Selasa, 24 Februari 2009

Mazmur 25, 1-7 "Jangan mengingat dosaku, tapi ingatlah kasih setiaMu'

Khotbah Minggu, 01 Maret 2009
1. Ketika persoalan menimpa pemazmur, maka persoalan itu menjadi titik berangkat baginya untuk menyakini Tuhan, bahwa persoalan tidak lebih kuat menguasai diri pemazmur. kepadaMu, ya Tuhan...semakinmemperteguh keyakinannya akan kekuatan kasih Allah.
2. Pergumulan karena persoalan dihubungkan dengan pertobatan. Fase baru muncul menyongsong masa depan bersama Tuhan. Pemazmur mengalami beban karena dosa masa lalu, sehingga masa kininya menjadi moment untuk mengakui dosa-dosa masa lalunya, sehingga masa kini menjadi masa pengampunan dari Allah agar depannya cerah dalam kasih setiaNya.
3. DR Martin Luther ketika hendak memulai gerakannya untuk mereformasi agamanya, dia mengawali dengan berpuasa di kamarnya. Pada masa puasa tersebut, ketika dia ingin menyerahkan seluruh pergumulannya pada Tuhan dan dengan tekun mengikut Tuhan, tiba-tiba iblis datang menulis seluruh daftar dosa masa lalunya. Luther berkata; ‘semua daftar itu benar dosaku’, tetapi dia berkata dengan tegas: ‘pergilah wahai iblis, sebab dosa-dosaku yang banyak itu tidak lebih besar dari kasih setia Tuhan yang kuterima dalam hidupku!’ keyakinan akan pengampunan Tuhan atas dosanya, membuatnya menjadi meu diperbaharui. Dosa-dosanya tidak membatasi ruang geraknya untuk memformasi ulang kebenaran dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Dosa tidak membuatnya berhenti melakukan yang baik. Selama mash ada harapan untuk masa depan maka seseorang akan kuat menjalani masa kininya.
4. sering sekali kita gagal berbuat baik, karena kita merasa tidak layak untuk melakukan kebaikan. Karena kita tidak menyakini bahwa Tuhan mengampuni kita. Kita selalu merasa bahwa lebih mudah Allah mengampuni dosa kita dibanding kita mengampuni dosa kita. Lebih mudah kita mengampuni dosa orang lain,daripada kita mengampuni dosa kita. Hal ini sering terjadi bagi masyarakat Batak, dalam marga tertentu, ada yang menyakini bahwa marga mereka tidak maju, karena terkutuk oleh dosa leluhur mereka. Maka marga itu membuat badah khusus mohon pengampunan atas dosa masa lal leluhur mereka. Dan itu menjadi titik berangkat mereka menjadi diubah oleh pengampunan dari Tuhan. Pengampunan dengan Kristus yang mati bagi dunia telah berjalan terus menerus, tetapi kita tidak mengampuni dosa masa lalu kita karena kita masih melihta berkat itu terjadi karena telah bersih. Manusia sering mengambarkan Allah seperti yang dia pikirkan, padahal Allah tidak membatasi berkat hanya bagi orang yang baik, sebab Allah memberi hujan dan matahari pada yang baik dan yang jahat. Saya selalu tidak setuju jika ada pendoa yang berkata pada akhir doanya: ‘ampunilah dosa kami supaya tidak terhambat berkatMu bagi kami’. Berkat Tuhan tidak dapat dihambat oleh apapun karena kasih setiaNya memlampaui dosa kita. Cuma yang menjadi persoalan, kalau ada orang yang tidak sadar bahwa dia berdosa, sehingga selalu merasa benar, dan biasa orang seperti ini sulit diperbaharui dan sulit menerima perubahan.
5. Maka dalam Mazmur 25 ini, sebagai doa pribadi kepada Tuhan, yang disebut juga kumpulan mazmur Daud menyerahkan diri pada Tuhan sambil mempercayai kuasa Tuhan atas dirinya. Doa ini juga merupakan kesadaran pemazmur akan dosanya. Daud selalu diikuti dosa masa lalunya, sehingga menjadi sulit menerima rahmat Tuhan. Tetapi ketika dia sadar akan kasih setia Tuhan yang besar, dia menjadi lebih ringan lebih segar dan leboh muda seperti burung rajawali dalam memasuki persoalan baru.
6. Perjumpaan dengan Tuhan adalah standart tertinggi dari pertobatan. Ketika seseorang berjumpa dengan Tuhan, maka hal itu menjadi sangat penting karena dengan perjumpaan tersebut seseorang mampu menyadari keberadaannya. Sadar dan mengakui dosanya, sekaligus dalam hubungan yang mesra dengan Tuhan membuatnya yakin bahwa kasih setia Allah melebihi segala dosanya.
7. Dalam ay. 1-3 : Pemazmur mengaku percaya kepada Allah. Dalam Kepercayaan itu ia menyerahkan hidupnya pada Allah sebagai penegasan imamnya. Kepercayaan itu diungkapkan dalam tiga bentuk yaitu : kuangkat jiwaku... (ay.1), suatu penyerahan diri kepada Tuhan bahwa dia mempercayakan hidupnya pada Tuhan. Mengangkat jiwa adalah menyerahkan secara total kehidupannya pada yang dia yakini sebagai gunung batu dan kekuatannya. Maka ketika seseorang mengangkat jiwanya pada Tuhan, dia menjadi punya keberanian untuk memohon perlindungan agar janganlah kiranya ‘aku’ mendapat malu, supaya musuh-musuh tidak beria-ria atas aku (ay. 2); dan (ay. 3), dalam iman ia menanti-nantikan Tuhan. Berharap kebaikan Tuhan membawanya pada kehidupan dan masa depan yang cemerlang.
8. Bagian ini merupakan doa pengakuan atas kasih setia Allah bagi orang yang percaya padaNya, sehingga orang yang menanti-nantikan/mengharapkan (kata kerja Qawah) pertolongan Tuhan akan selamat hingga masa depannya terbuka. Istilah Mary Clarie Barth; seperti malam menantikan pagi, buruh menantikan upah atau petani menantikan buah pohon yang dipeliharanya. Tidak mungkin Allah yang luar biasa dalam kesetiaan tidak mengangkatnya menjadi orangNya, tidak mungkin musuh akan berlaku sewenang-wenang pada orangNya. Kuangkat jiwaku.... sebagai kepastian iman akan kasih setia Allah.a
9. Dalam ay. 4-5 : Ditengah penderitaan dan ancaman musuh yang dialaminya, pemazmur meningkat dari sekedar mengakui dan memasrahkan diri, masuk pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu ingin tahu maksud dan jalan Tuhan. Dia meminta agar Tuhan berkenan memperkenalkan jalan dan maksudNya atas kehidupan pemazmur. Perkataan ini juga pernah terjadi pada Musa di padang gurun; “beritahukanlah jalan-jalanMu... (ay. 4). Dengan menunjukkan jalan Tuhan, memungkinkan pemazmur hidup dengan benar, karena mengetahui lebih baik jalan kehidupan bahwa Tuhan adalah penyelamat, penuntun ke jalan yang benar; ‘jalan rata’ (bnd. Mzm 16, 11). Dengan demikian dia tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, jalan yang penuh kebenaran dan keadilan.
10. Ay. 6-7 : Ada dua fakta yang terjadi pada pemazmur, yaitu rahmat atau kasih setia Tuhan yang datang dari luar dirinya, yang ditunjukkan pada umat sejak dahulu kala sampai selama-lamanya (olam), dan dosa yang dilakukan pemazmur pada masa muda yang jika tetap diingat oleh Tuhan akan membuatnya rapuh dan tidak kuat menjalani hidupnya. Maka pemazmur memohon agar Tuhan tidak mengingat dosa masa mudanya tapi biarlah Tuhan mengingat kasih setiaNya, agar hidupnya sebagai orang berdosa ditentukan sesuai dengan yang ditentukan menurut kebaikan Allah.
11. Pengampunan adalah cara masuk pada kebenaran Allah. Tidak ada kekuatan apapun dari manusia yang dapat membuatnya boleh menjadi orang benar di hadapan Allah, oleh karena itu hiduplah menurut ajaran/jalan Tuhan, dalam tuntunan RohNya, sehingga mengerti jalan-jalanNya, mengerti kebenaran Allah. Amin.

Jumat, 20 Februari 2009

Markus 8, 31-38 :"Menyangkal diri, Memikul Salib dan Mengikut Yesus"

1. Sebuah nyanyian dari BE (Buku rohani berbahasa Batak) mengatakan: ngalut ni ngolungki di portibion, parsahiton, sidangolon jambarhi o hajolmaon, di portibi on, di portibi on. Lagu ini menggambarkan bahwa hidup di dunia adalah penderitaan. Berjalan bersama Yesus, tidak menjamin kenikmatan dunia, itu sebabnya Yesus menjawab pernyataan orang yang mengatakan “aku mau ikut kau” dengan jawaban yang keras, “serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tapi anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalanya” (Luk 9, 58).
2. Meskipun tidak ada jaminan secara duniawi bagi yang mengikuti Yesus, tapi Yesus menolong kita dari penderitaan, sebab karena dosa kita, Allah menahan rasa nyeri, menderita dan bertahan untuk membawa manusia ke dalam kehidupan yang benar. Ungkapan yang digunakan bahasa Inggris lama disebut long suffering, penderitaan yang panjang, atau yang lazim disebut kesabaran. Kesabaran sebuah bentuk penderitaan. Jürgen Moltmann, di dalam bukunya, The Crucified God, mengatakan bahwa "The cross is not and cannot be loved. Yet only the crucified Christ can bring the freedom which changes the world because it is no longer afraid of death." Moltmann menegaskan bahwa kebebasan dari dosa yang kita rasakan itu harus didahului oleh salib. Penderitaan manusia berakhir dalam salib Kristus.
3. Pengalaman penderitaan inilah yang diajarkan Yesus pada murid-muridNya. Menderita, ditolak bahkan dibunuh. Dalam keadaan dunia seperti ini sulit sekali untuk menerima pemberitaan Firman Tuhan tentang salib atau penderitaan. Maka Petrus pada zamannya pun menolak penderitaan itu, sehingga ia menarik Yesus keluar dari kumpulan itu dan menegorNya. Yesus menanggapi sikap tersebut dengan mengatakan, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Yesus hendak mengatkan bahwa Allah mempunyai perspektif yang berbeda dengan manusia.
4. Di tengah kehidupan ini, banyak orang yang menolak penderitaan, tidak ingin bersama Yesus yang menderita, tapi mau menikmati berkat yang melimpah dari Yesus yang menderita. Saya teringat sebuah cerita yang tidak tahu darimana sumbernya. Menurut cerita tersebut, bahwa di sebug desa ada tradisi, bahwa jika seorang pemuda hendak melamar seorang gadis, akan membawa seekor kerbau tambun yang tanduknya lurus menjulang ke atas. Jika kerbau ini diterima, itu berarti bahwa lamarannya diterima. Ketika seorang pemuda pulang dari desa itu tanpa seekor kerbau, semua anggota keluarga bersorak menyambut pemuda tersebut. Tapi mereka heran karena wajah pemuda itu muram. Mereka bertanya, ‘mengapa muram, bukankah lamaranmu telah diterima?’ pemuda itu menjawab, ‘lamaranku tidak diterima, tetapi kerbauku diterima’.
5. Demikianlah kita memahami Yesus. Kita menolak menderita, tapi kita menerima pemberiaanNya. Bahkan kita sering muncul sebagai pembela Tuhan, seperti Petrus agar berlalu rasa pedih dari kehidupan Yesus. Pada kategori ini, banyak yang menolak ajaran Yesus, tentang penderitaan, apalagi jika harus hidup memikul salib. Itu sebabnya akhir-akhir ini, trend bagi warga jemaat mendengar khotbah bermuatan kesuksesan, sukacita, suatu teologia yang membawa pada masa depan yang cemerlang bukan pada jurang penderitaan. Muncullah badut-badut mimbar, pengkhotbah yang laris karena khotbahnya lucu dan menghibur serta penuh dengan janji-janji kesuksesan secara materi. Jemaat hanya disuguhi cerita yang membuat terpingkal-pingkal karena jemaat sudah bosan menderita, mereka perlu penghiburan.
6. Ketahanan, kesabaran atau long suffering sudah mulai memudar dari diri manusia dewasa ini, tidak lagi bertahan dengan yang sulit dicapai, semua ingin serba cepat, tidak mau capek lagi. Perkembangan tekhnologi yang semakin canggih membuat manusia lebih suka yang instan daripada alami, instan membuat kurang ketahanan. Ingin cepat kaya, halalkan segala cara, bosan kalau harus memulai dari awal. Tanpa sadar manusia sudah menikmati yang instan, tidak mau berjuang, padahal Yesus mengatakan itu iblis.
7. Tidak hanya manusia atau warga gereja yang tidak punya daya juang, bahkan Yesus pun ‘diajak’ untuk tidak mau menderita. Petrus yang mewakili murid-murid Tuhan Yesus pun kecewa dan menolak ketika Tuhan Yesus memberitahukan bahwa Ia harus menempuh “jalan salib”. Mereka tidak mengerti mengapa Tuhan-Nya mau membiarkan diri-Nya menanggung sengsara dan menderita serta rela mati di atas kayu salib. Cara kematian yang dianggap hina dan terkutuk.
8. Di saat dunia mencari Mesias politik dan siap memberi kuasa dan wibawa untuk memerintah, tetapi Allah datang dalam diri Yesus sebagai Mesias yang menderita. Tentu Petrus merasa malu dengan kenyataan ini, sehingga mencoba membujuk Yesus agar undur dari salib. Tetapi Yesus memarahinya dengan mengatakan ‘enyahlah iblis!’ Betapa para murid terbungkus dalam pengharapan-pengharapan kemuliaan yang melampaui penderitaan di depan. Disinilah letak kurangnya pemahaman dan pengenalan serta kegagalan mereka dalam mengikut Yesus.
9. Penderitaan; via dolorosa tidak hanya berlaku pada masa Yesus, tapi juga pada masa kita, di abad modern ini. Bila Yesus mengatakan pada muris-murid, itu juga perkataan buat kita pada saat ini, bahwa "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (ay. 34).
10. Ada yang tiga syarat menjadi pengikut Yesus: Menyangkal diri, Memikul Salib dan Mengikut Yesus. Ini syarat tapi bukan paksaan. Pengambilan keputusan harus dengan konskwensi. Kata ‘yang mau’ berpadanan dengan kerelaan. Bila telah rela maka harus melakukan ketiga hal tersebut. Jadi ikut bukan supaya kaya, supaya sukses, supaya terberkati, tapi ikut perlu penyangkalan diri; merendahkan hati, meniadakan keberadan kita untuk kehidupan orang lain. Penyangkalan diri merupakan sebuah sikap yang diwujudkan dalam sebuah tekad, keinginan, dan keberanian diri, untuk tidak lagi melakukan atau menghadirkan dalam benak pikiran maupun isi hati, berbagai perilaku atau pola pemikiran yang hanya ingin menyenangkan hati atau diri sendiri. Menyangkal diri melampaui diri sendiri untuk siap berkorban bagi yang lain
11. Itulah yang dikatakan oleh seorang teolog Jepang Kosuke Koyama dalam bukunya ‘tidak ada gagang pada salib’, bahwa mengikut Yesus, berarti berjalan di salib. Salib bukan tas, rantang makanan atau ember yang punya gagang dan bisa ditenteng, tapi salib tidak punya gagang harus dipikul, maka ikut Yesus bukan berarti jalan kita menjadi mulus tanpa penderitaan, sebaliknya salib adalah penderitaan.
12. Seraya kita melintasi jalanan panjang menuju surga, kita memikul salib kita. Kita tidak mungkin memikul salib sambil korupsi, sambil menghalalkan segala cara. Coba kita bayangkan, jika kita memikul salib, di tengah jalan karena lelah kita memotong sedikit, lalu kemudian kita potong maka pada akhir perjalanan kita yang kita pikul bukan lagi salib, tapi hanya potongan kayu. Tentu kita tidak ikut masuk ke pesta sukacita tanpa salib yang utuh, tanpa salib yang tak bergagang.
13. Tak seorangpun yang yang dapat menyelamatkan nyawanya sendiri, tetapi yang kehilangan nyawa karena injil, karena konsisten di jalan salib akan mendapatkan nyawa itu, karena yang punya nyawa kita adalah Allah dalam diri Yesus yang menderita untuk kehidupan kita.
14. Selamat menderita bersama Yesus, selamat berjalan di jalan salib, Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Rabu, 18 Februari 2009

Edith Stein, Hillary dan Perempuan berkalung Sorban

Ini kisah tentang tokoh perempuan yang muncul di belahan bumi yang berbeda dengan latar belakang sosio-budaya, agama dan pendidikan yang berbeda. tetapi punya tujuan yang sama, membebaskan perempuan, menolak tradisi, ajaran atau anutan yang mengekang masa depan dan karier perempuan. Edith Stein adalah yang lahir dari keluarga Yahudi Ortodok pada hari Yom Kippur, hari pertobatan Yahudi, tahun 1891. Dia dididik secara tradisionl, tetapi jwanya berkembang sebagai pembrontak. Di usia ke 14 tahun ia menyatakan diri sebagai ateis. Di saat perempuan masih belum sebebas sekarang ini, belum ada pergerakan perempuan, dia memaksakan diri untuk masuk perguruan tinggi, dan menjadi filsuf yang tersohor karena dia berpendapat bahwa perempuan harus memiliki hak untuk memberi suara dan memiliki karier sendiri. Dengan kekuatan prinsip tersebut, maka secara mendadak pada usia ke 29 dia mengalami pertobatan menjadi serang katolik, sehingga dia menjadi orang pertama perempuan kudus (1998) dari Yahudi setelah Bunda Maria. Pertobatan ini dipengaruhi otobiografi Santa Teresa. Pilihannya menjadi suster karmelit, tidak membatasi gerakannya, sehingga ia terus membrontak untuk meninggalkan biara ketika dia disuru ke suatu tempat yang aman karena ancaman Nazi sebagai orang berlatar belakang Yahudi. Tahun 1942 dia mati di kamar gas di Auschwitz. Inti kisah dari Edith adalah dia seorang perempua yang ingin membebaskan diri dari masa lalunya, di mana perempuan menjadi tidak memiliki hak suara dan hak menentukan diri, sehingga ia memilih satu tujuan yang memungkinkan suaranya diterima, wataknya tersalur dalam ide dan pemikiran yang membangun hidup sebagai seorang yang dianugerahi talenta mengembangkan diri. Edith Stein adalah perempuan yang ingin membangun kehidupan yang berharga di mata Tuhan dan manusia
Hillary Clinton, istri manta Presiden AS adalah seorang politikus liberal, peduli sosial dan menjadi idola kulit hitam, karena kepeduliannya terhadap masyarakat tersebut. Pada masa pemilihan balon presiden AS akhir-akhir ini, batin kulit hitam menjadi terpecah dua karena pilihan antara Hillary dan Obama. Kemenangan Obama adalah gaya mudanya yang memukau orang-orang muda membuat Hillary tidak bertahan, sehingga membuat banyak hati perempuan sakit dan kecewa. Yang luar biasa, sikap Obama membuat Hillary tidak kalah malu, tapi semakin mempersatukan mereka, sehingga dia mengusulkan pendukungnya mendukung Obama, agar suara demokrat tidak terpecah. Dia ikut ambil bagian pada akhir kampaye Obama (4 Nop) bersama suaminya Bill Clinton. Kemenangan Obama dari McCain-Palin, melibatkan dukungan Hillary yang mengatakan tidak ada jalan bagi mereka (partai republik), sehingga Obama menyebutnya sebagai “aset” : ‘tokoh besar dan hebat’. Meskipun dia dibesarkan di lingkungan keluarga yang mendukung politik konservatif, namun dia bertumbuh sebagai politikus leberal yang diharapkan boleh menjadi presiden perempuan pertama di AS dari partai demokrat. Meski gagal menjadi presiden, tapi jiwanya tetap sebagai pemimpin yang membangun kehidupan perempuan untuk keluar dari ketidakadilan gender. Perempuan boleh banyak sakit hati, tapi muatan cinta ke-perempuan-annya menyemangati kaum perempuan untuk terus maju membangun dunia sebagaimana pilihan akhir Hillary setelah terpilih sebagai Menlu AS pada 22 Jan 2009. Dia terbuka dan siap berdiskusi untuk membangun dunia, itulah sebabnya dia memilih Asia menjadi sasaran dari perbaikan bumper ekonomi AS dan peningkatan harkat hidup Asia pada nilai-nilai moral. Jika secara tradisional Eropa adalah kawasan pertama kunjungan Menlu AS, maka pada saat ini pilihannya jatuh pada Asia, karena Asia punya potensi di masa krisis ekonomi global ini, memperbaiki ekonomi dunia, di mana ekonomi Asia lebih baik. Dia adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Yale, tapi kekuatan cinta untuk sesama membuat ia berpikir jernih untuk Jahudi, kulit hitam, perempuan dan keterpurukan ekonomi. Kepedulian pada isu sosial membuatnya menjadi cerdas dalam menjalankan tugas negara sambil menolong kehidupan ekonomi masyarakat, sekaligus meningkatkan harkat hidup Asia, karena dia melihat Asia perlu diperbaiki karena memiliki potensi ketidakstabilan, seperti hak asazi manusia yang parah, kebrutalan junta militer di Myanmar, dan isu kekerasan lainnya. Kebrutalan ini sudah menjadi isu global dan perlu perhatian, dan AS siap mendukung perbaikan nilai-nilai hidup, membangun harkat hidup orang banyak.
Dua perempuan di atas adalah yang sudah keluar dari dirinya untuk membangun diri orang lain. Dia tidak hanya keluar untuk membebaskan diri dan memperbaiki nasib, tapi telah melampaui penderitaan diri masuk ke dunia yang mengglobal untuk memberi perhatian khusus bagi kebaikan lingkungan. Kekuatan cinta dan kepedulian membuat perempuan yang dianggap lemah bisa maju membangun kehidupan yang baik. Edith dan Hillary banyak ditolak oleh kaum konservatif, seperti Flim Perempuan berkalung sorban yang berlatar belakang tahun ’80-an ditolak penanyangannya di JATIM karena menyalahi aturan agama Muslim. Tidak pernah perempuan muslim menunggang kuda, tapi banyak orang tidak melihat muatan pembrontakan perempuan ketika dia menunggang kuda, ketika dia mengerjakan pekerjaan pria. Abidah El Khalieqy, perempuan lulusan pesantren yang lahir pada 1 maret 1965 ini mengatakan saya menulis novel ini dan kemudian di flimkan dengan sutradara Hanung Bramantyo, 'ini hanya sebuah misi untuk memperjuangkan kedudukan dan derajat perempuan dan laki-laki yang sama. mengembalikan pengertian bahwa perempuan dan laki-laki setara di mata Allah'. Masyarakat hanya melihat bahwa menunggang kuda bukan kebiasaan perempuan. Hati dan jiwa yang membebaskan tidak dipahami, sehingga ketika perempuan menyatakan cinta di dunia dengan cara yang kekar itu menjadi pertentangan, karena cinta perempuan hanya dipahami sebagai cinta yang gemulai. Tapi pemerhati perempuan tetap konsisten untuk melihat flim berdurasi 2 jam itu akan tetap ditanyangkan karena di sana ada cinta, ada perbaikan, peningkatan harkat hidup dan pembrontakan terhadap kekerasan agama bagi perempuan.
Dari tiga bentuk pemahaman perempuan tentang hidup, saya melihat Yesus, yang peduli, cinta dan ambil bagian dalam penderitaan perempuan, sehingga Paulus yang dibesarkan di tengah masyarakat yang menomorduakan status perempuan dapat mengambil sebuah kesimpulan yang luar biasa dari kepengikutannya pada Yesus, bahwa semua jenis kelamin, semua latar belakang, semua suku sama dalam Yesus (Gal 3,28) yang lebih terbuka bagi semua kehidupan dan lebih pro pada kehoidupan (Luk 4, 18-19). Itu lah Yesus, yang jika dikenal akan semakin membuat pecintaNya semakin ingin bertobat dan memperbaharui diri, semakin ingin membangun hidup bersama dengan sesama, semakin merendahkan hati untuk memikul salib dan konsisten dalam cinta dan penderitaan untuk sesama. Selamat membangun diri bersama Yesus!

Senin, 16 Februari 2009

Aku ingin Pulang

Saat mengikuti acara pesta bona taon Silahi sabungan dan boru, surabaya sekitarnya, kemarin di Gedung wanita Kalibokor, tiba-tiba pembawa acara, sekretaris punguan memanggilku, katanya ‘mari kita dengarkan dulu ito kita pendeta untuk bernyanyi”, dia sambung, ‘kita belum pernah mendengarkannya, tapi menurut pemusik, amang Siahaan, ito kita pendeta ini bisa bernyanyi’. Saya langsung naik panggung (soale, untuk nyanyi bayar juga mau hehehe...), dan pemusik sudah menyiapkan lagu yang mau kunyanyikan ‘uju dingoluki’ lagu Joy Tobing yang sedang trend untuk kumpulan orang Batak di Surabaya. Lagu ini aku persembahkan untuk papa yang masih terbaring di RS Adam Malik Medan. Tapi aku ga berani mengungkapkan di depan umum, saya takut menangis (karena lagu ini mau dilelang untuk kas punguan). Setiap kali lagu ini kudengar, aku ingat papa, aku ingat apa yang belum aku lakukan, aku ingat betapa aku sering berbeda pendapat dengan beliau, walau pun beliau begitu bangga padaku, karena bagi orang batak punya anak pendeta sangat luar biasa. Cinta kasih dan kebanggaannya pada seorang putri yang sudah pendeta mengontrol aku untuk terus setia pada panggilanku. Ketika aku ingin melakukan sesuatu yang ‘kurang baik’, aku selalu ingat pada papa yang protes pada pendeta di jemaat mereka untuk prilaku tertentu dan itu membuatku berhenti untuk tidak melakukannya. Papa selalu marah kalau ada pendeta yang mengeluh tidak punya uang, papa selalu bilang, ‘jemaat tahu kapan harus memberi’, maka selalu beliau katakan; ‘jangan mengeluh tentang uang di depan jemaat, Tuhan menyediakan setiap kebutuhan hambaNya”. Kata-kata itu tidak ditujukan pada saya, tapi bentuk protesan pada pendeta tertentu. Aku selalu bilang ke papa, ‘jangan diurusi semua pa!’. Saya agak dongkol setiap kali saya dengar papa protes, tapi kata-kata itulah yang mengntrol aku untuk lebih hati-hati, bertutur, bersikap dan bertindak. Kata-kata papa yng selalu kutentang tersimpan di memoriku, untuk mengontrol setiap tindakanku. Dan saya percaya kata-kata papa, saya yakin itu karena telah kualami. Keluarga kami tidak pernah berkekurangan, walau tidak berlebihan. Tuhan mencukupkan persis kebutuhan kami. Setiap kali saya mau bayar atau membutuhkan sesuatu, ada saja cara Tuhan memberiku rejeki, ketika saya hendak mengeluh ke suami, saya belum mengatakan sesuatu, Tuhan sudah siapkan. Saya selalu katakan,’Tuhan sungguh luar biasa, saya belum katakan Tuhan sudah memberi, betapa Tuhan baik padaku’. Tapi suami saya selalu bilang, ‘bukan, Tuhan ingin mempermalkukanmu, karena hatimu selalu khawatir dan mengeluh’. Dan semua ini membuatku ingat papa. Papa yang tegap, tegar dan tegas, kini terbaring lemah. Dia tidak sekuat prinsipnya melawan penyakitnya, tapi dia siap dioperasi atau diradisai, padahal usia sudah 76 tahun. Dokter bilang usia tidak memungkinkan untuk operasi, anak-anaknya bilang kasihan kalau diradiasi, nanti kulit gosong padahal papa amat kurus. Tapi sampai pagi ini menurut informasi abangku, dokter ahli tumor belum datang untuk memastikan cara penangan yang lebih baik. Akh...ASKES membuat para pekerja medis tidak profesional dan bertanggung jawab dalam pengobatan pasiennya. Abang saya tadi mengatakan mau dibawa ke RS Elisabeth Medan, itu sangat melelahkan, karena akan diperiksa kembali mulai dari awal, bayangkan betapa melelahkan. Aku menjadi menetapkan kesimpulan sementaraku, bahwa RS dan seluruh strukturnya telah dikomersialkan, tidak lagi pelayanan, walau kampanye Presiden RI seolah-olah rakyat sudah diberlakukan dengan baik dalam bidang kesehatan. Tapi saya pikir itu tidak tepat. Gaji papa 36rb/bulan dipotong untuk kesehatan sejak masa kerjanya, tapi baru pertama digunakan tidak mendapat pengobatan yang maksimal. Dia hanya diberi suntikan penahan nyeri, yang harus dibeli sendiri di luar ASKES. Tapi dibalik semua kekacauan kami, aku percaya Tuhan, yang menguatkan papa untuk tetap bertahan pada imannya, aku percaya Yesus, yang mati untuk kehidupan papa, aku percaya Roh, yang menuntun hati papa menuju jalan kebenaran. Aku ingin pulang, melihat dan berdoa bersama papa, menguatkan iman percayanya kepada Allah Bapa, PutraNya Yesus Kristus dan Roh Kudus. Tapi anak-anakku, keluarga dan tugas-tugasku membuat langkahku tersendat. Doaku setiap saat: “Tuhan memberkati papa, dan memberi kesembuhan, selamat menderita bersama Yesus yang menderita untuk penyakit papa. Aku cinta papa, aku rindu papa, aku ingin pulang papa....” selamat sembuh di dalam Yesus, Tuhan kita!

Senin, 09 Februari 2009

Lukas 8,9-15

“Penabur dan Tuaian”
khotbah Minggu 15 Feb 2009
1. Ada empat kategori manusia dalam memahami Firman Tuhan, yaitu: mendengar tapi tidak mempedulikan sama sekali; mendengar dan menerima tetapi dihimpit dan didesak oleh hal duniawi, mendengar dan menerima tapi tidak menjaga dan memberi pertumbuhan yang baik; dan yang terakhir, mendengra dan menerima, lalu merawat, memupuk, menyiram, dan menjaga dengan baik sehingga menghasilkan buah yang baik pula. Seperti respon tanah menerima benih, demikian hati manusia menerima Firman Tuhan. Respon kita pada Firman Tuhan sangat mempengaruhi pertumbuhannya, jika kita menjaga dan memelihara maka kita akan menghasilkan buah yang baik, karena tugas kita hanya menanam dan menyiram, tapi pertumbuhannya tergantung pada yang mempunyai tanah (1 Kor 3,6)
2. Bagaimanakah respon manusia terhadap Firman Tuhan pada zaman ini? Saya mempunyai pengalaman dan bertemuan dengan pendengar Firman dengan respon yang hampir sama dengan apa yang tertulis dalam perikope ini, seperti:
• Pendengar yang datang ke Gereja, mendengar Firman Tuhan, tetapi dari awal ibadah sampai selesai membentuk kelompok baru, berdiskusi, terus berbicara, bergosip atau membaca, bahkan ada yang -smssms-an (Biasanya pemuda/i gereja ini). Kalau kaum bapak, mereka keluar ketika khotbah merokok sambil menum kopi, maka berlalulah Firman itu, tidak ada yang tinggal, tidak ada yang bisa mengubah;
• Ada yang mendengar, tapi begitu HP berdering, dia akan mendahului menjawab panggilan manusia, dan mengabaikan panggilan Tuhan, maka tidak jarang ada orang ketika Pendeta berkhotbah, jemaat hilir mudik menjawab telepon. Saya jadi ingat cerita seorang Dosen di salah satu Universitas kristen, ketika suatu waktu mereka akan rapat, sebelum dimulai, salah seorang dihunjuk memimpin doa, beliau berkata “mari kita berdoa,...”, semua peserta rapat dengan sikap yang santun menundukkan kepala, melipat tangan dan tutup mata, beberapa menit hening, tidak ada suara yang terdengar, tiba-tiba sang pendoa berkata: ‘halo...halooo...”, semua terbelalak, ternyata beliau tidak meneruskan doa, karena ada nada getar di kantong celananya. Dia menjawab telepon bayangkan? (tak terbanyangkan!!!) Tekhnologi, ilmu pengetahuan, kekayaaan, jabatan dan keluarga bisa membuat kita mengesampingkan Tuhan karena mengutamakan hal dunia. Hati-hati dengan ini!
• Ada juga yang merima tapi terhimpit oleh desakan hidup, oleh persoalan anak, ekonomi, dll. Seperti cerita seorang anak yang ditanya oleh gurunya,”berapa onskah 1 Kg ?” seorang siswa menjawab “9 ons”, guru berkata; “salah...”, sang siswa protes, “loh, kenapa salah bu guru? Kalau saya menimbang gula yang akan dijual ayah saya, ayah selalu berkata, untuk satu kg buat 9 ons!” guru: “???”. kita memang mendengar Firman tapi Firman itu tidak dipelihara, sehingga tidak berdaya guna untuk mengubah, maka ditengah kehidupan kita sebagai orang beragama (mungkin juga di gereja?) masih sering terjadi dan berkembang penipuan, pembunuhan, korupsi, nepotisme, kolusi, dan suap menyuap.

• Ada juga Pendengar yang mau diubah oleh Firman, Firman itu berkekuatan untuk melembutkan hati yang keras, menobatkan hati yang tidak jujur menjadi jujur. Dalam Firman seseorang bertemu dengan Tuhan maka akan terjadi pertobatan, sebab standart tertinggi dari perjumpaan dengan Tuhan adalah pertobatan. Saya akan tuliskan cerita dari amang Pdt. TP Panggabena (Pendeta Resort Tanjung Perak), katanya ada seorang ibu yang pulang dari gereja. Di rumah suaminya yang ‘kebetulan’ malas ke Gereja bertanya pada sang istri “inang... (ibu), apakah khotbah hari ini, aku mau tau, untuk bekal rohani minggu ini. Ibu itu menjawab: ‘aku tidak tahu darimana khotbah itu, tapi yang kutahu, sejak hari ini aku akan bertobat menipu pembeli yang biasa 1 kg aku buat 9 ons, aku tidak mau lagi mengurangi takaran dari semua jualanku, sebab melalui khotbah itu aku tahu, ternyata adalah dosa membongi atau menipu orang lain”. Ibu itu tidak tahu nats khotbah hari itu, tapi dia tahu Allah menginginkan kejujuran, dan pendengar yang punya hati meneriman sentuhan roh akan membuahkan buah yang baik.
3. Sering muncul pertanyaan; ‘mengapa terjadi respon yang berbeda?’ saya ingat sebuah cerita tentang seorang Pendeta dari Eropa berkhotbah di salah satu gereja, dia punya suara yang bagus, ulasan khotbah yang baik dan penyampaian yang komunikatif dan sederhana, sehingga mudah dipahami pendengar. Ketika ibadah selesai, seorang majelis datang menemui Pendeta tersebut dan berkata: ’Bapa Pendeta, terima kasih atas khotbahnya, saya sungguh mengalami perubahan, saya ingin bertobat dan hidup sesuai dengan kebenaran Firman. Saya masih ingin mendengar bapa Pendeta berkhotbah lagi supaya jiwa saya makin baik”. Sang Pendeta menjawab, ‘baiklah, minggu depan saya masih berkhotbah di gereja ini”. Minggu berikutnya Pendeta itu berkhotbah kembali, dengan suara yang sama, dengan ulasan dan penyampaian khotbah yang sama baiknya dengan minggu kemarin. Tetapi usai ibadah, majelis tersebut menemui sang Pendeta dan berkata, “Pak Pendeta, saya mendengar khotbah yang luar biasa bagusnya hari ini, tapi saya tidak mengalami perubahan seperti minggu kemarin, yang saya alami adalah kekeringan jiwa. Mengapa demikian Bapa?” Pendeta itu menjawab:”Minggu kemarin kamu datang beribadah untuk mendengar Firman Tuhan, minggu ini kamu beribadah untuk mendengarkanku; minggu kemarin kamu datang memuji Tuhan, hari ini kamu datang memujiku; minggu kemarin kamu datang menyembah Tuhan, hari ini kamu datang menyembahku; minggu kemarin kamu menemukan jiwamu yang hilang, hari ini kamu kehilangan jiwamu. (diambil dari turiturian mardongan jamita -???- tulisan Pensilwelly, isi tidak hilang tapi bahasa diperbaharui).
4. Respon manusia akan Firman Tuhan tergantung dari apa motivasi kita. Jika motivasi kita uang maka semua Firman akan kita lihat dari untung rugi, kalau nama baik, maka kita akan memperbaiki nama baik atas nama firman, tapi jika kemuliaan Tuhan motivasi kita, maka kita akan secara total belajar kepada Yesus dan hidup seturut denganNya, kita akan dikuatkan untuk mengatakan seperti Rasul Paulus; “hidupku bukannya aku lagi, tapi Kristus yang ada dalam aku!”
5. Dalam motivasi yang baik, akan muncul respon yang baik, dengan demikian pertumbuhan yang baik akan membuat manusia berkomitmen untuk mau hidup seturut dengan Firman, dan berkata: aku mau ikut Yesus, sampai selama-lamanya. Amin.

Minggu, 08 Februari 2009

Ibadah Syukur & Karaoke

Hari ini kami mengikuti ibadah syukur karena Vincent Simanjuntak, anak Bpk J. Simanjuntak/br Marpaung menerima peneguhan sidi (Malua) di Restoran Nur Pasific di jl Raya Gubeng, sekaligus arisan Simanjuntak Sitolu Sada Ina wilayah Barat. Kalau di wilayah kami sempat ada musik, nahh... maka segala talenta tarik suara, joget dan tortor akan menghabiskan waktu berjam-jam. Ada ibu Simanjuntak/br Simatupang sebagai pemain organ sekaligus penyanyinya (DR musik sih), ada Pak Polisi (pak Ramos) yang satu hari tahan goyang mengiring si penyanyi dan beberapa lagi penyanyi sampingan yang membuat suasana terus hingar bingar, tapi hari ini kami karaokean, ha..ha.. mulai dari Panbers sampai Chancutter (???), mulai Marragam-ragam sampai ke You Rise me Up. Banyakan, apa ngga keliling dunia? Itulah musik, boleh menyegarkan yang letih lesu, menggembirakan yang bersedih, merilekskan tubuh yang tegang karena rutinitas seminggu dan karena lain-lain ke lain-lain. Tapi sebeblum bergembira ria, kami menerima siraman rohani melalui renungan yang dibawakan pak Pdt. Samuel Simanjuntak, (yang menurut ibu yang hajatan, khotbah yang menyejukkan hati) dari Amsal 9,10, sesuai nats sidi si anak. Ada dua kutipan saya dari renungan tersebut:
• Banyak orang pintar, banyak orang berhikmat tetapi tidak punya pengertian mengenal Tuhan karena Tidak takut pada Tuhan, maka permulaan pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan adalah takut akan Tuhan. Maka banyak orang muda yang menurut Eric Erikson saat pancaroba, saat katidaktepatan jiwa merasa mempunyai kekuatan dan mampu meraih banyak pengetahuan termasuk keahlian dalam berbagai bidang, sehingga dapat bertahan di dunia yang penuh kuasa-kuasa gelap ini. Tapi ingatlah pesan pengamsal, Raja Salomo dengan kemegahannnya, dengan hikmatnya yang mampu mengubah 3000 amsal dan menciptakan 1005 nyanyian, tidak bertahan dalam hikmat itu karena kekayaan, kekuatan dan hikmat/kepintarannya dia gunakan untuk wine and women (?). jadi takutlah pada Tuhan dan akuilah dia dalam segala lakumu!
• Ada istilah buha baju (anak sulung) bagi orang, yang berarti, sejak seorang perempuan mempunyai anak dia membuka bajunya (buha baju) untuk kehidupan anak itu. Seorang ibu muda tidak malu membuka bajunya demi kehidupan anak-anaknya, maka jika ada anak yang tidak menghormati pengorbanan ibu (termasuk ayah) tersebut, maka dia manjadi umat yang menjijikkan di mata Tuhan, kalau dalam tradisi Cina dia disebut sebagai bu xiao = sikap yang tidak mencintai dan menghormati orang tua. Dan orang seperti itu tidak diterima dalam komunitas, bukan hanya itu, tanah pekuburanpun menolak anak yang tidak mencintai dan menghormati pengorbanan ibu (dan ayahnya).
Berarti mengaku iman, diteguhkan menjadi dewasa (sidi) dalam iman, dewasa untuk memahami pengorbanan orang tua dalam tuntunan Roh yang memberi hikmat dan pengertian dalam diri manusia, maka tukat akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Selamat mengaku iman untuk Vincent Lawrens Hamonangan Simanjuntak (bersama 14 orang temannya di HKBP tanjung Perak) dan dua orang di HKBP Dukuh Kupang (kebetulan saya yang meneguhkan), Tuhan memberkati dan memelihara imanmu. Selamat Sidi (dewasa)!

Rabu, 04 Februari 2009

Happy B'Day Papa!

Hari ini (4 Feb ’09), tepat hari Ultah bapa yang 76 (thank’s ya u/ semua, atas doanya). Ketika saya pagi-pagi menelepon untuk mengucapakan selamat, beliau masih tidur, mungkin pengaruh obat yang dikonsumsinya. Biasanya bapa sudah pagi jam lima pagi. Satu jamu kemudian, saya telepon melalui HP Rico, keponakanku yang pulang dari Bandung, karena masih liburan untuk jaga ompung di RS. Di usia yang senja ini, beliau sedang terbaring di RS Adam Malik, Medan. Untuk pertama kalinya ASKESnya di gunakan, karena baru ini beliau opname. Saya tahu, bapa senang, karena menurut Rico, bapa baru ditelepon abangku yang nomer dua, aku dapat merasakan kegembiraan bapa, lewat suara yang riang, suara yang semakin jelas dan jernih, satu pertanda bahwa ada perubahan setelah menerima suntikan dua kali sehari, dengan harga 150rb/sekali suntik (kata mama, tidak masuk ASKES loh!). Mama juga senewen, soalnya bapa menarik semua selang yang disambungkan ke tubuhnya untuk memasukkan obat. Saya bilang ke mama, “maklum, ini baru pertama di infus, pakai keteter pula (ahh.. siapa yang tidak memusingkan kepala ya? Hehehe..). Tapi itulah hidup, ada waktu sehat, ada waktu sakit, ada waktu muda, ada waktu tua, karena kalau ada waktu kelahiran tentu akan ada pula waktu kematian. Menurut, Pengkhotbah, segala sesuatu ada waktunya, dan kita akan berserah pada waktu yang sudah ditentukan Tuhan, supaya kita tidak stress dengan waktu-waktu yang kita lalui. Kita berpikir ingin berbuat sesuatu di waktu itu, tapi waktu Tuhan berbeda dengan kita, dan bukan itu yang terjadi. Saya ingat Ibu Mariati Paulus, orang Dayak yang dirujuk dari RSU kabupaten Nunukan, KALTIM untuk menjalani operasi otak di RS Sutomo, Surabaya. Katanya, beliau sering mengalami benturan keras di bagian kepala, maka jadilah penggumpalan darah dibagian kanan dan kiri otak, yang menurut gambar yang saya lihat hasil CT SCAN, bagian kanan dua kali lebih besar dari bagian kiri. Saya tidak ingat persis ukurannya, tapi bagian kiri, kira-kira tinggi 92,11 mm dan tinggi 94,12 mm (kalau tidak salah loh: dan dua kali itulah besar sebelah kanan) sangat sakit kata sang ibu, dan itulah mungkin yang membuat saya sering lupa selama ini kata ibu guru SD itu. Direncanakan kamis lalu (29 Jan ’09) dioperasi, maka sebelumnya, saya minta suami saya membesuk dan mendoakan, (saya tidak ikut untuk menjaga anak-anak belajar). Tapi , operasi tidak jadi, karena hari itu ada 15 orang mau operasi dan kamar ICU hanya cukup untuk 10 orang yang telah selesai dibedah, maka beliau salah satu yang dibatalkan, selasa berikut tanpa alasan juga dibatalkan. Tadi malam (Rabu, 3 Feb ’09) kami pergi lagi ke RS Sutomo membesuk beliau, dan dia menceritakan semua waktu yang batal dan tertunda, padahal beliau sudah masuk ruang operasi. Saya katakan mungkin itu bukan waktu yang Tuhan izinkan, dan beliau mengaminkan. Tiba-tiba perawat datang dan mengatakan bahwa besok jam tujuh pagi akan dilaksanakan operasi, karena ada seorang pasien yang membatalkan. Inilah waktu Tuhan, bukan kita yang mengatur, bukan kita mengusahakan, tapi waktu itu datang sendiri sesuai dengan kebutuhan umatNya. Maka saya pun berdoa memberangkatkan beliau ke ruang operasi supaya Tuhan berperkara dan ambil bagian dalam pelaksanaan operasi tersebut. Selamat operasi Bu, cepat sembuh ya. Dan untuk papa, saya juga berdoa, bahwa Tuhan akan memberi waktu yang tepat bagi beliau untuk boleh membuka infus, keteter bahkan semua yang membebani tubuhnya karena sakit penyakit, karena kuasa Tuhan ada di mana-mana. Tuhan memberkati bapa tersayang, semoga Tuhan memberi kesembuhan dengan mengangkat semua sakit penyakit dalam tubuh bapa, cepat sembuh pa, selamat Ulang Tahun ke 76!

Senin, 02 Februari 2009

Yeremia 9, 23-24

  1. Ada tiga hal yang dinginkan manusia untuk dimiliki, setelah itu ditemukan, manusia menonjolkan sebagai dampak dari keinginan dihormati orang lain; seperti kepintaran, kekuatan dan kekayaan. Manusia membayar mahal agar bisa pintar dan berpengetahuan luas, sehingga dapat menguasai. Istilah dalam bahasa Batak;’na bisuk nampuna hata, na oto tu pargadisan’. Disamping itu, manusia juga bekerja keras, memakai ilmu yang dia punya untuk mencari kekayaan, bahkan menghalalkan segala cara, karena kekayaan sudah menjadi alat kekuasaan, prestise di tengah hubungan sosial. Ada pula yang menjaga stamina dan mengkonsumsi obat kuat supaya kekar dan kuat melawan musuh atau menjadi alat menguasai yang lemah. Itulah kehidupan manusia!
  2. Dalam rangka untuk dikenal dan ditakuti orang, manusia mencari hal-hal yang material, yang menurut Rasul paulus mencari sesuatu yang terbatas dan dapat hancur. Sesuatu yang tidak kekal, seperti pengetahuan, kekuatan dan kepintaran. Untuk tiga hal ini, Nabi Yeremia berkata: janganlah bermegah didalamnya, jangan menyombongkan diri dengan apa yang bisa buruk, jangan menganggap diri bisa selamat oleh hal yang duniawi.
  3. Meskipun nasihat ini sering kita dengar, baik ketika orang tua menasihati anaknya atau kelompok masyarakat mengiklankan melalui intraksi sosialnya supaya jangan sombong dengan apa yang dimiliki di dunia ini, tapi masih banyak orang mengandalkan apa yang dia miliki. Dahulu ahli bedah menggunakan pisau untuk membedah pasien yang akan dioperasi, atau sebagai alat masak para koki atau yang bekerja di dapur, tetapi terjadi perkembangan kemudian, orang telah memakai kepintarannya menggunakan pisau untuk menguasai atau merusak hidup orang lain, membunuh beralatkan pisau. Di Israel, nuklir adalah alat pertanian, tetapi terjadi pergesaran oleh para ahli bahwa nuklir diuhbah menjadi alat memusnahkan manusia. Dahulu uang adalah alat tukar, tetapi kemudia menjadi alat prestise, karena dengan kekayaan dapat mengubah status sosial, dahulu kekuatan adalah alat untuk emnolong yang lemah, tapi kini menjadi alat untuk menindas yang lemah.
  4. Dimanakah alat kekuasaan ini bergerak? Jika Nabi Yeremia mengingatkan bangsa Yehudan dan Yerusalem yang berada di pembuangan, tentu ada prakiraan bahwa kekuasaan dan pemegahan diri terjadi dikalangan umat beragama, terjadi bagi yang menamakan diri bangsa Allah.
  5. Muncul pemikiran bahwa manusia yang telah memiliki agama belum tentu memahami dan mengnal Allah secara benar (ay. 24). Umat beragama tekun melakukan ajaran agama, tunduk pada aturan-aturannya, tetapi tidak memahami dan mengenal Tuhan yang memakai agama sebagai alat pengenalan pada sang khalik. Umat terfokus pada agamanya, sehingga terjadi ketidak-benaran dalam agama, seperti kekerasan, pemusnahan umat yang berbeda pemahan dengan agamanya, karena umat hanya menjadi kesucian ajaran agamanya tapi tidak mengenal yang Maha-Suci.
  6. Perikope ini mengajak umat beragama lebih dahulu memahami dan mengenal Allah, sebagai Tuhan sumber kepintaran, kekuatan dan kekayaan. Jika umat telah memahami dan mengenal bahwa apa yang dimilikinya di dunia ini semua bersumber dari DIA, maka tidak akan mungkin lagi orang memegahkan diri dengan apa yang dia miliki seolah-olah semua itu ada karena usahanya sendiri.
  7. Untuk hal itulah maka kita perlu memahami dan mengenal Allah, karena dengan demikian kita mampu menempatkan diri dan menggunakan yang kita miliki bukan sebagai alat kekuasaan tetapi sebagai alat mendatanagkan damai sejahtera Allah di dunia (bnd. Yeremia 29,7 : Tema Diakonia HKBP).
  8. Dengan memahami dan mengenal Allah, maka umat akan mengetahui bahwa “Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi”. Ungkapan ini, mengajarkan kita bahwa pemahaman dan pengenalan kita padaNya menuntun kita untuk berperilaku seturut dengan FirmanNya. Umat Tuhan menjadi alat kasih setia, keadilan dan kebenaran Allah di bumi.
  9. Sepanjang manusia memegahkan diri, maka apa yang dia miliki menjadi alat kekuasaannya menonjolkan perbuatannya. Kita mungkin sering mendengar istilah pendiri Gereja (‘sisuan bulu’ bagi orang Batak). Jika ada seorang Pendeta di Gerja Batak, jangan coba-coba menentang ide para pendiri ini, akan terjadi perpecahan, akan ada hasut menghasut. Sebaik apapun Pendeta tidak akan pernah benar jika membuat perlawan dengan sisuan bulu (hehehe... , soalnya saya (dan suami) sering bertemu dengan beliau-beliau yang terhormat).
  10. Saya ingat, dulu (tahun 1993) ketika saya Pendeta Praktek (kalau di GKPI disebut Vikaris), saya untuk pertama sekali mengikuti rapat jemaat untuk membuat program dan anggaran jemaat dalam satu tahun, seorang pendiri (yang disebut juga sebagai penasihat –ajaib kale..-) berdiri dan mengatakan “ kalau bukan karena saya gereja ini tidak akan bisa seperti ini” (sambil membusungkan dada, menatap tajam dan menunjuk Pendeta dengan telunjuknya). Wah... gawat juga ya, lalu dengan keberanian yang luar biasa (sombong ni yeee...) saya berdiri dan mengatakan “silakahkan bakar gereja ini sekarang juga, kami sanggup mendirikannya dalam pertolongan Tuhan!” semua jemaat heran dan menganga (hust... awas nyamuk!), buka kagum tapi takut dengan ucapan saya, bahkan saya lihat sang Pendeta pucat. Tiba-tiba saya menjadi merasa bersalah, jangan-jangan saya mengatakan yang salah (soale, saya ga tahu bahwa beliau adalah sisuan bulu, namanya baru masuk toh?! Tapi ajaib, sejak itu dia sudah semakin lembek dan teduh, saya malah menjadi kesayangannya (G-R ni yee? Bukan GR, buktinya, beliau selalu katakan kalau kebaktian keluarga di rumahnya, minta inang vikar yang melayani. Hehehehe...).
  11. Kalau saya mau ceritakan sikap yang memegahkan diri, bisa bosan pendengar atau pembaca. Yamg pasti jangan mengandalakan kepintaran, kekuatan dan kekayaanmu, sebab itu tidak mendatang sukacita bagi hidupmu dan sesamamu, dan kurang berharga di mata Tuhan, karena menyamakan diri dengan Tuhan, tapi; bermegahlah dalam Tuhan dengan hidup yang baik, penuh kasih setia, keadilan dan kebenaran. Amin.