Jumat, 22 Mei 2009

Bincang-bincang tentang Pilpres

Pengamat politik Bima Arya Sugiarto, mengatakan bahwa rakyat lebih menyukai sosok SBY yang tinggi, kekar dan kuat dibanding seperti JK. Tapi persoalannya, apakah rakyat paham maksudnya dengan kata-kata yang penuh dengan berbagai istilah asing? Apakah itu bisa membeli suara rakyat kecil dengan gaya seperti dibuat-buat (kata saksono, salah seorang penelepon), seperti pemain sinetron? Jika dibanding dengan JK lebih fleksibel, humoris dan gayanya enak ditonton, apalagi ketika dia membuka sepatu dan berkata: JK’s colection, hanya gaya seperti itu kurang laku di pasar untuk rakyat yang lebih setuju kepada ibu Mega yang lembut dan sederhana menjawab semua pertanyaan sehingga mudah dimengerti karena mengangkat kehidupan sehari-hari. Tapi ibu lebih memahami banyak hal menyakut persoalan ekonomi, karena ibu yang tahu tentang keperluan dapur dan kebutuhan anak dan pendidikan. Maka kalau saya pikir, seorang pemimpin yang memahami ekonomi secara sederhana dengan melihat mulai pasar rakyat sampai mall, dapat dipilih untuk membangun perekonomian yang berbasis ekonomi kerakyatan tapi menjangkau pada pemikiran global. Inilah pemikir yang global bertindak lokal. Sby juga begitu emosi dan seperti berdeklamasi hanya untuk menjelaskan bahwa indonesia bukan new liberalism, sementara JK bangga dan santai bertanya merek apa yang dipakai ibu penanya. Jk tidak takut menyinggung perasaan penanya walaupun dia butuh suranya. dan untuk itu semua, sangat lah arif dan cerdik kalau kita tidak membicarakan orang lain seperti jawab terakhir Bu Mega untuk pertanyaan terakhir tentang perekonomian yang bagaimana ususlannya untuk Sby dan JK. beliau berkata, ya suka-suka orangnya lah. arif toh? Selain itu juga sebagai perempuan, saya setuju dengan anggota IKADIN yang mengatakan semoga ada perempuan menjadi ketua IKADIN ke depan, karena kami bangga ketika ibu menjadi presiden, perempuan membawa nuansa sejuk. Ya toh?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar