Jumat, 17 Juli 2009

Pengkhotbah 5, 9-11

‘Dikuasai atau Menguasai Uang’ (???)

1. Uang dapat mempengaruhi cara orang berpikir dan bertindak. Sebuah nyanyian mengatakan, uang bisa bikin orang jadi mabuk kepanyang, dapat membuat seseorang melihat yang jelek menjadi cantik, yang buruk menjadi bagus, yang gemuk menjadi kurus, yang pendek menjadi tinggi. Bayangkan! Sehingga banyak orang menjadi iri dan cemburu kepada yang punya uang, bahkan menghalakan segala cara pun, orang mau demi uang, sehingga dalam surat kepada Timoteus, dipertegas bahwa cinta uang akar segala kejahatan (1 Tim6,10).
2. Orang juga berpikir, dengan uang banyak, hidup akan tenang, dapat memenuhi segala kebutuhan, yang luar biasa, dengan uang, manusia dapat bertindak semaunya. Pemikiran inilah awal dari sikap buruk, hingga mau menindas dan berlaku tidak baik pada orang lain (yang tidak punya uang). Uang berubah fungsi, dari nilai tukar menjadi nilai diri (prestise).
3. Dengan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan uang, maka dalam nats ini dijelaskan mengenai uang dan kekayaan. Pengkhotbah bukan benci atau tidak suka pada uang, sekali-kali bukan! Pengkhotabh punya perspektif yang berbeda mengenai uang, di mana pengkhotbah berpikir supaya uang atau kekayaan, tidak mengombang-ambingkan hidup manusia.
4. Persoalan yang timbul adalah, karena pentingnya uang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat banyak dengan tuntutan zaman yang semakin canggih dan mahal, banyak orang memimpikan diri menjadi orang kaya dan mendapatkan banyak uang. Manusia tidak cukup lagi hanya memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, tapi lebih dari itu, yang menjadi keperluan manusia, di mana uang sudah termasuk alat kekuasaan. Dengan pemikiran inilah, manusia menjadi selalu kurang, tidak pernah mengatakan cukup, sebab uang sudah menjadi prestise. Terjadilah kehidupan yang tidak nyaman kalau tidak punya uang.
5. Seseorang merasa tidak berharga, kalau dia tidak memegang banyak uang, tidak dihgormati kalau tidak memakai emas atau berlian, tidak PD kalau tidak belanja ke mall, atau tidak mengendarai mobil mewah, merasa ada yang kurang kalau tidak pakai make-up, sehingga untuk dirinya sendiripun, kadang-kadang dia tidak pecaya. ukuran kehormatannya ada pada harta, sehingga setiap minggu mengganti assesoris, mengganti cat rambut, belanja pakaian yang bukan kebutuhannya. Dengan uang lah dia merasa nyaman, dan merasa dihargai. Dia menempatkan kehormatannya pada harta bendanya.
6. Di samping itu, orang lain juga memberi penghargaan yang berlebihan pada orang kaya atau yang banyak uang. Diangkat menjadi penasihat, ditepuki ketika memberi kata sambutan walau tidak ada isi dari pidatonya, disuruh duduk di depan, tetapi menindas yang miskin (bnd. Yakobus 2,2-3). Orang tidak lagi melihat uang sebagai sesuatu, telah berubah menjadi seseorang (David Neff). Bila uang itu telah menjadi seseorang, maka uang itu akan menguasainya, bahkan didewakan. Uang akan lebih berharga dari apapun, sehingga demi uang orang rela membunuh, menfitnah, dan meniadakan Tuhan sebagai sumber uang. Ketika seorang muda mengalami kecelakaan dengan sepeda motor barunya, ibunya bertanya:'bagaimana keadaan motor barunya, bukan keadaan anaknya yang patah kakinya. Bayangkan kecintaanya kepada harta membuat dia lupa pada anaknya.
7. Peribahasa Romawi mengatakan bahwa uang atau kekayaan itu bagaikan air laut, semakin diminum, semakin haus. Air laut tidak pernah memuaskan dahaga, tetapi menambah dahaga. Artinya manusia yang cinta uang, tidak akan puas dengan uang, yang cinta kekayaan tidak puas dengan penghasilannya (ay. 9). Semakin banyak uang dan kekayaan, semakin banyak kebutuhan, dan kebutuhannya akan terus membuatnya, mencari dan mencari uang, tidak lagi dia yang menguasai uang dan hartanya, tetapi uang telah memperbudak, sehingga manusia tidak mampu lagi mengendalikan diri, karena semakin banyak kebutuhan, dan semua mendesak. Untuk hidup seperti itu adalah kesia-siaan belaka!
8. Mengapa hal ini menjadi sebuah kesia-siaan? Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang yang menghabiskannya. Banyak harta, tentu membutuhkan satpam, membutuhkan baby sister, membutuhkan tukang cuci, tukang kebun, tukang masak, banyak proposal yang masuk, meminta bantuan untuk ini dan itu. Dengan semua itu, tentu membutuhkan banyak pengeluaran, yang kadang-kadang dapat membuat stress. Padahal miskin atau kaya, kebutuhan kita tetap hanya 3x1 piring/hari. Orang kaya hanya melihat bagaimana orang lain menghabiskan yang dikumpulkannya (ay. 10).
9. Dalam ay 11, pengkhotbah membuat perbandingan, bagaimana orang yang bekerja keras dan mencukupkan diri dengan hasil kerjanya, sedikit atau banyak yang dia makan, dia merasa nyaman, nyenyak tidurnya, berbeda dengan orang kaya, yang tidak bisa nyenyak, karena hatinya sedang memikirkan keselamatan hartanya. Ketika bank tidak ada, si kaya takut, jangan-jangan hartanya dicuri, atau dimakan ngengat (Bnd. Epistel: Matius 6, 19-21), setelah ada Bank takut, nilai uang turun, atau banknya dibobol pencuri (bnd. 15 M, uang BNI dicuri dalam penjagaan Brimob). Tidak ada rasa nyaman, tidurnya tidak nyenyak. Seperti seorang ibu, yang baru menjual mobilnya, sepanjang malam dia tidak bisa tidur, karena hatinya terus terfokus pada hasil penjualan mobil yang disimpannya di lemari. Dia berpikir, jangan-jangan datang penculik menebas lehernya, lalu mengambil uangnya. Sepanjang malam dia ketakutan, dengan berbagai kecurigaan. Itu yang dikatakan Yesus, di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.
10. Bagaimanakah kita bebas dari kesia-siaan itu? Apakah kita harus menjadi miskin semua? Tidak, kita terpanggil untuk bekerja, menguasai dan mengelola bumi. Tuhan memberi kesempatan bagi kita menjadi kaya, tetapi janganlah kekayaan menguasai waktu, pikiran, dan tenaga kita. Janganlah kekayaan menguasai hidup kita, biarlah kita yang menguasainya dengan memakai kekayaan kita untuk mengumpulkan harta sorgawi. Biarlah hati kita lebih condong kepada harta surga, sebab harta dunia hanyalah tambahan anugerah Tuhan bagi kita, yang mengutamakan kerajaan Allah dan kebenarannya berdiam dalam hidup kita. (Epistel dan Mat 6,33). Marilah kita memfokus hati kita pada harta surgawi, supaya hati kita berada pada Yesus, yang menyediakan harta surga bagi kita.
11. Ingatlah Ibrani 13,5 yang mengatakan: Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Selamat hidup baru, Tuhan memberkati, amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar