Rabu, 31 Maret 2010

Lukas 23, 26-32

‘Salib: Ambil Bagian dalam Karya Keselamatan’
1. Secara tipikal, cuaca Palestina panas dan kering. Walaupun matahari pagi sangat menggigit kulit ketika sedang berjalan di bawa sinar matahari dan akan menembus langsung kulit, saat melintasi daerah itu. Berjalan di terik matahari, akan menguras banyak tenaga, di samping mengalami dahaga. Yesus yang memikul salib dari ruang sidang menuju bukit Golgata sangat kelelahhan dan mengeringkan tenggorokan, sehingga mengurangi kekuatan memikul salib, di mana salibNya juga sangat berat. Dia jatuh, kelelahan. Hal ini menjadi perhatian tentara Romawi, sehingga ketika mereka melihat seorang yang bernama Simon, yang datang dari Kirene di Afrika Utara, untuk merayakan Paskah di Yerusalem, dia ditahan (bhs Batak disoro = dipaksa, ditekan) dengan menaruh salib Yesus, di atas bahunya untuk dipikul sambil mengikuti Yesus. Ada banyak orang yang mengikuti, tetapi simon menjadi pilihan untuk mempercepat saat penyaliban sekaligus meringankan Yesus yang kelelahan.
2. Simon dari Kirene dipilih bukan kebetulan karena dia ada di sana, tetapi Tuhan sudah merancang dia menjadi bagian dari penderitaanNya. Dia dipilih untuk menyatakan bahwa yang tidak diperhitungkan oleh manusia (berasal dari Afrika Utara; mungkin budak dan berkulit hitam, atau orang Yahudi yang merantau sehingga dianggap sebagai kelas bawah), dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencanaNya. Pilihan Tuhan terhadap seseorang merupakan indikasi bahwa Tuhan mampu dan berkuasa atas diri manusia, sebab manusia adalah ciptaanNya dan Dia lah pencipta segala sesuatu. Yang menjadi pertanyaan, mengapa Yesus dikalahkan oleh penguasa? Mengapa Yesus kalah oleh orang yang diciptaNya?
3. Ketika hukum dibuat untuk kepentingan penguasa, maka hukum itu akan diinjak-injak. Secara hukum, Yesus benar. Pilatus, sebagai ahli hukum tidak menemukan kesalahan padaNya, tetapi Dia dihukum. Ada mafia pradilan untuk menjebak Yesus, ada penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang, sehingga kebenaran kabur. Kebenaran diganti oleh uang dan kekuasaan. Kondisi seperti ini membuat banyak rakyat miskin/kecil menderita. Walau mereka benar, namun karena tidak sanggup, mereka menjadi korban kekuasaanan. Yesus bukan kalah, Yesus bukan tidak mampu. Dengan satu firman, Dia dapat menghancurkan pengadilan tersebut (bnd. Yoh 18, 4-6), tetapi Dia tidak melakukan, sebab Dia harus tersalib. Dia menderita, supaya ketidakmampuan kita, diteguhkan. Dia memikul salib dikawal tentara dengan barisan yang membawa plakat yang menyatakan kesalahanNya yang bertuliskan INRI. Kuasa itu juga yang dipakai untuk menahan Simon, yang tidak tahu menahu dengan persoalan yang terjadi. Kuasa Romawi yang menduduki Palestina, di mana kekuasaan itu dapat dipaksa untuk kepentingan penguasa.
4. Mengapa Salib? Salib adalah lambang penderitaan, maka salib Yesus hendak memperjelas, bahwa terjadi ketidakbenaran yang berakibat penderitaan. Maka jika kita memajangkan salib di dinding rumah, atau tergantung di leher dan telinga kita, itu bukan sekedar assesoris, bukan supaya orang tahu bahwa kita pengikut Kristus yang disalib, tapi lebih dari itu, bahwa salib itu mengingatkan kita bahwa kebenaran harus ditegakkan, penderitaan harus dilewati. Salib, di mana Allah bertindak secara misterius untuk menunjukkan keajaiban.
5. Ketika flim ‘The Passion of the Christ’, yang disutradarai Mel Gibson ditayangkan, tontonan ini, membuat banyak orang menangis melihat penderitaan Yesus. Banyak penonton yang menguras air mata karena cambuk dari besi yang tajam digunakan mencambuk tubuh Yesus. Air mata itu, adalah air mata para perempuan yang mengikuti perjalanan salib Yesus. Air mata Maria, ibu yang melahirkanNya. Tidak ada suara perempuan yang menentang kesewenang-wenangan kekuasaan dan ketidakadilan, hanya tangisan bentuk perlawanan mereka, bahwa itu bukan kesalahan Yesus. Air mata itu adalah air mata untuk penderitaan Yesus.
6. Di tengah derita yang dialami Yesus, dia mengingatkan perempuan itu, mengingatkan kita, supaya jangan derita Yesus yang ditangisi. Yesus adalah korban dan Dia siap untuk itu. Yesus dikorbankan karena dosa manusia, maka Yesus berkata: ‘dirimu dan anak-anak’ : ‘dosamu dan dosa anak-anakmu’ yang harus ditangisi. Kadang-kadang kita hanyut pada penderitaan Yesus, tetapi kita tidak menyadari bahwa dosa kitalah yang ditanggungnya.
7. Yesus juga memilih perempuan yang mandul, yang tidak pernah menyusui sebagai orang yang lebih berbahagia. Bagi Yahudi, perempuan mandul adalah hal yang memalukan, maka perempuan seperti ini bisa diceraikan suami, tetapi Yesus memilih perempuan mandul, untuk menyatakan, bahwa deritaNya sebagai anak telah menekan dan melukai hati Maria, ibuNya. Maria yang tidak dapat bertindak untuk membebaskanNya dari derita. Maria yang hanya bisa menangis dan menyiksa diri karena penderitaan anakNya.
8. Seorang ibu yang anaknya meninggal setahun yang lalu, berkata kepada saya, ‘mengapa saya sulit sekali melupakannya? Mengapa saya belum pulih dengan kematiannya? Mungkin saya berbeda kalau kehilangan suami, karena saya seorang ibu, yang melahirkan dia dari rahimku, dia adalah bagian tubuhku. Dia anak yang diambil dari daging-dagingku, gumpalan darahku yang menjadi janin, sehingga kematiannya sangat menyanyat hati, karena sebahagian tubuhku telah mati’. Demikianlah, pemikiran dan perasaan ibu terhadap anak-anak mereka, maka ketika tahun 70, ketika orang Yahudi mengalami kesengsaraan, para ibu banyak yang menderita, atau saat bencana menimbun anak-anak, maka ibu yang mandul akan semakin sedikit menangis.
9. Menangislah, tapi bukan atas apa yang dialami Yesus, walaupun sengsaranya memilukan hati, menangislah untuk diri kita dan anak-anak kita. Fokus dari tangisan kita, adalah dosa-dosa kita, supaya melalui pengenalan diri, kita semakin diperbaharui untuk lebih bertindak benar dan baik dalam menjalani kehidupan. Yesus hendak berkata, supaya kita menyimpan air mata kita untuk diri kita dan anak-anak kita, sebab banyak penderitaan yang akan kita alami di dunia ini, oleh anak-anak kita yang semakin sulit menerima ajaran Kristus, terlibat narkoba, ikut arus zaman yang menyenangkan diri mereka. Untuk derita-derita itulah kita menangis.
10. Kita tidak dapat mengandalkan diri kita. Ketika kita diperhadapkan pada kekuasaan kita tidak bisa bertindak. Bila kekuasaan bisa berlaku sewenang-wenang, terhadap kayu hidup dengan kondisi yang baik, hasil dari berkat Tuhan, apalagi pada kayu yang mati, dengan kondisi yang buruk, hasil dari penghukuman? Bila Kepada Yesus yang baik, yang memeberi makan yang lapar, menyembuhkan yang sakit, mengampuni dosa orang yang bersalah dan membangkitkan orang mati, bisa terjadi ketidakbenaran, apalagi bagi pengikutNya? Kita tidak perlu terkejut dengan pembakaran gereja, penganiayaan terhadap orang percaya, atau jabatan yang tidak dapat kita duduki walau kita sudah tepat untuk itu, karena mempercayai Yesus Kristus. Kesulitan secara sistemik sudah terjadi bagi orang Kristen, namun teruslah pikul salibmu, sambil mengikut Yesus, seperti Simon dari Kirene.
11. Simon dari Kirene memberi keteladanan. Dia tidak lari dari persoalan yang dilimpahkan padanya. Sebaliknya dia menolong yang mengalami kesusahan, membantu yang menderita. Artinya, banyaknya kesusahan di dunia ini, bencana alam di mana-mana, menjadi panggilan bagi kita untuk ikut menolong mereka dari kesusahan yang mereka alami. Simon ikut ke Golgata, tempat tengkorak, di mana Yesus berkarya menolong hidup kita, maka marilah kita yang mengikut Yesus, memikul salib, mengulurkan pertolongan bagi mereka yang kesusahan. Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk ambil bagian dalam penyelamatan, sebagaimana Simon ikut memikul salibNya.
12. Hidup dan mati kita hanya sekali, maka pilihlah mati bersama Yesus, walaupun harus menjalani derita di dunia ini, sebab mati terhormat dengan tidak menjual keyakinan, prinsip, hati nurani dan tidak menjual diri lebih indah dibanding mati dengan kelimpahan kuasa, harta dan jabatan, tetapi menjual iman percaya kita. Hidup itu berharga, tapi bila salib datang, maka kita harus memikul, bukan menentengnya, karena salib tidak bergagang. Memikul salib itu sulit, tapi itu akan membuat kita semakin kuat dan dewasa, tidak mudah jatuh dan setia melakukan kebaikan.
13. Bersama Yesus kita akan memakukan semua dosa-dosa kita, seperti dua orang lain yang ada di kiri kanan Yesus. Keduanya mewakili kita orang berdosa, dan Yesus mengambil semua derita mereka, dengan salib yang dipikulNya. Perjalanan salib Yesus dengan penderitaan yang dialami, adalah kehidupan bagi kita, maka ketika salib kita rayakan, itulah saat bagi kita memakukan segala dosa kita untuk diperbaharui semakin baik dan teguh dalam iman. Dua orang yang berdosa di samping Yesus, adalah yang diselamatkan oleh Yesus yang benar menjadi berdosa untuk mereka dan kita. Amin.

Kamis, 25 Maret 2010

"Ya Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaKu!'

1. Mengenang penderitaan Yesus di kayu salib, pada minggu passion ini, kita akan memasuki peristiwa di mana Yesus menyerahkan hidupNya pada Bapa. Salah satu perkataan terakhir Yesus di salib dalam Lukas 23, 46 : Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Mengajak kita untuk setia paaNya dalam suka maupun duka. Perkataan ini telah memberi kita kekuatan Iman untuk bertahan dan kuat dalam kesulitan dan tantangan yang kita hadapi!

2. Mengingatkan kembali pemaham kita akan peristiwa itu, mungkin kita boleh menghadirkan kembali ringkasan flim yang pernah kita tonton ‘The Passion of the Christ’, yang disutradarai oleh Mel Gibson. Film yang menceriterakan penderitaan Tuhan Yesus secara amat dashyat dan sangat mengerikan. Dia dicambuk dengan cambuk yang ujungnya besi tajam, benda yang menghancurkan dan merobek tubuh Tuhan yang suci dan kudus. TubuhNya yang luka terinfeksi karena kena ludah, di mana didalamnya ada ribuan bakteri yang menambah luka itu makin nyeri. Pemandangan itu sangat memilukan dan menyanyat hati. Akan tetapi, Tuhan yang tidak bersalah, menanggung derita itu, dengan tabah dan tekun sampai mati di kayu salib. Petrus membahasakannya (1 Petrus 2, 24): ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh’.

3. Buku "The Passion of Christ" karya Martin R. De Haan II juga menulis delapan renungan singkat seputar sengsara Kristus. Tulisan yang mengajak pembaca merenungkan saat-saat sengsara Kristus menjelang kematian-Nya. Tulisan yang membuat pembaca meneteskan air mata, jauh lebih dalam jika ditayangkan di flim. Tuhan semesta alam mengalami penderitaan. Dia kritis, nafasnya tidak normal karena derita yang dialami, jantungnya membengkak sampai kehilangan kesadaran. Dia sangat kesakitan, tetapi dalam ketidaksadaran itu, Dia menyerahkan nyawaNya kepada Bapa. Kemampuan itu terjadi karena semasa hidupNya, Dia dipenuhi Firman Tuhan, maka ketika kesadaran hilang, Dia dapat meneyrahkan hidupNya pada Tuhan. Renungan-renungan dalam buku ini dapat membawa hati kita tidak hanya pada rasa takjub yang penuh haru, tetapi juga rasa syukur di sepanjang hidup kita.

4. Terkadang ada orang yang tidak nyaman membicarakan pengorbanan Yesus, terutama gambaran yang begitu detail tentang penyiksaan atau penyaliban yang Dia jalani. Namun sebagai manusia yang lemah, kita perlu memahami dan menghargai pengorbanan dan penderitaan Yesus, yang sukarela Dia lakukan untuk semua generasi. Maksudnya, agar kita mengetahui bahwa tujuan semua penyaliban itu untuk kepentingan kita, karena dosa kita, maka kita perlu Memasuki dan memahami makna Jumat Agung.

5. Peristiwa Salib, mengajak kita secara serius merenungkan penderitaan Yesus. Dia mau menanggung semua derita, karena kasih-Nya yang begitu besar pada dunia ini. Dia rela menanggung derita, agar kita bisa keluar dari cengkeraman kuasa dosa. Dia mau mati, supaya kita hidup. Dia memperdamaikan kita kepada Allah, supaya kita dan dipersatukan kembali dengan Allah Bapa di Surga.

6. Ketaatan Yesus pada Bapa membuat Dia menanggung derita. Seandainya Dia mau, Dia bisa menolak. Dia bisa menghancurkan dan membunuh para prajurit yang mau menangkap-Nya hanya dengan sepatah kata, karena firmanNya berkuasa. Hal itu nyata dari dialog Yesus dengan prajurit yang mencariNya untuk didakwa sebagai orang yang bersalah. Mereka semua mundur dan jatuh ke tanah ketika dia mengatakan, "Akulah Dia." (Yoh. 18, 4-6).Tetapi itu tidak dilakukanNya. Dia masuki hadirat Allah, Dia tunduk pada rancangan Allah untuk keselamatan dunia ini. Yesus tidak menggunakan kuasa yang ada padaNya melindungi Diri-Nya. Dia rela menjadi manusia yang tak berdaya, lemah, rapuh dan membiarkan Diri-Nya ditangkap, dibelenggu dan disiksa oleh tangan-tangan manusia yang kejam karena kasih-Nya yang dalam bagi dunia. Dia tidak memakai kuasa yang dimiliki untuk lari dari masalah yang dihadapiNya.

7. Penderitaan Yesus, sekaligus mengajar kita untuk juga siap, tabah, kuat dan berani menghadapi segala penderitaan. Yesus telah memberi kita kekuatan untuk bertahan dalam derita dan kematian. Kita pun orang Kristen mestinya tak mudah berputus asa atau mengeluh, tetapi mempunyai kekuatan Iman menghadapi kesulitan.

8. Dalam kehidupan dan pekerjaan kita, tentu ada berbagai pergumulan yang kita alami, sebagai umat percaya. Kita dituntut untuk cermat dalam pekerjaan kita, kita dituntut untuk meningkatkan kinerja di instansi atau perusahaan di mana kita bekerja, meningkatkan laba. Dipaksa kerja untuk terus eksis. Kita bekerja keras, tetapi tidak mendapat promosi, sebagaimana pernah dialami seseorang yang telah lulus menjadi dirjen, tapi dicoret namanya hanya karena dia seorang kristen. Kita mengeluh sebagai karyawan yang dipersalahkan atas turunnya laba, padahal merasa bekerja para pegawai sebagai bawahan, sesuai yang diperintahkan para pimpinan. Ada juga yang merasakan bagaimana dia bekerja, kayak orang edan yang tidak kenal waktu. Sabtu Minggu masih masuk, kerja sampai larut. Rapat malam-malam. Semua turun ke jalan untuk jualan, dan seterusnya. Yang kadang-kadang keluarga menjadi terlupakan. Kita juga bekerja keras untuk anak-istri/suami, tetapi kita terluka oleh laku mereka.
- Apapun keluhan yang kita alami, yang membebani kita sebagai pekerja, sebagai anggota keluarga dan masyarakat, mari kita serahkan semua hidup kita ke dalam tangan Bapa, sebab masalah-masalah yang kita alami tidak dapat kita atasi dengan kekuatan kita, bahkan Yesus di tengah derita yang dialami, Dia menyerahkan hidupNya pada Bapa.

9. Dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, salib harus melekat dalam diri kita, sehingga orang Kristen mau berkorban untuk gereja, keluarga, masyarakat, negara, bangsa bahkan dunia. Dengan memikul salib, kebahagiaan orang kristen dengan berbuat baik terhadap sesama terus mengalir. Penderitaan tidak membuat orang yang diselamatkan berhenti berbuat baik, tetapi semakin tunduk dan patuh pada kehendak Tuhan, sebagimana dilakoni seorang ibu yang mempunyai pohon persik yang mengenaskan untuk dipandang, di pekarangan rumahnya. Pohon yang menghasilkan sedikit daun dan bunga pada musim semi, dan tak pernah berbuah sampai matang. Suatu ketika pemilik rumah hendak menebang pohon itu, namun tetangga sebelahnya yang suka bertengkar dan bergosip, suka membuat tetangganya marah, memohon untuk tidak menebang pohon itu, karena pohon itu menjadi pelindung bagi mereka saat matahari memancarkan sinarnya yang terik. Pohon itu mereka butuhkan karena melindungi mereka pada terik matahari lewat jendela yang bersebelahan dengan pohon itu. Sebenarnya pemilik pohon itu dengan mudah boleh balas dendam atas sifat yang tidak baik dari tetangga itu, namun sebagai orang kristen, dia tidak menebang pohonnya. Putri pemilik pohon itu menyaksikan, pada musim semi berikutnya pohon itu menghasilkan daun hijau yang rindang dan segar, dan bunga berubah menjadi buah yang matang, masih dan segar. Ibunya memanen pohon persik untuk pertama kalinya, membagi ke semua tetangga, bahkan mengalengkan buah itu untuk tahun berikutnya. Namun ketika tetangganya pindah, pohon itu kembali kepada habitusnya, pohon yang mengenaskan. Putri pemilik pohon persik itu menyimpulkan bahwa kebaikan yang konsisten di tengah ketidakbaikan akan bersinar dan menghasilkan buah yang manis pula.

10. Itulah yang dilakukan Tuhan Yesus untuk dunia. Dia rela mati di kayu salib untuk menebus kejahatan manusia. Dia memancarkan kebaikanNya di tengah ketidakbaikan kita. Kehidupan manusia yang semakin egois, tidak peduli dengan sesama, diambil. Oleh karena itu, melalui peringatan Passion ini, kita anak-anak Tuhan supaya berbagi dengan sesama, memikul salib, mengikut Yesus,

11. Tidak seorang pun yang ingin menderita. Yesus juga tidak mencari penderitaan, bahkan Dia berkata: ‘jika bisa, lalukanlah cawan ini dariKu!’ namum bila penderitaan itu datang, pantang Ia lari. Bila penderitaan memang adalah harga yang harus Ia bayar untuk hidup yang berarti, itu pula yang akan dibayarNya. Maka bila kita mengalami penderitaan, jangan lari, tapi serahkan semuanya kepada Tuhan, katakan: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan hidupku!’ Amin.

Selamat memasuki jumat Agung, memasuki penderitaan Yesus Kristus, Tuhan kita!

Selasa, 23 Maret 2010

Tuhan sumber segala Penghiburan

Renungan dan hasil pergumulan jemaat Tuhan yang diilhami tulisan dan kesaksian orang percaya.

- Yeremia 17,14 Sembuhkanlah aku, ya TUHAN, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku! Debbie Debora Catherina Maringka atau Debbie Wantah, yang telah beristrirahat, setelah sejak tahun 2002, dia berjuang melawan penyakit ‘ovarian cancer’. Dengan hati yang tegar, ia dapat menerima bahwa penyakitnya itu secara manusiawi tidak dapat ia hadapi untuk lebih lama lagi tapi secara iman ia telah menang. Kanker tak dapat memisahkan ia dari kasih akan Tuhan Yesus. Walau fisiknya tidak mendapat kesembuhan, tetapi kanker yang dideritanya, tidak membuatnya undur dari imannya. Ia menjadi berkat bagi orang lain hingga saat-saat akhir hidupnya bahkan setelah ia dikuburkan. Iman, pengharapan dan kasihnya kepada Tuhan tetap akan menjadi berkat bagi orang yang mengenalnya. Ia telah menerima kesembuhan dan keselamatan kekal karena dia mati di dalam Tuhan Yesus yang diimaninya.
- Nabi Yeremia dalam pergumulannya yang dialami, berdoa kepada Tuhan untuk disembuhkan dan diselamatkan. Syair ini merupakan salah satu pengakuan Yeremia. Dia meminta kesembuhan dan keselamatan, sekaligus memuja Tuhan dan mempercayaiNya. Imannya kepada Tuhan menjawab doanya dengan berkata maka aku sembuh, maka aku selamat. Mengapa Yeremia mampu menjawab doa dan harapannya? Karena dia tahu, Tuhan adalah kepujianku! Ketika Tuhan menjadi kepujian bagi kita, kita akan tahu bahwa Tuhan akan memberi jawaban indah atas doa permohonan kita. Kita akan memasuki hadirat Tuhan, melewati tirai yang begitu tebal. Debbi Wantah juga mengalami keselamatan dalam Tuhan karena mati dalam Tuhan yang diimani.
- Seorang penulis renungan harian kristen yang mendapat banyak berkat rohani dan membaginya lewat pendalam alkitab, suatu hari berhenti menulis karena anak perempuannya berumur 17 tahun meninggal dalam kecelakaan mobil. Saat menyaksikan pemakaman putrinya, dia kehilangan pengetahuan tentang Allah, tentang surga dan kasih setian Tuhan atas kehidupan mereka. Lama dia berhenti menulis. Kata-kata yang selama ini dia gunakan menopang orang lain sulit dia temukan untuk mengangkatnya dari dukacita dan penderitaan. Dia membutuhkan tangan Tuhan, membutuhkan komunitas kristiani menumbuhkan harapannya. Dukungan dan doa saudara-saudaranya membangkitkan semangatnya untuk menulis dan mendalami alkitab kembali, sampai dia memasuki tulisan Rasul Paulus dalam 2 Kor 1, 3, yg mengatakan ‘Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan’ Dia disembuhkan oleh Allah yang selalu hadir dalam kesulitan dan penderitaan kita, memberi penghiburan atas dukacita kita.
- Raja Daud juga mengalami dukacita dalam 2 Samuel 18, 33 yang menerima kabar baik, atas keadilan Allah yang menyerahkan musuhnya ke tangannya, namun secara tak terduga mengalami dukacita putranya Absalom, mati dalam perang. Dia meratapi putranya, berkerudung kesedihan, bahkan berkata, seandainya aku menggantikanmu untuk kematian itu. Dia punya harapan yang luar biasa atas putranya, tapi dia diperhadapkan pada kenyataan bahwa putranya telah tiada. Di waktu lain juga, putranya dari Betsyeba juga mati ketika bayi. Dia meratapinya, karena ia kehilangan putra mahkota. Namun setelah pemakaman, dia mandi, dia masuk pada pengampunan Tuhan dalam hidupnya sehingga boleh bergembira, sebab Tuhan mengganti ratap tangis dengan kegirangan.
- Terkadang timbul pertanyaan, Apakah Tuhan bertindak tidak adil dengan peristiwa kematian yang terjadi? Apakah Tuhan meninggalkan kita? Jika kita menderita karena sebuah kekuatan di luar diri kita, kita perlu mengasah kepekaan untuk menangkap maknanya dalam kehidupan ini. Penderitaan bukan pertanda ketidakhadiran atau ketidakpedulian Tuhan. Jika kita tidak merasakan kehangatan sinar mentari, itu sama sekali tidak berarti kekuatan matahari sudah berkurang. Awan dan hujan adalah kebutuhan kita juga. Di saat-saat semua tidak berjalan seperti kita harapkan, itu bukan pertanda kealpaan kuasa dan penyertaan Allah. Ia mengajar kita melihat karya dan pertolonganNya secara baru.
- Kita tidak dapat menduga apa yang terjadi dalam hidup kita. Kejadian yang tidak kita duga membuat kita harus terus mempercayai Tuhan, mengandalkan dia, dan mengisi hidup dengan sukacita dan pengharapan. Dalam Yakobus 4,14 dikatakan: “Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” Hanya sementara, maka mari kita mengisi kesementaraan dengan mengimani tindakan Tuhan, meski terkadang yang terjadi sesuatu di luar logika kita, yang sulit diterima akal. Kita terpanggil untuk tetap bertahan di tengah krisis yang terjadi.
- Ada kalanya kita tidak mengerti akan kenyataan yang kita alami atau kita saksikan dialami oleh orang lain. Dalam sebuah kesaksian seorang ayah yang telah merawat dan membesarkan anaknya. Setelah remaja, anak itu meninggal, dia marah kepada Allah. Dia menggugat Allah. Dia berkata, ‘kalau toh, Tuhan harus mengambilnya, mengapa Kau memberinya padaku, membiarkan aku mendidik, membesarkan, memiliki dan mengasihinya? Tuhan, engkau tidak adil. Sering sekali kita kehilangan sensifitas dalam memaknai keadilan Allah, sehingga kita mempertanyakan tindakanNya. Namun kita harus ingat apa yang dikatakan Khalil Gibran bahwa anak adalag titipan Tuhan, bukan pemilik, maka tugas orang tua, memelihara, merawat dan mengasihi untuk dipertanggung jawabkan, ketika ia kepada pemilik kita tidak akan menggugat Allah, tetapi memuji Tuhan seperti Ayub.
- Kita tahu, bahwa Ayub adalah seorang yang luar biasa memaknai kasih Tuhan ketika mengalami dukacita. Dia kehilangan semua hartanya dan ke-10 putra/i meninggal ditimpa angin puting beliung dari 4 penjuru mata angin. Dia dapat menerima kejadian itu sebagai bagian dari kehidupan manusia, walaupun setelah kematian anak-anaknya, dia menjadi kehilangan kekuatan. Dia mengoyak jubahnya, mencukur rambutnya, sujud dan menyembah dan berkata katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (1,21). Ini kesimpulan dari kedasyatan yang dialaminya, sehingga dia bisa kuat dan tenang melawan semua godaan yang mengajak dia meninggalkan Tuhan. Kesimpulan dari penderitaanNya adalah memuji Tuhan, karena Tuhan punya rencana yang indah dibalik semua peristiwa yang dialami manusia. Seperti Abaraham yang melangkah dengan pasti menuju masa depannya, karena Dia tahu, Tuhan tidak akan mencelakakannya, Tuhan telah mempersiapkan segala yang dia perlukan, termasuk domba sebagai pengganti Ishak (Kej 22,13) menjadi korban bakaran. Tuhan merancang masa depan yang penuh harapan bagi orang percaya padanya (Yeremia 29,11).
- Di tengah aneka pertanyaan yang mungkin memenuhi benak kita, mari kita lihat semua peristiwa kehidupan dalam kerangka kasih sayang Tuhan. Jika kita menderita bukan karena kesalahan kita, kita perlu bersabar sambil terus berseru minta tolong kepada Tuhan. Jika kita menderita karena kesalahan kita, kita harus kembali. Kita harus berubah, sambil tetap berseru meminta pertolongan Tuhan. Allah yang mendengar teriakan minta tolong umat Israel karena penindasan di Mesir (Kel 3:7) maupun penderitaan karena kekerasan hati mereka (Nehemia 9:27) adalah Allah yang sama, yang mendengar seruan kita hingga hari ini.
Terakhir, seorang guru menyaksikan tentang muridnya yang gagap yang setiap malam pesta tahunan selalu berperan sebagai mb (manusia bisu), suatu waktu meminta kepada sang guru supaya diberi peran sebagai mb, bukan manusia biu tapi manusia berbicara. Guru itu tidak tahu peran apa yang harus diberika padanya, sampai dia menemukan ide untuk memberinya kesempatan membaca puisi. Guru mencari puisi yang mudah dicerna dan diucapkan sang murid, namun tidak menemukannya. Akhir dia menciptakan sebuah puisi yang mudah dengan mengusahan huruf yang sulit diucapkan. Lalu dengan giat si murid berlatih dengan gurunya. Pada malam pesta sekolah, ketika pembawa acar mencurigai dia tidak mampu, dia membacakan puisi dengan penyampaian yang baik. Peristiwa ini sangat menakjubkan semua penonton yang sudah mengenalnya sebagai pemeran mb (manusia bisu). Hal yang kita lihat adalah, jika kita keluar dari masalah yang kita hadapi, kita memfokuskan pandangan kita pada salib Kristus, maka kita akan menang melewati penderitaan itu, kita akan bersuka cita di bali derita yang kita alami, sebab Tuhan hadir di saat kita terluka, dia menopang dan menolong kita (Mzm 54,6).
Peristiwa-peristiwa bersama dengan Tuhan memampukan kita bisa mengatakan bahwa Allah tidak berubah. Dia tetaplah Bapa surgawi yang penuh kasih, "Allah sumber segala penghiburan" (2 kor 1,3). Dia tetap Allah yang menjadi sumber harapan saat menghadapi dukacita yang tak terduga. Dia akan menyembuhkan luka-luka kita dan memberi keselamatan bagi jiwa kita, karena Dialah kepujian kita. Amin.

Rabu, 10 Maret 2010

Yesaya 54, 7-10

‘Konsistensi dari Kesetiaan’
1. Pengarang Christmas Carol, Charles Dickens, mencapai keberhasilan dengan perjuangan panjang. Dia sering mengalami kejang perut karena rasa lapar yang melilit. Agar bisa makan,pada usia 10 tahun dia bekerja di gudang kumuh yang banyak tikusnya untuk menempel label botol, sementara Ayahnya, mendekam di penjara. Di loteng atas dia tidur, suatu tempat yang jauh dari nyaman bersama dua orang temannya, anak jalanan. Di tempat kumuh itu, dia bercita-cita jadi penulis, diam-diam hasil tulisan dia poskan pada malam hari agar tidak ditertawakan. Beberapa kali tulisannya ditolak, sampai suatu ketika tulisannya dipublikasikan tanpa dibayar. Tulisannya membawa perubahan baru, sang editor menyemangatinya untuk terus berkarya, sampai dia mencapai sukses yang besar.
2. Dalam hidup ini, banyak penderitaan yang kita alami, bila kita punya semangat dan pengharapan, kita akan terus berjuang keluar dari penderitaan. Bila kita putus asa, maka kita mencari jalan pintas. Menurut penelitian, karena tekanan ekonomi yang semakin berat, semakin banyak pula orang yang bunuh diri, karena melihat hidup sebagai kepahitan.
3. Bangsa Israel juga mengalami kepahitan di pembuangan Babel. Mereka terbuang karena berpaling kepada berhala. Penderitaan yang mereka alami, jelas terlihat oleh Allah, maka firman Tuhan disampaikan oleh Yesaya dalam kerangka melihat sukacita di balik derita yang mereka alami. Dosa yang memisahkan mereka dari Allah, di mana Allah sangat murka dengan kehidupan berhala mereka. Allah memelihara dan mengontrol bangsa itu, tetapi dosa memecahkan hubungan baik Allah dengan manusia, sehingga Allah marah dan membuang mereka. Dia menyembunyikan wajahNya, sebab Dia kudus. KemurkaanNya seolah-olah meninggalkan bangsa itu, tetapi hanya sesaat lamanya, kemudian Dia mengambil kembali, mengumpulkan anggota-anggota yang berserakan.
4. Kasih setia Allah selalu mengalir menuntun dan memelihara hidup manusia. Jika kita mengalami penderitaan, kita merasa Tuhan seolah-olah meninggalkan kita. Tuhan selalu mengontrol kita, walau kita berjalan di jalan yang salah. Dia murka dan memalingkan wajahNya oleh kejahatan kita, tetapi konsitensi kesetiaanNya mengalahkan rasa murka Allah, sehingga kita diajak kembali padaNya. Kesetiaan Allah melampaui segala luka derita kita, maka janganlah kita diam dalam penderitaan itu, tetapi keluar dengan terus semangat dan berharap atas kasih setiaNya.
5. Baru-baru ini saya membaca sebuah berita tentang seorang pemuda berusia 20 tahun mengalami tabrakan dan koma selama 23 tahun. Selama masa koma, ibunya tidak berhenti menanamkan pengharapan dalam imannya, bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dia juga tidak pernah berhenti berkomunikasi dengan anaknya, walau hanya komunikasi satu arah. Dia selalu membisikkan kata-kata, bagaimana ibunya sangat mencintainya, menceritakan apa yang dialami ibunya dan mengatkan bahwa akan terus hidup. Suatu ketika, ayahnya meninggal, si ibu berlari ke rumah sakit dan memberitahukan di telingan anaknya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Ibu itu juga tidak pernah bosan merawat anaknya, melap tubuhnya, memberi juice dan semua kebutuhan anaknya. Setelah 23 tahun, pada usia si ibu 73 tahun dia melihat anak itu menggerakkan tangannya. Anak telah sadar, si ibu membawanya ke tempat terapi. 3 tahun kemudian anak itu dapat berkomunikasi lewat computer untuk mengingatkan semua temannya bahwa dia masih hidup, belum mati. Suatu hari dia menulis untuk ibunya, ‘ ibu maafkan aku, bahwa aku tidak dapat menemanimu, ketika ayah meninggal dunia’. Ibunya menangis. Walapun waktu itu telah berlalu, tapi itu menjadi bukti, bahwa apa yang dibisikkan di telinga anaknya, semua dia dengar dan ketahui.
6. Pengharapan akan masa depan yang baik, adalah janji kesetiaan Tuhan pada umatNya (29,11). Dia tidak akan mengulang air bah terjadi, meski manusia terus hidup dalam ketidakbenaran. WajahNya tidak akan dipalingkan dari kita, supaya kita boleh menikmati kebaiakan Tuhan. Allah tidak akan murka lagi atas ketidaksetiaan kita, tetapi mengutus hambaNya memberi keselamatan pada kita. Maka ketika derita melanda kita, jangan berhenti berharap, jangan berjalan di tempat itu, keluarkan dirimu dari derita, terus bermimpi, sebab Allah selalu menyertai hidup kita.
7. Janji tanpa air bah adalah bukti terjadinya zaman baru, di mana kita dibebaskan dari murkaNya, dan mengajak kita kembali ke rumah kebenaran. Janji itu, diikuti sumpah, dimana yang dijanjikanNya tidak akan mengalami perubahan sampai selama-lamanya, sebagaimana Allah bersumpah kepada Abraham untuk memeberikan tanah Kanaan (bnd Yosua 1,3). Janji Tuhan akan memberi damai sejahtera, di mana kutuk ditarik kembali. Tidak ada kutuk atau murka, telah diganti dengan damai sejahtera, penuh sukacita. Perjanjian ini tidak dilakukan dua pihak, melainkan hanya dari pihak Allah yang menyatakan kasih setiaNya yang tak akan berkeseudahan. Dengan janjiNya, maka umatNya akan selalu dalam lindungan kasihNya. Walaupun gunug beranjak dan bukit bergoyang, tetapi kesetiaan Tuhan tidak beranjak dari umat Israel. Janji damai ini dikatakan kepada Isreal, tetapi terbuka luas kepada semua umat manusia, temasuk kita pada zaman ini, karena perjanjian pada Nuh menyangkut keseluruhan hidup di bumi.
8. Kita menjadi umat pilihanNya. Dia memberi Yesus Kristus, ganti dosa kita. Murka Allah tidak datang lagi, kutuk telah diganti dengan damai. kesetiaanNya kekal selama-lamanya. Itu berarti, penderitaan yang kita alami di dunia, tidak seberapa dibanding kesetiaan yang dijanjikanNya, oleh karena itu, seperti nama minggu kita, yaitu minggu letare = bersukacitalah! Dimana kita diajak untuk selalu bergembira. Meski kita kehilangan suami/istri atau anak, di PHK, tidak dapat pekerjaan dan jodoh, ditekan secara perekonomian, susah karena anak-anak, ketidakanyamanan tinggal dan beribadah, dan lain sebagainya, tetaplah bergembira di dalam Tuhan, sebab kesetiaan Tuhan selalu mengikuti kita sepanjang masa. Dia akan membuka jalan, dan memberi solusi atas masalah yang kita hadapi, oleh karena janji setiaNya. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan bersyukuri, mengisi dengan sukacita.
9. Bila kita terjerat duka, mari kita keluar, dari duka itu, jangan tertanam di dalamnya, yang dapat membuat kita kehilangan semangat dan daya juang. Keluar dari penderitaan, hidup dalam pengharapan, bersyukur akan segala hal, karena Kristus yang mati dalam derita panjang, dibangkitkanNya untuk membawa masa baru dalam hidup kita, masa di mana kematian akan digantikan dengan kehidupan kekal.
10. Rasul Paulus dalam epistle kita minggu ini juga menyaksikan bagaimana dalam penderitaan dia dapat bersukacita ( 2 Korintus 1, 3-7). Kesaksian ini menunjukkan bahwa mengalami penderitaan, tidak membuatnya berhenti berkarya. Apakah dia berhenti bersyukur dan bersukacita? Tidak. Dia tidak kehilangan rasa syukur dan sukacita, karena dia telah memaknai hidup bersama Tuhan. Pemaknaan ini menguatkannya memberi penghiburan pada orang-orang yang menderita. Dia dapat memahami kepahitan yang dialami manusia, namun tidak membuatnya lemah, sebab penderitaan, semakin menguatkannya menyuarakan kesetiaan Tuhan yang memberi Kristus sebagai tumbal dosa kita. kesetiaanNya di dalam Kristus, meneguhkan iman percaya kita melewati puncak yang menghancurkan, namun tidak pernah hancur, sebab kasih setianya bersama kita.
11. Allah kaya dengan rahmat, dia memberi diri dalam Yesus Kristus, membuka mata yang buta, yang lumpuh berjalan, yang bisu bicara, yang mati hidup, yang jatuh diangkat, yang gagal dipulihkan, yang sakit disembuhkan, yang menangis, air matanya dihapuskan, yang menderita,dihiburkan, yang berduka, disukakan, yang berdosa diampuni. Itulah Allah kita. Bila derita menekan, dan bebanmu berat, Allah tahu semua itu. Mungkin kita berpikir Allah meninggalkan kita dan memalingkan wajahNya dari kita, tetapi Dia ada diantara kita, dia terbuka secara luas kepada semua suku bangsa (luka 4, 19), Dia memberkati orang-orang yang bersukacita dalam pengaharapan. Dia mengikat diriNya dengan suatu perjanjian baru, dengan darah perjanjian, di mana dalam darah itu ada pengampunan, yang membawa langkah kita menuju kekekalan dan menata hidup kita setia melewati hidup kita yang sementara. Amin.

Jumat, 05 Maret 2010

Yohanes 2, 1-10

Mujizat Yesus yang Pertama: ‘Air Diubah Menjadi Anggur’

1. Suatu waktu, saya pernah mengikuti pesta perkawinan. Sebuah pesta besar di gedung terbesar di kota itu. Pada pesta itu, hampir setengah undangan tidak makan, karena kurang makanan. Di situasi yang memalukan itu, banyak dari undangan yang memukul-mukul piring dengan sendoknya utuk menunjukkan bahwa makanan kurang, bahkan ada yang memberi envelope kosong dengan menulis, ‘karena kami tidak makan’, uang kami pakai untuk membeli makan.
2. Ketika ada orang mengalami kekurangan, biasanya manusia sering mempermalukan dan menunjukkan kekurang orang tersebut. Kita merasa bangga jika orang lain tahu akan kekurangan seseorang. Tetapi lain halnya dengan Maria, ibu Yesus yang hadir di sebuat pesta perkawinan di Kana. Dia menuntup kelemahan dari yang punya pesta dengan menceritakan masalah yang dihadapi di pesta tersebut.
3. Di sebuah kota kecil di Kana, sekitar 9 km dari selatan Nazareth, di Galilea, ada sebuah pesta kawin. Pesta perkawinan, merupakan pesta sukacita, dan pesta persekutuan, sehingga pesta kawin biasanya dirayakan selama 7 hari atau seminggu penuh. Dengan waktu yang begitu lama, tentu sangatlah membutuhkan makanan dan anggur yang banyak. Kemungkinan bisa kurang, untuk orang miskin dan pekerja keras, rata-rata penduduk kota itu. Tanpa anggur di suatu pesta kawin bagi masyarakat Kana, mengakibatkan pengantin akan dipandang, dengan sangat hina. Ketika terjadi kekurangan anggur di pesta kawin itu, Maria, ibu Yesus yang ada di pesta itu, merasa terbeban, lalu mendatangi Yesus yang juga hadir sebagai undangan, dan menjelaskan kejadian tersebut. Maria tahu bahwa Yesus mampu memberi jalan keluar atas masalah yang dihadapi di pesta itu
4. Menanggapi persoalan yang terjadi di pesta itu, Yesus berkata pada Maria dalam ay. 4: Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." Yesus menyebut Maria sebagai perempuan (women: Yunani: Gunai). Sebutan ‘perempuan; bukan ibu, kemungkinan menunujukkan hubungan baru antara mereka (umat) dengan Dia sebagai pelayan. Bukan dalam konotasi negatif. Jadi Yesus bukan tidak menghormati ‘ibu;nya, tetapi untuk menjelaskan bahwa Yesus bukanlah ‘anak’ Maria, yang dapat berbuat apa saja dan kapan saja. Yesus tahu kapan harus bertindak dalam menyelamatkan orang yang mengalami kesusahan. Jadi, tidak ada intervensi dalam tugas penyelamatan yang diembanNya. Disamping itu, Yesus juga menunjukkan bahwa tindakanNya dikontrol oleh BapaNya, di mana Dia tidak bertindak di luar rancangan Allah, sehingga Dia menyebut, ‘saat-Ku belum tiba.
5. Dalam hubungan kita dengan Tuhan, sering kita memaksa Tuhan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita. Tapi jawaban Yesus pada Maria, mengajar kita, bahwa Tuhan tahu kapan bertindak, Tuhan tahu menjawab persoalan yang kita hadapi tepat dan indah pada waktunya.
6. Maria memahami ke-siapa-an Yesus. Dia menerima pernyataan Yesus, tidak tersinggung atau gusar dengan respon Yesus. Dia justru mengatakan pada para pelayan untuk melakukan apa yang diperintahkan Yesus. Pelayaan itu diminta untuk membangun kerjasama dengan tunduk pada perintah Yesus, karena Dia akan bertindak segera. Maria tidak tahu kapan waktu melakukan mujizat, tapi Maria tahu bahwa Yesus adalah Mesias. Maria mengenal kemampuan dan kuasa Yesus, karena Yesus adalah Putra Allah, di mana Dia tidak akan membiarkan ciptaanNya menerima penghinaan karena kemiskinan. Maria juga tahu, bahwa Yesus akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pengantin itu. Oleh karena itu, Maria tidak mempersoalkan kata-kata Yesus, tapi sebagai perempuan, sekaligus ibu, dia tahu bahwa Yesus adalah manusia yang punya kepedulian menyelamatkan manusia dari rasa malu. Maria menunjukkan imannya pada Yesus.
7. Inilah perbedaan kita dengan Maria, di mana kita mudah tesinggung jika kita menerima respon yang tidak sesuai dengan keinginan hati kita. Saya mengenal seseorang yang pindah dari gereja tertentu karena pelayan gereja itu terlambat membesuk anggota keluarganya yang sakit. Kita ingin melihat orang lain segera menjawab masalah kita, cepat melakukan tugasnya. Jika tidak kita akan marah dan tersinggung dengan kinerja mereka. Iman Maria melatihnya untuk sabar menanti pertolongan Tuhan.
8. Iman Maria dijawab Yesus dengan memerintahkan para pelayan, mengisi air penuh ke tempayan-tempayan yang ada di sekitar itu. Tempayan itu, adalah tempat air untuk membersihkan kaki para tamu sebelum masuk rumah dan mencuci tangan sebelum makan, sesuai dengan tradisi Yahudi. Yesus bertindak, ketika waktuNya telah tiba, dan tindakan Yesus tidak pernah terlambat. Ketika tempayan itu penuh, Dia memerintahkan pelayan mencedok dan memberi pada pimpinan pesta. Kejadian yang luar biasa terjadi, pengantin mendapat pujian dari pemimpin/ pembawa acara, di mana dia mengeluarkan anggur terbaik di akhr pesta, ketika cita rasa sesorang telah tumpul terhadap rasa anggur karena sudah banyak minum. Yesus memberi anggur yang terbaik, yang rendah alkohol. Dia memberi TIROSH (anggur segar yang diperas dan diendapkan di tandan tanpa fermentasi) bukan MUST (Wine) yang mempunyai kadar alkohol. Yesus memberi yang terbaik bagi orang yang diaksihiNya, bahkan diriNya diberi untuk mengeluarkan manusia dari maut dan kematian. Peristiwa air menjadi anggur, adalah mujizat pertama yang dilakukan Yesus. Peristiwa di mana orang yang lemah dikuatkan, yang hampir dihina dipuji.
9. Diundang ke suatu pesta merupakan penghormatan bagi seseorang, maka undangan hendaknya menunjukkan keramah-tamahan, karena keramahtamahan adalah tugas suci. Undangan mendukung yang punya pesta dan ingin menolong, sehingga ketika terjadi kekurangan dalam pesta, undangan berusahan menolong, tidak merugikan atau mempermalukan yang punya pesta. Yesus menolong keluarga yang hampir dipermalukan, Dia memberi jalan keluar bagi orang yang berkesusahan. Dia menunjukkan cinta kasih bagi masyarakat hina untuk dipermuliakan di hadapan Allah.
10. Pesta di Kana adalah pesta orang-orang sederhana, pesta di mana Allah menyatakan kuasaNya dengan menolong orang lemah. Maka undanglah Yesus dalam setiap pergumulanmu, hadirkan Dia dalam kesusahanmu, maka jalanMu akan terbentang luas, karena Allah ambil bagian dalam masalah yang kita hadapi. Allah tidak pernah membuat kita kecewa. Apapun masalah yang kita hadapi, jika bertemu dengan Yesus, bergaul akran denganNya, kita akan merasa nyaman dan terbebaskan, karena Allah mampu membuat yang tidak ada menjadi ada, Dia sanggup menolong dan memberkati kita, Dia memberi labih dari apa yang kita minta, karena Dia tahu apa yang kita butuhkan. Dialah penolong dan perisai kita, gantungkanlah hidupmu pada pertolongan tanganNya yang kuat (bnd. Mzm 115, 9-15), karena pertolongan yang dibawa Kristus ke hidup orang yang takut padaNya, memberi kita sukacita yang melimpah, sampai ke pada anak-cucu ditambahkanNya berkatNya. Amin.