Rabu, 10 Maret 2010

Yesaya 54, 7-10

‘Konsistensi dari Kesetiaan’
1. Pengarang Christmas Carol, Charles Dickens, mencapai keberhasilan dengan perjuangan panjang. Dia sering mengalami kejang perut karena rasa lapar yang melilit. Agar bisa makan,pada usia 10 tahun dia bekerja di gudang kumuh yang banyak tikusnya untuk menempel label botol, sementara Ayahnya, mendekam di penjara. Di loteng atas dia tidur, suatu tempat yang jauh dari nyaman bersama dua orang temannya, anak jalanan. Di tempat kumuh itu, dia bercita-cita jadi penulis, diam-diam hasil tulisan dia poskan pada malam hari agar tidak ditertawakan. Beberapa kali tulisannya ditolak, sampai suatu ketika tulisannya dipublikasikan tanpa dibayar. Tulisannya membawa perubahan baru, sang editor menyemangatinya untuk terus berkarya, sampai dia mencapai sukses yang besar.
2. Dalam hidup ini, banyak penderitaan yang kita alami, bila kita punya semangat dan pengharapan, kita akan terus berjuang keluar dari penderitaan. Bila kita putus asa, maka kita mencari jalan pintas. Menurut penelitian, karena tekanan ekonomi yang semakin berat, semakin banyak pula orang yang bunuh diri, karena melihat hidup sebagai kepahitan.
3. Bangsa Israel juga mengalami kepahitan di pembuangan Babel. Mereka terbuang karena berpaling kepada berhala. Penderitaan yang mereka alami, jelas terlihat oleh Allah, maka firman Tuhan disampaikan oleh Yesaya dalam kerangka melihat sukacita di balik derita yang mereka alami. Dosa yang memisahkan mereka dari Allah, di mana Allah sangat murka dengan kehidupan berhala mereka. Allah memelihara dan mengontrol bangsa itu, tetapi dosa memecahkan hubungan baik Allah dengan manusia, sehingga Allah marah dan membuang mereka. Dia menyembunyikan wajahNya, sebab Dia kudus. KemurkaanNya seolah-olah meninggalkan bangsa itu, tetapi hanya sesaat lamanya, kemudian Dia mengambil kembali, mengumpulkan anggota-anggota yang berserakan.
4. Kasih setia Allah selalu mengalir menuntun dan memelihara hidup manusia. Jika kita mengalami penderitaan, kita merasa Tuhan seolah-olah meninggalkan kita. Tuhan selalu mengontrol kita, walau kita berjalan di jalan yang salah. Dia murka dan memalingkan wajahNya oleh kejahatan kita, tetapi konsitensi kesetiaanNya mengalahkan rasa murka Allah, sehingga kita diajak kembali padaNya. Kesetiaan Allah melampaui segala luka derita kita, maka janganlah kita diam dalam penderitaan itu, tetapi keluar dengan terus semangat dan berharap atas kasih setiaNya.
5. Baru-baru ini saya membaca sebuah berita tentang seorang pemuda berusia 20 tahun mengalami tabrakan dan koma selama 23 tahun. Selama masa koma, ibunya tidak berhenti menanamkan pengharapan dalam imannya, bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dia juga tidak pernah berhenti berkomunikasi dengan anaknya, walau hanya komunikasi satu arah. Dia selalu membisikkan kata-kata, bagaimana ibunya sangat mencintainya, menceritakan apa yang dialami ibunya dan mengatkan bahwa akan terus hidup. Suatu ketika, ayahnya meninggal, si ibu berlari ke rumah sakit dan memberitahukan di telingan anaknya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Ibu itu juga tidak pernah bosan merawat anaknya, melap tubuhnya, memberi juice dan semua kebutuhan anaknya. Setelah 23 tahun, pada usia si ibu 73 tahun dia melihat anak itu menggerakkan tangannya. Anak telah sadar, si ibu membawanya ke tempat terapi. 3 tahun kemudian anak itu dapat berkomunikasi lewat computer untuk mengingatkan semua temannya bahwa dia masih hidup, belum mati. Suatu hari dia menulis untuk ibunya, ‘ ibu maafkan aku, bahwa aku tidak dapat menemanimu, ketika ayah meninggal dunia’. Ibunya menangis. Walapun waktu itu telah berlalu, tapi itu menjadi bukti, bahwa apa yang dibisikkan di telinga anaknya, semua dia dengar dan ketahui.
6. Pengharapan akan masa depan yang baik, adalah janji kesetiaan Tuhan pada umatNya (29,11). Dia tidak akan mengulang air bah terjadi, meski manusia terus hidup dalam ketidakbenaran. WajahNya tidak akan dipalingkan dari kita, supaya kita boleh menikmati kebaiakan Tuhan. Allah tidak akan murka lagi atas ketidaksetiaan kita, tetapi mengutus hambaNya memberi keselamatan pada kita. Maka ketika derita melanda kita, jangan berhenti berharap, jangan berjalan di tempat itu, keluarkan dirimu dari derita, terus bermimpi, sebab Allah selalu menyertai hidup kita.
7. Janji tanpa air bah adalah bukti terjadinya zaman baru, di mana kita dibebaskan dari murkaNya, dan mengajak kita kembali ke rumah kebenaran. Janji itu, diikuti sumpah, dimana yang dijanjikanNya tidak akan mengalami perubahan sampai selama-lamanya, sebagaimana Allah bersumpah kepada Abraham untuk memeberikan tanah Kanaan (bnd Yosua 1,3). Janji Tuhan akan memberi damai sejahtera, di mana kutuk ditarik kembali. Tidak ada kutuk atau murka, telah diganti dengan damai sejahtera, penuh sukacita. Perjanjian ini tidak dilakukan dua pihak, melainkan hanya dari pihak Allah yang menyatakan kasih setiaNya yang tak akan berkeseudahan. Dengan janjiNya, maka umatNya akan selalu dalam lindungan kasihNya. Walaupun gunug beranjak dan bukit bergoyang, tetapi kesetiaan Tuhan tidak beranjak dari umat Israel. Janji damai ini dikatakan kepada Isreal, tetapi terbuka luas kepada semua umat manusia, temasuk kita pada zaman ini, karena perjanjian pada Nuh menyangkut keseluruhan hidup di bumi.
8. Kita menjadi umat pilihanNya. Dia memberi Yesus Kristus, ganti dosa kita. Murka Allah tidak datang lagi, kutuk telah diganti dengan damai. kesetiaanNya kekal selama-lamanya. Itu berarti, penderitaan yang kita alami di dunia, tidak seberapa dibanding kesetiaan yang dijanjikanNya, oleh karena itu, seperti nama minggu kita, yaitu minggu letare = bersukacitalah! Dimana kita diajak untuk selalu bergembira. Meski kita kehilangan suami/istri atau anak, di PHK, tidak dapat pekerjaan dan jodoh, ditekan secara perekonomian, susah karena anak-anak, ketidakanyamanan tinggal dan beribadah, dan lain sebagainya, tetaplah bergembira di dalam Tuhan, sebab kesetiaan Tuhan selalu mengikuti kita sepanjang masa. Dia akan membuka jalan, dan memberi solusi atas masalah yang kita hadapi, oleh karena janji setiaNya. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan bersyukuri, mengisi dengan sukacita.
9. Bila kita terjerat duka, mari kita keluar, dari duka itu, jangan tertanam di dalamnya, yang dapat membuat kita kehilangan semangat dan daya juang. Keluar dari penderitaan, hidup dalam pengharapan, bersyukur akan segala hal, karena Kristus yang mati dalam derita panjang, dibangkitkanNya untuk membawa masa baru dalam hidup kita, masa di mana kematian akan digantikan dengan kehidupan kekal.
10. Rasul Paulus dalam epistle kita minggu ini juga menyaksikan bagaimana dalam penderitaan dia dapat bersukacita ( 2 Korintus 1, 3-7). Kesaksian ini menunjukkan bahwa mengalami penderitaan, tidak membuatnya berhenti berkarya. Apakah dia berhenti bersyukur dan bersukacita? Tidak. Dia tidak kehilangan rasa syukur dan sukacita, karena dia telah memaknai hidup bersama Tuhan. Pemaknaan ini menguatkannya memberi penghiburan pada orang-orang yang menderita. Dia dapat memahami kepahitan yang dialami manusia, namun tidak membuatnya lemah, sebab penderitaan, semakin menguatkannya menyuarakan kesetiaan Tuhan yang memberi Kristus sebagai tumbal dosa kita. kesetiaanNya di dalam Kristus, meneguhkan iman percaya kita melewati puncak yang menghancurkan, namun tidak pernah hancur, sebab kasih setianya bersama kita.
11. Allah kaya dengan rahmat, dia memberi diri dalam Yesus Kristus, membuka mata yang buta, yang lumpuh berjalan, yang bisu bicara, yang mati hidup, yang jatuh diangkat, yang gagal dipulihkan, yang sakit disembuhkan, yang menangis, air matanya dihapuskan, yang menderita,dihiburkan, yang berduka, disukakan, yang berdosa diampuni. Itulah Allah kita. Bila derita menekan, dan bebanmu berat, Allah tahu semua itu. Mungkin kita berpikir Allah meninggalkan kita dan memalingkan wajahNya dari kita, tetapi Dia ada diantara kita, dia terbuka secara luas kepada semua suku bangsa (luka 4, 19), Dia memberkati orang-orang yang bersukacita dalam pengaharapan. Dia mengikat diriNya dengan suatu perjanjian baru, dengan darah perjanjian, di mana dalam darah itu ada pengampunan, yang membawa langkah kita menuju kekekalan dan menata hidup kita setia melewati hidup kita yang sementara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar