Sabtu, 11 September 2010

1 Korintus 12, 14-27

“Bersatu dalam Perbedaan”
1. Gambaran tubuh manusia adalah penjelasan sederhana untuk memaknai kesatuan dalam perbedaan. Bentuk dan fungsi anggota tubuh yang berbeda tidak menjadikan tubuh terpecah-pecah, sebaliknya justru saling mendukung, saling memerlukan untuk mencapai tujuannya. Ketika perut lapar, otak bergerak memerintahkan tangan untuk memasukkan makanan ke mulut, gigi mengunyah dan ditelan melalui leher. Hasilnya manusia kenyang, sehat dan bisa meneruskan kerja. Artinya, satu dengan yang lain saling menolong dan memerlukan untuk mencapai kesatuan.
2. Pernah muncul pertanyaan, ‘mengapa Tuhan menciptkan Adam dan Hawa secara berbeda? Apakah untuk menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan tidak bisa bersatu, atau laki-laki lebih tinggi kelasnya dari perempuan?’ seorang teman Pendeta menjawab pertanyaan ini dengan sederhana, coba kalau semua perempuan sama, bagaimanakah kita mengenal yang mana istri kita dan mana istri orang. Kalau semua sama persis, tentu situasi bisa runyam, apalagi kalau sampai ada yang menggadeng perempuan yang bukan sitrinya, tapi karena perempuan itu berbeda-beda, maka tidak terjadi kekacauan karena masing-masing mengenal yang mana istrinya. Dalam perbedaan itulah justruk nampak keindahan persekutuan Adam dan Hawa dengan perbedaan yang mereka miliki, mereka menjadi saling melengkapi. Demikian juga tubuh kita, coba kalau semua mata, tidak ada telinga, hidung, mulut dan yang lainnya, betapa menakutkan orang itu, tetapi Tuhan mengatur sedemikian rupa sehingga terlihat harmoni, dengan perbedaan itu terjadi keteraturan sehingga sistim kerja menjadi sinergis.
3. Mata tidak ditempatkan satu di dahi dan satu lagi di belakang kepala, tapi sejajar, sehingga harmonis dan pandangannya bisa jauh dan jelas karena dua lebih baik daripada satu. Mulut tidak dua, karena dapat menyebabkan kerusakan, kalau dua mulut saling bicara dengan tema yang berbeda. Artinya, Tuhan menempatkan semua secara baik supaya tidak terjadi perselisihan antar satu organ tubuh dengan organ lainnya (ay. 25).
4. Demikianlah hendaknya Gereja, ada banyak anggota jemaat yang berbeda latar belakang, ada Batak, Nias, jawa, ada yang baik, jahat, pintar, bodoh, kaya dan miskin dipersekutukan dalam Gereja dengan karunia/kharismata/kharis yang berbeda pula. Ada yang bisa berdoa, pintar bernyanyi, pintar berkhotbah, pintar menasihati, rajin mengunjungi orang sakit, dll. Kalau dalam perikope khotbah ini, ada 9 disebut karunia dalam diri anggota jemaat. Seperti: (ay.8) Roh memberikan karunia berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan. (ay. 9) beriman, menyembuhkan (Ay.10) mengadakan mujizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh. Berkata-kata dengan bahasa roh, dan menafsirkan bahasa roh. Sebagai pendukung lainnya kita juga boleh membandingkan dengan 1 Kor. 12:28-29; Roma 12:6-8; Efesus 4:11. Semua karunia itu berbeda pada setiap orang (12:11; bnd. I Petrus 4:10-11).
5. Perbedaan itu bukan untuk menjadi kesombongan, tetapi untuk menciptakan kebaikan dan kemuliaan bagi Allah. Apakah Gereja bisa berkembang, jika hanya paduan suara yang dikembangkan dan tidak diasah karunia lainnya. Kepelbagaian yang dimiliki masing-masing orang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mempersatukan seluruh jemaat. Artinya karunia yang berbeda, adayang menonjol, yang lain tidak, tetapi yang menonjol tidak mungkin hanya dengan kekuatannya bisa tercipta gereja yang kuat, pasti ada dukungan dari yang kecil-kecil sehingga menghasilkan buah yang banyak.
6. Billy Graham seorang pengkhotbah besar dari Amerika pernah berkata; ‘jika aku bisa seperti sekarang, bisa menjadi pengkhotbah besar, itu tidak hanya usahaku sendiri, tetapi ada banyak orang dibalik semua itu, yaitu mereka yang selalu berdoa untukku, setiap kali aku hendak melakukan pelayanan’. Kekuatan doa orang sekitar walaupun kelihatannya tidak berarti, tidak nampak, tapi dampaknnya luar biasa, doa mereka menghasilkan pengkhotbah besar. Coba kita pintar berkhotbah, tapi koster gereja tidak mempersiapkan altar yang bersih, sound sistim yang baik, tentu khotbah kita akan sia-sia, karena suara kita tidak menjangkau pendengar. Berbeda dengan gereja-gereja sekarang, berharap muncul pengkhotbah yang baik di gereja, khususnya HKBP, tapi kita tidak mendukung karunia mereka dengan karunia yang kita miliki, yaitu doa-doa jemaat, sebaliknya kita mencari celah bagaimana mempermalukan pengkotbah itu, jika saja kedapatan ada yang salah dari khotbahnya, kita mencari peluang melemahkan pengkhotbah dengan menghina sebagai pengkhotbah yang kurang baik.
7. Paulus mengingatkan jemaat di Korintus yang ketika itu menyombongkan karunia yang ada padanya dengan menghina karunia orang lain. Kesombongan menyebabkan perpecahan antar anggota jemaat, padahal karunia itu adalah pemberian Allah dan semua saling membutuhkan. Maka Paulus menganjurkan supaya jangan menganggap apa yang diterima dari Tuhan lebih berguna dari yang diterima orang lain. Jari tangan dan kaki memang kecil, tetapi tanpa jari-jari, apakah tangan bisa berbuat? Lidah memang kecil tapi tanpa lidah apakah mulut dapat bicara? Kepala besar tanpa otak yang lebih kecil di dalam kepala boleh kah kita memaknai banyak hal? Yang besar dan kecil saling memerlukan dalam kerangka memuliakan Allah dan membangun hubungan baik dengan sesama.
8. Perpecahan sering terjadi dalam hubungan manusia. NKRI harus mampu saling menerima dengan berbagai perbedaan rakyatnya kalau mau bertahan. Kita tahu, bahwa ada banyak suku yang ingin dimerdekakan dan tidak mau bersatu dalam wadah NKRI karena merasa tidak nyaman tinggal bersama. Merasa tidak diperdulikan dan dianggap kelas dua. Sadar atau tidak, kita merasa lebih berkelas dari masyarakat Papuaa, walau mereka mempunyai karunia yang besar membangun Negara ini. Maka untuk memecah persatuan ada demonstrasi, perang suku, dll. Perpecahan bisa juga terjadi antar personal, di daerah-daerah, sering terjadi perebutan tanah sampai ke pengadilan dan hasilnya kalau ditanya, ‘kami menang, tapi tanah kami jual untuk biaya perkara’. Artinya, perpecahan tidak pernah berdampak baik, walaupun kalau di gereja semakin banyak perpecahan, semakin banyak gereja yang berdiri. Karena itu kita perlu saling memakai karunia yang kita terima membangun persekutuan bukan melemahkan orang lain. Jangan karena kita pintar berorasi, kita terus bicara tidak mau mendengar dan isi orasi kita melemahkan saudara yang lain. Hendaklah kita pakai karunia berkata-kata kita bukan mempengaruhi orang lain memusuhi saudaranya, tapi menguatkan kelemahan saudara kita.
9. Hidup yang bersekutu sangat riskan dengan perpecahan, maka persatuan adalah kebutuhan semua bangsa. Yesus dalam doaNya meminta kepada Bapa, ‘supaya mereka menjadi satu… sama seperti KITA yang adalah satu’ (Yoh 17). Maka sebagai pengikut Tuhan, tentu kita berharap supaya ‘semua’ menjadi satu. Kebutuhan ini dibentuk dalam wadah seperti, gereja sedunia, gereja luther sedunia, Gereja seasia, PGI, MAWI, ICMI, HMI, GMKI, GAMKI, dll. Arisan ‘marga’, ‘parsahutaon’, dll. Semua itu dibentuk dalam membangun persatuan. Namun persekutuan yang dibentuk untuk mewakili pikiran manusia bisa terpecah karena dorongan egoisme, fanatisme dan kesombongan.
10. Untuk membangun Gereja yang bersekutu dengan baik, yang mensejahterakan kehidupan dan memuliakan Tuhan, semua karunia akan dipakai untuk saling mendukung, saling menolong, tidak menganggap diri lebih baik dari yang lain. Yang lemah ditolong yang kuat, yang kuat disempurnakan yang lemah. Istilah Marthin Luther: “kamu menjadi kita; aku menjadi kau’. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar