Jumat, 23 Oktober 2009

Yosua 1,6-9

“Kuatkan dan Teguhkanlah hatimu!”
1. Memulai suatu tugas, atau tanggung jawab yang diembankan pada seseorang, dapat membuatnya gugup, gamang, takut dan kehilangan kekuatan. Mungkin akan muncul pertanyaan; ‘Sanggupkah aku melakukannya?’ Ketika seseorang diangkat sebagai pejabat di pemerintahan, maka istri yang merasa tidak mampu, mempersiapkan diri dengan belajar kepribadian supaya sanggup berdiri di depan umum dengan cantik dan percaya diri.
2. Tangung jawab atau tugas membuat kita ingin tampil baik dan berhasil mencapai target yang sudah ditugaskan untuk kita capai. Hanya sering terjadi, kita bekerja menjadi tidak hati-hati, tidak sesuai hukum atau aturan permainan yang ditentukan demi mencapai target, sehingga bila target tidak tercapai, terjadi ketakutan; takut diturunkan dari jabatan, takut tidak jadi dipromosikan dan mungkin bisa pada tingkat stress karena beban dalam melakukan tugas. (bnd. 100 hari pertama kinerja para kabitnet bersatu jilid 2)
3. Apakah dasar kekuatan kita dalam menjalankan tugas yang kita terima? Rich Warren dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa yang pertama kita ketahui dalam menjalankan tugas kita adalah apa tujuan kita bekerja. Menurut Warren tujuan kita adalah kekekalan, bukan kesementaraan, maka bila tujuan kita adalah kekekalan, kita akan memuliakan Tuhan dalam tugas kita, tidak lagi mengandalkan kekuatan, bukan hanya untuk mencapai target belaka. Dalam flim Facing the Giant ditemukan seorang guru olah raga yang gagal, ketika telah mengetahui tujuan hidupnya, di mengubah Paradigma dan pandangan hidupnya secara drastis, dia bukan lagi ‘target oriented’ melainkan menjadi ‘process oriented’. Dengan belajar dari pengalaman hidup, dia tahu bahwa tujuan utama dalam hidup bukanlah target atau hasil yang bisa dicapai, tetapi bagaimana melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya – sebagai Ibadah kepada Tuhan.
4. Melakukan tugas, bukan soal apa yang kita ketahui,atau keahlian apa yang kita miliki, tapi bagaiaman menggunakan talenta atau keahlian itu dalam menjalankan tugas sesuai aturan yang ditentukan Allah. Bagaimana kita melakukan tugas itu di tengah dunia, tugas itu boleh berarti bagi orang lain, dan Allah tetap dimuliakan. Dalam percakapan seorang Pastor Michael Bassano, seorang missionari sukarelawan dari Amerika, dengan pasien penderita HIV/AIDS di sebuah kuil Budha di Thailand: sang pasien yang kakinay dipijit karena tidak berjalan berkata pada sang pastor, ‘sekarang kau memijit kakiku, nanti kalau kita di surga, aku akan memijit kakimu’ Pastor itu menjawab, ‘Jangan tunggu melakukan kebaikan sampai kau di surga, tapi lakukanlah apa yang dapat kau lakukan sekarang, ketika kau masih hidup’. Dialog ini, merupakan peneguhan bagi setiap pekerja untuk tidak menunggu melakukan tanggung jawab imannya, tapi memulai sejak tugas itu kita terima, sebab surga tidak lagi membutuhkan kebaikan kita, surga sudah penuh kebaikan.
5. Ketika terjadi proses peralihan tugas dalam perebutan tanah Kanaan antara Musa yang telah mati kepada Yosua dalam memimpin bangsa itu, terjadi ketidak-pastian dan keragu-raguan, maka Allah berfirman: ‘Seperti yang kulakukan pada Musa pendahulumu, bahwa aku menyertainya, Aku pun menyertaimu. Karena itu, kuatkan dan teguhkanlah hatimu!
6. Janji Tuhan adalah ya dan amin. Janji itu adalah peneguhan bahwa Dia tidak akan membiarkan kita sendiri dalam menjalani tugas yang diembankan pada kita, Dia menyertai, Dia menguatkan, Dia meneguhkan. Saat kita lemah, Dia menguatkan, saat kita ragu, dia meneguhkan, saat kita tidak mempunyai apapun, dia memperlengkapi. Janji itulah yang dikatakan pada Yosua dalam tugas perebutan tanah kanaan. Janji itulah garansi/jaminan bagi Yosua bahwa mereka akan menduduki dan pemilik tanah itu. Semua yang kau lewati, bahkan yang kau injak menjadi milikmu. Yosua menerima tugas itu dengan menyeberangi sunga Yordan.
7. Dalam ay 2b-3, dikatakan bahwa Tuhan sendiri lah yang memberikan tanah itu menjadi milik Israel. Perebutan terjadi, karena tanah itu masih diduduki penduduk asli negeri itu. Dalam rangka menghalau mereka, Tuhan mengingatkan Yosua, agar bertindak hati-hati, seusai hukum yang telah diberi Musa, jangan menyimpang ke kira dan ke kanan.
8. Syarat ini sangat sederhana, soal kepatuhan akan kehendak Allah dalam mencapai tujuan. Jika syarat ini diberlakukan dalam setiap tugas-tugas kita, tentu akan menghaslakan yang baik, dan jani Tuhan mengatakan pada Yosua, engkau akan beruntung! Persoalan sering timbul ketika dalam tugas kita mengandalkan strategi dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Kita memakai cara kita dan bertindak sesuai dengan apa yang kita pikir baik. Seandainya tugas kenegaraan diberi untuk kita pikul, maka kita akan mempersiapkan diri dengan mempelajai apa kelemahan musuh, apa alat yang digunakan dan strategi pencapaian target. Kita akan bertindak sejauh yang kita pikir baik dan benar, dan kita akan mengkotakkan itulah juga kemampuan Tuhan dalam mengutus kita. Bahkan di tengah pelayanan kemanusiaan pun sering kita memakai cara dan aturan kita sendiri, sehingga kita memaksakan pikiran kita, sebagai pikiran Allah.
9. Yosua memulai tugas dengan janji Tuhan, “Aku akan menguatkan dan meneguhkan!” Itu juga janji Tuhan pada setiap orang dalam memulai dan menjalankan tugas. Bila kita lemah, maka kita akan kuat sebab kekuatan Allah menjadi sempurna dalam kelemahan kita (2 Korint 12,9-10). Artinya Allah, yang jauh lebih mengenal kita, mengetahui kemampuan kita dan merancang apa yang harus kita lakukan. Ada aturan, ada cara dan ada kemauan untuk rela mengabdi dalam menjalankan tugas itu.
10. Sejauh kita berpikir kita mampu, kita berpikir apa upah yang akan kuterima, maka kita bisa kehilangan semua harapan kita. Yosua yang dikuatkan dan diteguhkan Tuhan, tidak berpkir secara matematis, dia siap dan rela diutus oleh Tuhan dalam tugas berat secara kemanusiaan, sebab Tuhan meringankan beban beratnya.
11. Ketundukan dan kerelaan dalam menjalankan misi Allah di dunia akan memberi keuntungan bagi petugasnya, sejauh tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan, sejauh dia tunduk pada aturanNya dan bertindak sesuai dengan perintah Allah. (bnd. Matius 6,33).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar