Senin, 15 Juni 2009

Ayah.........

Dimana,.... akan kucari, aku menangis, seorang diri... hatiku selalu ingin bertemu... untukmu aku bernyanyi....
Untuk ayah tercinta, aku ingin bernyanyi walau air mata di pipiku....

Petikan lagu ini selalu menyentuh hati pendengar dan akan semakin dekat di hati, bila ayah yang dikasihnya telah pergi menghadap Tuhannya.
Ayahku adalah seorang suami yang selalu mendukung istrinya dalam karier, dalam usaha bahkan dalam mendidik anak-anak. Dia seorang ayah yang tidak pernah mengecewakan putra/inya dan seorang kakek yang sangat memanjakan cucu-cucunya. Demikian petikan kata-kata yang diungkapkan Meli putri bungsu ayahku, seorang yang teguh dalam prinsip dan siap berbeda dengan semua orang meskipun hanya dia sendiri dalam mempertahankan kebenaran yang dianutnya. Ayah tidak takut dibenci orang banyak sepanjang itu benar. Itulah pengenalan suamiku untuk ayah kami, dan bukan seorang pendendam, karena setiap kali ia berseberang ide dengan orang lain, dia tidak menjadikan orang yang berbeda sebagai musuh, tidak berapa lama dia akan ramah kepada orang tersebut. Kata teman-temannya guru dan majelis Gereja, di mana ia sangat terbuka untuk pekerjaan kerajaan Allah, sehingga memberi namaku Marturia (kesaksian), karena hidup adalah hidup yang menyaksikan kebesaran Tuhan, sehingga Pdt GOP Manurung, mantan Bishop GKPI mengatakan seorang yang tidak terlepas dari berdirinya GKPI di Pangururan dan yang membuka pintu rumah untuk para Pendeta yang bertugas ke jemaat pangururan, sehingga nama adik saya Damelina (meli) diberi oleh seorang Pendeta yang bernama Pardamean sebagai pertanda ketika pendeta tersebut pertama sekali di tempatkan di Pangururan, dia tinggal di rumah dan pada malam harinya meli lahir, maka dia diberi damelina dari asal kata pardamean. Bahkan Pejabat Preases HKBP Pangururan Pdt P. Gultom mengatakan ketika beliau menyapa saya sebagai rajanami (karena kebetulan Gutom mereka adalah marga nenek buyut ayah saya), akan lebih berbeda bila disapa dengan amang pendeta nami. Menyebut pendeta wajahnya lebih ramah. Dia juga seorang guru yang keras dan dispilin, sehingga salah seorang mantan muridnya yang ketua DPRD Kab. Pangururan mengatakan kalau saya terlambat atau tidak mengerja tugas lebih baik bolos daripada dihukum Bapak B. Tambunan. Dia adalah seorang politikus yang tidak terekspos demikian tuturan Ketua DPRD tersebut, sampai dia rela diskors dari PNS pada tahun 1971 karena seorang pengikut ajaran bung Karno, PNI Marhaenis. Beliau tidak mau ikut dengan partai pemerintah yaitu GOLKAR, karena keyakianannya pada ajaran tersebut, sehingga ketika dia dipenjara atas perlawanan tersebut dia memberi nama adik saya yang lahir ketika itu, Marhaeni, sebagai tanda keteguhannya pada ajaran tersebut.
Kini ayahku telah tiada, dia telah pergi ke rumah bapaknya dengan wajah damai, tanpa beban, walau dia sangat kesepian karena cucu kesayangannya, yang mendampinggi dia selama 17 tahun terakhir ini telah pergi ke Medan untuk mengikuti bimbingan test. Dia kesepian, tapi dia lebih suka cucu berhasil dalam studi, sehingga melepaskan cucunya itu pergi. Hari ini ibuku menangis membaca hasil kelulusan cucu ayahku itu, karena hasil yang memuaskan bhs Indonesia 6,80; B. Inggris 9 dan matematika 9.25. jika saja ayahku masih bisa melihat kejadian menggembirkana ini, betapa bahagianya dia. Tapi meli bilang ayah sudah tahu bahwa cucu kesayangannya akan membanggakan hatinya, maka dia pergi dengan damai.

Untuk ayah tercinta... aku ingin bertemu walau hanya dalam mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar