Sabtu, 28 Agustus 2010

Imamat 19,16-18

1. Mother Theresia, ibu lambang perdamaian dan kasih, pernah berkata: “Tebarkanlah kasih ke mana pun engkau pergi: pertama-tama di rumahmu sendiri, dan menyebar ke sekitarmu dan ke semua orang di semua tempat. ...Jangan pernah membiarkan seseorang datang kepadamu lalu pergi begitu saja tanpa merasa lebih bahagia dan lebih baik.Ungkapan kasih dan kebaikan hati Tuhan yang hidup melalui kasihmu; kebaikan hati di wajahmu, kebaikan hati di matamu, kebaikan hati di dalam senyummu, kebaikan hati di dalam salam hangatmu, sehingga dengan demikian engkau dapat memenangkan dunia ini bagi Kristus, dengan kasih.
2. Penulis-penulis modern banyak menganjurkan agar kita mengembangkan cara berpikir yang positif dalam menjalani hidup. Salah satunya adalah: katakan untuk sesuatu yang sulit bahwa ‘aku bisa’, maka kau akan bisa. Jika yang positif kita pikirkan tentang diri kita dan sesama maka, yang baik akan semakin berkembang di tengah hidup kita. Bila firman Tuhan berkata dalam ay. 16 mengatakan, ‘jangan...’ itu berarti, supaya membatasi diri dalam bersikap, berpikir dan bertindak negatif tentang orang lain. Jangan menyebarluaskan gosip, mengucapkan sesuatu yang tidak benar, yang bisa mencelakan orang lain dengan fitnah yang kau sebarkan. Salah satu korban dari fitnah adalah Tuhan Yesus, di mana para Imam Yahudi memfitnah Yesus. Yesus menanggung fitnah mereka sampai mati di kayu salib. Fitnah dapat menghancukan hidup seseorang, karena itu jangan menyebarkannya, jangan mengancam hidup mereka dengan kebohonganmu.
3. Ada banyak hal-hal yang kita terima dari orang lain yang melukai dan menyakiti hati kita. Terkadang hal baik yang kita maksud, ditanggapi dengan tidak baik, bahkan dianggap sesuatu yang buruk. Kita difitnah, disebut orang yang merusak hidupnya. Apakah sikap kita terhadap tindakan orang yang mencelakai diri kita? Menurut hukum Yahudi, gigi harus diganti dengan gigi, mata ganti mata. Artinya kejahatan harus dibalas dengan kejahatan. Tetapi firman Tuhan mencoba mencerdaskan sikap dan pikiran kita merespon sikap orang lain dalam kehidupan kita, di mana diajarkan supaya kita jangan membenci secara diam-diam, merancang pembalasan atas perbuatannya. Terhadap orang-orang yang melukai kita, sebaiknya kita mengasihinya, merancang hal yang baik baginya dengan menegurnya secara terus terang, mengingatkannya atas kekurang-mengertiannya.
4. Bagaimana mengasihi musuh-musuh kita? Apa yang dapat kita lakukan terhadap mereka? Sebuah pertanyaan praktis, namun sulit dilakukan. Untuk mengasihi; tebarkan senyum bagi semua orang, sebagaimana dikatakan Mother Theresia; jangan membalaskan kejahatan yang mereka perbuat. Jika kita membalasnya dengan membunuh dia, isteri atau putra/inya mungkin akan membunuh kita. Keluarga kita juga akan membalaskannya, sehingga dendam menjadi mata rantai kejahatan. Demikian terus dendam akan berkesinambungan. Sebaiknya kita mengasihi musuh, sebab itulah cara terbaik untuk membunuhnya! Jika kita mengasihi musuh, dia akan menjadi teman bagi kita. Maka permusuhan akan lenyap selamanya. Mengasihi musuh akan memiliki banyak teman: dari keluarganya: isterinya, anak-anaknya, sanak keluarganya dan teman-temannya juga. Berteman dengan satu orang akan mendapatkan banyak teman. Bermusuhan dengan satu orang akan mendapat banyak musuh. Yang 'rugi' diri kita, jika kita membenci musuh kita.
5. Dalam bukunya ‘beneath the cross of Jesus’, A. Leonard Griffith bercerita tentang seorang pelajar pertukaran dari Korea di University of Pennsylvania yang dipukul oleh sebelas orang anak remaja dengan pipa besi hingga mati, sesaat setelah selesai mengeposkan surat kepada orang tuanya. Seluruh penduduk Philadelphia meneriakkan balas dendam, jaksa wilayah berencana menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa. Datanglah surat yang ditandatangani orangtua korban dan 20 orang sanak saudara yang mengatakan bahwa rapat keluarga memutuskan untuk membuat petisi bahwa tindakan terbaik dari hukum mereka adalah membimbing anak itu setelah keluar penjara dengan memberi pendidikan, agama, pemberdayaan dan kemasyarakatan. Niat tulus ini dinyatakan dengan menyisihkan sebahagaian uang mereka untuk biaya pendidikan mereka. Saat tidak membalskan rasa sakit hati, kita akan dipindahkan dari posisi korban menjadi posisi pemenang.
6. Ay 17 ini menunjukkan bahwa hukum Musa tidak hanya dihubungkan dengan sikap/tindakan dari luar diri kita, tapi juga dalam hati kita. Bukan hanya yang kelihatan, di mana kita tersenyum ketika kita bertemu dengan orang yang kita benci, tapi menaruh dendam dalam hati. Maksud firman ini adalah, bahwa bukan hanya di luar kelihatan kita manis, tapi di dalam hatipun jangan merancang yang jahat bagi musuh kita, sebaliknya tetap mengsihi dan mendoakannya.
7. cara kedua adalah menegor dengan terus terang. Istilah Tuhan Yesus, katakan ya kalau ya; tidak kalau tidak, lebih dari itu berasal dari si iblis. Kejahatan bukan dbiarkan, tapi harus ditegur degan harapan yang tulus untuk perubahan.
8. Mendoakan, mengasihi dan merancang yang baik untuk orang yang menyakiti kita adalah hal yang sulit. Bahkan pemahaman Yahudi dalam Matius 5, 43 dikatakan, ‘kasihi sesamamu, bencilah musuhmu’. Itu sikap alamiah dari manusia. Hanya menjadi perenungan bagi kita; ‘apakah perbedaan kita sebagai orang percaya, dan orang yang diselamatkan, dibandingkan dengan mereka yang belum menerima kasih karunia Tuhan Yesus?’
9. Memahami kasih Tuhan yang agung maka, kita terpanggil supaya kita tidak menaruh dendam atau membenci orang yang menyakiti kita, sebaliknya, akan mendoakan dan menegurnya secara terus terang, sehingga sikap kita tidak mendatangkan dosa bagi kita. Banyak hal-hal yang kurang baik yang kita pikirkan membuat kita jatuh dalam dosa, tetapi ajaran Musa menganjurkankan supaya pikiran kita tentang diri kita dalam hubungan dengan sesama, tidak mendatangkan dosa. Ay.17 ini menganjurkan agar kita menegur (memarahi) dengan tulus untuk kebaikannya bukan mempermalukan, itu sebabnya Yesus pernah berkata, jika ada yang kedapatan melakukan kesalahan, panggil dia bicara empat mata, kalau dia menolak, panggil satu saksi, jika masih bertahan dalam kesalahannya baru dihadapan semua jemaat. Artinya, menegur/menasihati tidak pernah bertujuan menghancurkan atau mempermalukan, menasihati tanpa menyimpan sakit hati. Artinya, teguran kita bertujuan membangun kehidupan orang yang menyakiti kita supaya tidak jatuh. Dalam keluaran 23,5 bahkan jika keledai kau temukan jatuh karena beban berat, angkatlah dia. Apalagi manusia?
10. Apapun sikap jahat orang terhadap kita, jangan pernah menaruh dendam atau merancang pembalasan, tapi kasihilah dia seperti dirimu sendiri. Dalam Matius 5,44 lebih luas lagi, bukan hanya sesama kita -yang dekat dengan kita, seide, semarga, atau sekelompok dengan kita- yang perlu dikasihi, tapi juga di luar dari kelompok, yang berbeda bahkan yang membenci dan memusuhi kita harus dikasihi. Orang yang memfitnah, menjelek-jelekkan sekalipun harus kita kasihi.
11. Mengapa kita harus mengasihi? Alasan kita mengasihi sesama seperti diri sendiri adalah:
• Bila kita melakukan kesalahan, sangat mudah memaafkan diri kita dari kesalahan itu, sebagaimana keinginan kita untuk diri kita, demikianlah orang lain berkeinginan untuk dirinya, maka semudah kita memaafkan diri kita, demikianlah kita memaafkan diri orang lain, sehingga kenyamanan yang kita rasa dapat dirasakan orang lain.
• Hidup kita adalah hidup yang dikasihi oleh darah Yesus Kristus. Kita tidak akan memahami kasih yang kita terima sebelum kita pernah mengasihi orang lain. Suatu hari seorang anak berusaha menyelamatkan ayah-ibunya yang terkurung di rumahnya yang terbakar. Si anak tidak berhasil, ayah dan ibunya meninggal termakan api. Dia menyesali ketidakmampuannya dengan mengurung diri dan membiarkan wajahnya yang termakan api tidak dioperasi. Dia tidak mau menemui istri yang mengasihinya karena dia merasa bahwa wajahnya yang buruk akan mempengaruhi istrinya dalam mengasihinya. Sampai suatu hari istrinya menemui seorang ahli bedah dan meminta kepada dokter itu agar merusak wajahnya untuk bisa bertemu dengan suaminya. Dokter itu menolak, tapi pergi menemui suaminya dan memintanya untuk membuka pintu. Suami itu menolak untuk bertemu dengan siapapun. Lalu sang dokter menceritakan permintaan istrinya untuk merusak wajahnya supaya dia diterima. Mendengar itu, suaminya tergerak dan segera membuka pintu. Dia juga mau dibedah, wajahnya bersih karena cinta istrinya. Demikianlah kasih Yesus pada kita, dia mau menyerahkan nyawanya, merusak diri untuk bertemu dengan umatNya, supaya kita dibersihkan dari dosa.
• Jika hidup kita penuh kasih, tindakan kita ingin membangun kehidupan yang baik, tentu hidup kita menjadi hidup yang berkenan di hadapan Allah. Hidup seorang yang berkenan di hadapan Tuhan, akan menerima sukacita karena hidup yang benar, jujur, penuh kasih akan merasa nyaman menjalani kehidupan, bahkan orang yang memusuhinyapun diperdamaikan oleh Allah padanya. (Amsal 16,7).
12. Kasih mengubah banyak hal yang tidak dapat dijangkau oleh pikiran dan kekuatan manusia. Kasih penuh perdamaian, membuat kita terbuka pada semua orang, menyadarkan kita akan dosa kita, sehingga kita mau memaafkan kekurangan orang lain. Kasih mendewasakan diri dalam bertindak, sehingga tidak membalas yang jahat dengan jahat, sebaliknya, membalaskan kejahatan dengan kebaikan, memberi pipi kanan, ketika pipi kiri ditampar, mendoakan orang yang merancang kejahatan bagi kita dan mengasihi musuh kita seperti kita mengasihi sesama kita.
13. Yesus mengubah tafsiran oarang Farisi yang mengatakan ‘membenci musuh’. Dengan mengubah nilai spritual pengikutnya ketika mengatakan kebalikan tafsiran Farisi dalam Mat 5,43 menjadi kasihilah musuhmu (44). Khotbah di bukit ini menekankan bahwa hanya Allah yang berhak menghakimi, membalas kejahatan yang kita lakukan, sebab Dia lah Allah yang mengenal semua ciptaanNya. Kata ‘Akulah Allah’ dalam ay 16 & 18 menunjukkan bahwa Dia lah satu-satunya Allah yang mengenal ciptaanNya, Dia yang tahu apa yang perlu bagi ciptaanNya dan hanya Tuhanlah, Tuhan semua bangsa yang menunjukkan jalan keselamatan bagi ciptaanNya, supaya semua beroleh selamat, tidak ada yang binasa oleh sikap alami manusia, dengan membalas kejahatan dengan yang jahat. Pernyataan Allah adalah jalan masuk manusia pada kekekalan.