasa. Tapi Paulus dalam pelayanannya, dia mencukupkan diri dengan berkat Tuhan melalui penjualan kemahnya. Dia bekerja bukan untuk mencari uang, tapi murni sbagai bentuk pelayanan dan kecintaan akan kerja. Dengan motivasi memuliakan Tuhan dan menyaksikan Yesus sebagai Mesias, maka dia dapat mencukupkan diri, karena dia tahu, sebagaimana dia lahir tidak membawa apa-apa, maka jika dia mati pun tidak akan membawa apapun. (1 Tim 6, 6-8).
10. Dahulu Majelis (pekerja gereja) merupakan pengabdian, tapi di tengah zaman maju dan kebutuhn yang semakin banyak, Gereja mulai memberi uang transport bagi para ‘pekerja’ gereja, namun meski si ‘pekerja’ punya penghasilan yang banyak, dia akan tetap menerima uang transportnya. Maka seorang penulis mengatakan, bahwa Pendeta pun jikalau jemaat tidak mampu memberi biaya hidup yang baik bagi pendeta tersebut, silahkan mengerjakan yang lain, seperti Paulus. Sebagai tukang kemah, Paulus tidak mengharapkan upah dari rumah ibadah sesuai tata kehidupan orang Yahudi. Artinya, kalau memang gereja itu benar-benar tidak mampu memberi biaya hidup pekerjanya, bukankah lebih baik mencari kerja sampingan? Persoalan yang terjadi, Pendeta tidak dibolehkan jemaatnya kerja sampingan, tapi kebutuhan hidup pendeta tidak dipenuhi.
11. Ketika motivasi kerja kita adalah uang, maka kita bekerja tidak maksimal. Kita hanya memenuhi kewajiban tok! Kalaupun kita bekerja maksimal itu harus dibayar seusia dengan yang kita kerjakan. Bila motvasi kita untuk memuliakan Tuhan, maka kita memenuhi panggilan kita dengan bekerja secara bertanggung jawab, dengan tujuan menyumbangkan yang terbaik di tengah kehidupan ini. Buah atau hasil kerja yang baik, akan menunjukkan Kristus ke tengah dunia ini.
12. Melalui perikope ini, Paulus menekankan agar kita hanya percaya kepada Tuhan sebagaimana yang dia khotbahkan, bukan kepada yang di dunia ini, karena kalau kita percaya kepada yang duniawi, kita akan mencari yang duniawi, menyandarkan diri pada yang dunia, dan itu dapat membuat kita jatuh ke dalam kehancuran, sebab orang yang ingin kaya jatuh ke dalam pencobaan, dan akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang (1 Tim 6, 9-10: Epistel). Percaya pada Tuhan dan sakiskanlah perbuatan-perbuatanNya yang ajaib. Andalkanlah Dia, apapun yang kau inginkan akan disediakanNya, asal engkau lebih dahulu mencari kerajaan dan kebenaranNya. (Mat 6,33). Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar