Selasa, 15 Februari 2011

Yohanes 8,26

“Sudut Pandang dan Cara Memaknai Hidup”
1. Tradisi ‘kwe pang’ di China adalah tradisi penolakan anak. Jika orang tua merasa seorang anak yang dilahirkannya tidak berjodoh dengannya, maka anak itu bisa ditolak, dianggap tidak anak, dibuang. Bila anak itu tinggal bersama mereka, anak itu diajar untuk tidak memanggil orang tuanya sebagai papa/mama. Tradisi ini dianggap suatu kebenaran dalam membahagiakan anak, sebab dengan ditolak, anak itu hidupnya dijamin lebih baik. Seorang anak yang pernah di ‘kwe pang’ menganggap tradisi itu sebagai penolakan terhadap anugerah Tuhan dan bertentangan dengan kebenaran Allah.
2. Ada banyak perbedaan dalam diri manusia memaknai kebenaran dalam hidup yang dijalaninya, tergantung dari sudut pandang mana dia melihat.
3. Kebenaran menjadi topik yang menarik bagi manusia. Sejak manusia yang diwakili Adam dan Hawa memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, manusia pertama yang hanya mengenal kebenaran dari apa yang dikatakan Tuhan saja, mengalami perubahan. Pengenalan kebenaran menjadi aneka ragam yakni mengenal kebenaran Tuhan Pencipta, kebenaran yang disodorkan ular dan kemudian kebenaran yang lahir dari konsep pemikiran manusia, seperti saling menyalahkan. Kejadian 3:11-13.
4. Demikian juga orang banyak, imam bahkan ahli Taurat memaknai kehadiran Yesus, sebagai ketidakbenaran, sehingga segala nubuatan tentang Dia, tidak diimani, segala pengajaranNya hendak ditolak, hal ini nampak, ketika mereka mempertanyakan Yesus dalam ay. 25 dengan berkata: "Siapakah Engkau?" Jawab Yesus kepada mereka: "Apakah gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu’
5. Dalam ayat harian ini Yesus menunjukkan ke-siapa-anNya ketika mengatakan: Ada banyak hal yang mau dikatakan dan dihakimi dalam sikap hidup manusia, sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Namun Yesus tidak melakukan itu, karena Dia datang ke dunia untuk mengatakan kebenaran, bukan untuk menghakimi (KRINÔ memiliki arti yang amat luas. Dari kata ini terdapat macam-macam bentuk, misalnya ada "ανακρινω - anakrinô", memeriksa, menilai, menyelidiki, mengkritik, menghakimi, διακρινω - diakrinô", memisahkan, membuat perbedaan (membedakan, berselisih pendapat, menganggap (asumsi), menguji. Dan "εγκρινω - egkrinô" baca: "eng-krii-no", arti : Membuat perhitungan, secara konseptual berarti menghakimi kelayakan seseorang untuk bergabung dalam suatu kelompok. Ada juga "κατακρινω - katakrinô", menghukum, menjatuhi hukuman, menghakimi, menyalahkan, dan lain-lain.
6. Yesus datang dalam ketundukan pada pengutusan Bapa. Dia tidak memakai kuasa yang ada padaNya untuk menghakimi pengkhianatan manusia, Dia tidak menghakimi kesalahan mereka, tidak diperhitungkan dosa mereka (dang dijujur), tapi mengatakan kebenaran, yaitu perdamaian, sukacita dan cinta kasih dalam rangka penyelamatan dunia.
7. Dari ayat 26 ini, ada dua hal yang perlu kita maknai, yaitu :
- Yesus sudah melihat dan menyaksikan sendiri karakter manusia pada zaman itu, ada banyak kesempatan bagi Dia menghakimi mereka, namun Dia tidak memakai kuasa yang ada padaNya untuk menindak manusia, juga tidak menghakimi Dunia karena tujuan kedatanganNya adalah menyelamatkan dunia (Yoh 3,16).
- Yesus diutus oleh BapaNya, itu berarti Dia tunduk dan setia melakukan apa yang dikehendaki oleh BapaNya. Dia tidak memakai kuasaNya menindas orang meskipun sudah terbukti salah, tapi Dia menuruti pengutusan yang Dia terima, dengan tugas pentingNya, yaitu mengatakan kebenaran ke dunia ini, sebagaimana yang diajarkan kepadaNya, yaitu hal yang benar, menyelamatkan orang berdosa, membawa pulang yang hilang membebaskan yang ditawan (bnd. Luk 4,18-19).
8. dari kedua hal di atas kita memaknai, bahwa Yesus konsisten dan fokus pada tugas yang Dia terima. Yesus tahu persis tujuanNya datang ke dunia ini, dan Dia fokus untuk tujuan itu. Kegagalan orang menjalankan tugasnya adalah ketika mereka tidak fokus dengan tujuan mereka. Tidak tahu apa arti kehadirannya di suatu tugas yang di emban. Tapi Yesus tidak nekop-neko dengan pengutusan yang Dia terima, Dia konsisten, sehingga tidak lari dari jalur pengutusan yang di terima.
9. Dari sikap Yesus dalam memaknai kehadiranNya di dunia, menimbulkan pertanyaan bagi kita, sebagai Pelayan di GerejaNya, bagaimanakah kita memaknai pengutusan yang kita terima, termasuk ketika kita ditolak sebagai pemimpin sekaligus sebagai pelayan di GerejaNya (dunia ini)?
10. Apakah kita konsisten mengatakan kebenaran? Atau justru kita lebih banyak mengatakan kesalahan orang, menghakimi? Cenderung kemanusiaan kita lebih suka menghakimi, memperhitungkan kesalahan orang dan membeberkan apa yang telah kita perbuat, maka di gereja pun kita tidak punya sasaran yang jelas. Istilah Ayub Yahya dalam tulisannya tentang natal: kita merayakan Yesus yang lahir, tapi tidak ada gambar Yesus. Yang menjadi pusat ada pada perayaan dan Yesus yang dirayakan menjadi hilang.
11. Kebenaran Tuhan menjadi hilang dari tengah gareja, karena para pekerja hanya membicarakan kebenaran & pekerjaannya sendiri. Sikap seperti ini biasa akan menjadikan kita menghakimi orang lain, karena hanya melihat kebenaran kita dan menyalahkan orang lain. Panggilan untuk kita, khususnya para pekerja gereja, hendaklah melakukan kebenaran yang bersumber dari Tuhan, meski banyak kekuarangan yang terjadi, mari kita membenahi, bukan menjadi menghakimi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar